Opini  

Mampukah Bupati Eka Putra Selesaikan Gonjang Ganjing Persoalan BPJS Kesehatan di Tanah Datar?

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pengamat Sosial Politik)

Tanah Datar rupanya tidak sedang Baik Baik Saja. Boleh disebut bagaikan api dalam sekam, dingin diluar, panas di dalam. Masyarakat harus tahu. Apa pasal? Salah satunya masalah BPJS Kesehatan.

Menindaklanjuti banyaknya keluhan masyarakat dan pelaku penyedia jasa / pengelola fasilitas kesehatan di Kabupaten Tanah Datar atas layanan dan regulasi dari BPJS Kesehatan yang terkesan kaku dan terlalu prosedural, membuat Bupati Eka Putra, SE, MM memberi atensi dan mengundang para pengelola / operator fasilitas kesehatan se Kabupaten Tanah Datar dan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh untuk mendengarkan secara langsung paparan keluh kesah dari Direktur RS Umum dan RS Swasta serta Pimpinan Klinik dan sekaligus mendengarkan keterangan dari pihak BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh.

Pertemuan diadakan di Gedung Indo Jalito pada hari Jum’at, 28 Juli 2023 sekitar pukul 8.30 WIB hingga pukul 11.15 WIB yang dipimpin langsung oleh Bupati Eka Putra, SE, MM.

Beberapa hal penting yang disampaikan oleh Direktur RS Umum dan RS Swasta serta Pimpinan Klinik adalah:

  1. Peran edukasi dari BPJS Kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan terhadap program program / regulasi BPJS Kesehatan dirasa masih minim dan kurangnya sosialisasi kepada mitra provider / operator fasilitas kesehatan di Tanah Datar,
  2. BPJS Kesehatan selaku penyelenggara jaminan kesehatan nasional terkesan membebankan kewajiban edukasi dan sosialisasi program dan regulasi regulasi BPJS Kesehatan itu sendiri kepada manajemen Pengelola Faskes,
  3. Terungkap tindakan oknum BPJS Kesehatan yang terkesan “arogan” dan bernada intimidasi kepada pengelola RS Swasta dan pengelola Klinik serta mengharapkan tidak menyangkutkan masalah personal dengan kerjasama kemitraan antara BPJS Kesehatan dengan Pengelola Faskes.
  4. Terdapat perbedaan aturan / perbedaan perlakuan oleh BPJS Kesehatan kepada mitra Pengelola Faskes, sehingga terkesan ada diskriminasi dan unsur subjektivitas antara satu faskes dengan faskes lainnya. Kredentialing yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan perlu keterbukaan informasi karena diduga adanya perlakuan yang berbeda antara klinik yang satu dengan klinik lainnya.
  5. Masih dijumpai tidak terlaksananya azas kebebasan berkontrak karena format kontrak kerjasama yang diajukan BPJS Kesehatan sudah baku dan harus dipatuhi oleh Pengelola Faskes.
  6. Terjadi ketidaknyamanan antara Pengelola Faskes dengan BPJS Kesehatan manakala banyak klaim pengobatan yang ditolak bayar oleh BPJS Kesehatan dikaitkan dengan regulasi regulasi, dll.
Baca Juga :  Sengketa Informasi Publik Tahun 2022 Terbanyak di Tanah Datar, Pertanda Apa?

Seperti kasus menolak klaim pengobatan karena dalam tindakan operasi tidak adanya dokter anastesi mendampingi. Padahal BPJS Kesehatan sendiri tahu untuk sewilayah kabupaten Tanah Datar hanya tersedia 1 (satu) orang Dokter Spesialis Anastesi saja. Sudah pasti sebuah RS Swasta tidak punya Dokter Anastesi karena 1 orang Dokter Anastesi yang ada di Tanah Datar harus bertugas di RS Umum milik pemerintah daerah. Alih alih malah RS Swasta tersebut dianggap melanggar kerjasama dan diputus kontrak kerjanya.

Pihak Pengelola Faskes dihadapkan pada dilema situasi sulit dimana atas nama kemanusiaan tidak boleh menolak pasien, malah tidak boleh menunda nunda pengobatan seorang pasien karena menyangkut sisi kemanusiaan yaitu nyawa pasien. Sudah pasti untuk kondisi emergensi tersebut persoalan prosedur administrasi terpaksa dikesampingkan. Namun manakala klaim pengobatan diajukan ke BPJS Kesehatan, petugas BPJS terkesan tidak mau tahu dan hanya kaku merujuk kepada regulasi dan menolak membayar tagihan RS / Klinik. Sudah pasti hal ini menyebabkan kerugian materi bagi RS / Klinik.

BPJS Kesehatan selalu merujuk pada peraturan yang dibuat oleh regulator pusat dan diterapkan secara kaku di daerah. Contoh sederhana, di Tanah Datar hanya tersedia 1 orang tenaga spesialis anastesi yang bertugas di RS Umum. Saat sebuah RS Swasta mampu melakukan tindakan operasi tanpa menghadirkan spesialis anastesi, maka klaim operasinya ditolak dan selalu bersandar kepada regulasi kaku yang diterapkan sepihak oleh BPJS Kesehatan.

Juga ada sebuah klinik yang sudah terbiasa melakukan persalinan, tapi klaim persalinannya ditolak hanya karena ditemukan ijin praktek bidannya tidak berlaku di klinik tersebut.

Hal inilah yang dimaksud oleh Bupati Eka Putra, SE, MM agar BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh punya kebijakan dan TIDAK KAKU mengingatkan keterbatasan yang ada di daerah.

Sementara itu BPJS Kesehatan sudah tahu bahwa tenaga anastesi sangat langka di Tanah Datar, maka seharusnya BPJS Kesehatan harus berani memberi tahukan kepada Pemerintah Daerah bahwa BPJS Kesehatan hanya menanggung klaim operasi di RSU saja. Maka oleh karena itu BPJS Kesehatan tidak boleh kaku.

Apakah BPJS Kesehatan berani bertanggung jawab atas nyawa seorang pasien hanya karena Pengelola Faskes menolak melayani pasien karena tidak ada kelengkapan dokumen KIS yang dimiliki pasien? Kalau iya, maka BPJS Kesehatan harus berani mengeluarkan informasi kepada seluruh Pengelola Faskes untuk MENOLAK MELAYANI pasien peserta BPJS yang tidak membawa kelengkapan KIS, sehingga Pengelola Faskes bisa terbebas dari tuntutan hukum keluarga pasien peserta BPJS Kesehatan (KIS).BPJS terkesan sangat kaku dan selalu berlindung dibawah regulator yang membuat regulasi regulasi yang menguntungkan BPJS Kesehatan dan dirasa kurang keberpihakan kepada Pengelola Faskes selaku mitra BPJS Kesehatan.

Baca Juga :  Tingkat Kepatuhan Waktu Anggota DPRD Tanah Datar Perlu Dikritisi

Terdapat 1 kasus yang terjadi sejak awal tahun 2018 hingga sampai kini belum ada solusinya. Penulis memandang sebenarnya hal ini hanya tergantung niat baik BPJS Kesehatan untuk mengeksekusi solusi yang sudah diberikan oleh Bupati Eka Putra, SE, MM tanpa harus menunggu regulasi juknis dari regulator lagi yang entah kapan keluarnya. Padahal regulasi umumnya sudah ada. Tinggal teknis eksekusi yang harus dibicarakan bersama Pemkab Tanah Datar c/q Dinas Kesehatan dan stake holder terkait.

Dirasa perlu sebuah RS / Klinik memiliki konsultan hukum untuk melindungi dan membela kepentingan hukum Pengelola Faskes seperti, untuk mencegah tindakan intimidasi, memahami isi kontrak perjanjian, melakukan proses pencairan klaim kesehatan yang ditolak sepihak oleh BPJS Kesehatan, dan perlindungan hukum dari pihak lainnya, mengurus aneka perijinan, dll.

Di sisi lain, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh memberi keterangan dan menjawab secara normatif saja bahwa segala masukan dan kritikan yang sifatnya membangun akan dijadikan bahan evaluasi.

Namun begitu Kepala BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh juga menyampaikan masalah yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan selaku penyelenggara jaminan kesehatan nasional dimana regulasi yang ada (berkemas untuk mencapai tingkat layanan mutu) tidak semuanya dapat diterapkan di Tanah Datar seperti kurangnya ketersediaan apotik, kurangnya aneka jenis obat obatan, kurangnya tenaga dokter spesialis, perlunya peningkatan standar layanan staf BPJS Kesehatan kepada peserta dan Pengelola Faskes, dll.

Mana kala Kepala BPJS Kesehatan kembali menyampaikan hal tentang regulasi yang terkesan kaku, maka Bupati Eka Putra, SE, MM langsung mengambil sikap tegas dan mengingatkan kepada Kepala BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh yang pada intinya agar TIDAK KAKU menerapkan peraturan dan dapat bersikap fleksibel dengan kebijakan kebijakan yang saling menguntungkan karena situasi yang ada di Kab. Tanah Datar berbeda dengan situasi yang ada di kota besar dimana sarana dan prasarana yang ada sudah memadai.

Baca Juga :  "Rapor Merah" Era Baru Serial 2: Salah Kelola Keuangan, Masyarakat Menderita?

Di hadapan stakeholder kesehatan Tanah Datar tersebut, Bupati Eka Putra, SE, MM dengan tegas telah menyampaikan bahwa Pemkab Tanah Datar berkomitmen penuh terhadap pelayanan kesehatan kepada masyarakat Tanah Datar. Ini patut kita apresiasi, tapi jangan sekedar janji politik menjelang Pilkada ataupun Pileg saja.

Komitmen tersebut diperkuat dengan slogan bahwa tidak ada alasan bagi masyarakat Tanah Datar untuk tidak mendapat layanan kesehatan hanya karena tidak mempunyai Kartu BPJS Kesehatan (KIS) ataupun karena kendala biaya.

Agaknya komitmen tersebut harus dicerna positif oleh segenap stakeholder terkait khususnya oleh BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh bahwa jangan sampai komitmen tersebut jadi impoten hanya karena dibenturkan lagi dengan regulasi.

Perlu diingat untuk masalah pengobatan, LAYANI DULU PASIEN warga Tanah Datar, baru lengkapi persyaratan yang dibuat sendiri oleh regulator BPJS Kesehatan. Yang penting administrasi internal RS / internal Klinik sudah dipenuhi pasien / keluarga pasien.

Perlu dimaknai bersama bahwa regulasi yang sifatnya nasional tersebut tidak semuanya dapat diterapkan di Tanah Datar karena keterbatasan SDM tenaga kesehatan, sarana dan prasarana. Untuk itu diminta kebijakan BPJS Kesehatan yang lebih fleksibel dan langkah langkah strategis Dinas Kesehatan agar lebih proaktif memberi solusi.

Dari pertemuan di Indo Jalito tersebut kita dapat melihat fakta Bupati Eka Putra, SE, MM agar BPJS Kesehatan berbenah diri memberikan layanan kesehatan yang lebih baik kepada Pengelola Kesehatan dan Peserta KIS serta kepada Pemkab Tanah Datar selaku fasilitator manajemen kesehatan di Tanah Datar.

Semoga langkah taktis yang diambil Bupati Eka Putra, SE, MM dapat memastikan tingkat kepuasan masyarakat atas layanan kesehatan, dapat mempertahankan dan bahkan menambah jumlah fasilitas kesehatan, tidak ada Faskes yang tutup karena “bermasalah” dengan BPJS Kesehatan dan dengan sendirinya dapat menjaga kestabilan daerah berkenaan pengelolaan kesehatan daerah.

Tetapi jika Bupati tidak mampu, jujurlah kepada masyarakat. Katakan apa adanya. Toh, masyarakat kita sudah mulai cerdas. Pesan kami, jangan sampai faskes di Tanah Datar berkurang karena masyarakat ada yang sakit setiap hari. (*)