Yang Pokok Yang Terlupakan (Serial 4):
Isu Penanganan Batas Wilayah Hanya Sebatas
Basa Basi Politik? Marwah Daerah dipertaruhkan!

Opini Oleh: M.Intania, SH (Advokat)

Ini adalah tulisan serial ke 4 membahas isu krusial yang terlupakan / dilupakan untuk dibahas dalam 36 rekomendasi DPRD Tanah Datar atas LKPJ Bupati Tanah Datar tahun 2024.

Tim Perumus Catatan Strategis memang telah memuat poin tentang penanganan batas wilayah yang termuat dalam rekomendasi ke-5 dengan redaksional: “Batas wilayah sangat penting untuk tujuan administrasi, kepastian hukum serta pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan keamanan, untuk itu Pemerintah Daerah perlu melaksanakan percepatan dalam penegasan batas wilayah antara Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dengan Kabupaten / Kota lainnya agar tidak menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat”.

Membaca redaksional dari Catatan Strategis DPRD tersebut, Komisi dan Tim Perumus yang menangani batas wilayah terkesan basa basi dan lugu serta lembek (baca: tidak tegas / takut) dalam menegakkan marwah daerah di mata publik, baik publik Tanah Datar maupun publik yang berbatasan dengan wilayah berbatasan yang bermasalah.

Kenapa terkesan basa basi dan lugu? Karena persoalan penanganan konflik perbatasan ini yang sudah dibahaas sejak beberapa tahun lalu itu seolah hanya sekedar pengulangan basa basi semata dari DPRD yang menggambarkan ketidakpedulian (ketidakbecusan) para wakil rakyat untuk mendorong dan mengawasi serta mengevaluasi kinerja pemerintah daerah untuk menuntaskan masalah ini.

Lantas kenapa disebut lembek / tidak tegas? Karena memang tidak terbaca keseriusan lembaga DPRD ini untuk menyatakan sikap tegas karena pernyataan politisnya selama ini tidak terukur (unmeasurable), tidak berbasis tenggat waktu yang terukur dan tidak jelas langkah kerjanya.

Kondisi ini menciptakan rasa apatis publik dengan kinerja lembaga yang katanya terhormat ini. Entah anggota dewan dari partai politik pendukung pemerintah yang sukses melobi internal Komisi untuk bersikap lembut seperti anak manis? Atau entah karena memang sama sekali tidak ada ketegasan lembaga DPRD, Wallahu alam! Silahkan netizen dan kaum intelektual menilai sendiri kualitas kinerja dan performa lembaga DPRD Tanah Datar.

Baca Juga :  Bupati Bersama Pejabat Lain Hadiri Khatam Al Quran di Nagari Gurun

Semasa kepemimpinan Ketua DPRD 2019-2024, walaupun redaksional bahasanya bersifat meminta (himbauan), namun setidaknya ulasan sebuah isu dibuat cukup rinci dan jelas.

Sebagaimana dimuat dalam Rekomendasi DPRD Kabupaten Tanah Datar Terhadap LKPJ Bupati Tanah Datar Tahun 2021 dan dalam Rekomendasi DPRD Kabupaten Tanah Datar Terhadap LKPJ Bupati Tanah Datar Tahun 2023 disebutkan permintaan untuk menyelesaikan batas-batas wilayah dengan Kabupaten / Kota lain yang berpotensi akan timbul konflik dan kehilangan wilayah, diantaranya:

  1. Batas Tanah Datar (Nagari Tanjung Bonai, Kec. Lintau Buo Utara) dengan Lipat Kain (Kab. Kampar, Prov. Riau),
  2. Batas Tanah Datar (Simawang) dengan Kab. Solok (Sulit Air),
  3. Batas Tanah Datar (Pandai Sikek dengan Padang Laweh) dengan Kab. Agam (Malalak Balingka),
  4. Batas Tanah Datar (Daerah Jaho) dengan Kota Padang Panjang,
  5. Batas Tanah Datar (Barulak, Kec. Tanjung Baru) dengan Kab. 50 Kota),
  6. Batas Tanah Datar dengan Kab. Padang Pariaman

Sudah sekeliling batas geografi Kabupaten Tanah Datar “digerogoti” pihak lain, eh para wakil rakyat terkesan adem adem saja. Marwah dan citra daerah ditaruh dimana tuan?

Maka menjadi tanda tanya besar manakala produk DPRD Tanah Datar tahun 2025 atas rekomendasi LKPJ Bupati Tanah Datar tahun 2024 berkenaan penanganan batas wilayah ini disampaikan “malu-malu” seolah olah DPRD Tanah Datar mencoba “mengaburkan” krusialnya dan urgentnya isu penanganan tapal batas ini.

Dan menjadi kecurigaan besar pula manakala isu tapal batas yang sudah dibicarakan sejak tahun 2021 lalu belum ada progress yang signifikan yang disampaikan dalam Rapat Paripurna untuk diketahui publik, Padahal pimpinan DPRD dan anggota DPRD Tanah Datar bukanlah orang baru semuanya. Ada yang sudah “karatan” atau beberapa kali menjadi anggota DPRD.

Baca Juga :  Pembangunan Gedung Obgyn dan Neurologi RSUD Batusangkar Lancar dan Sudah Capai Bobot 90%

Agaknya para tokoh daerah, baik itu kepala daerah, pimpinan DPRD dan anggota DPRD Tanah Datar serta stake holder terkait lainnya perlu diingatkan dengan pepatah minang satu ini: “Ayam kok gadang indak manyuduik, kok babunyi indak balagu”. Maknanya janganlah seperti ayam besar yang tidak berkokok, hadir tapi tidak berarti. Hanya pandai main drama dan pencitraan kosong semata.

Semoga kiasan tersebut tidak berlaku bagi para pemimpin daerah di Luak Nan Tuo ini.

Jika tidak kepada DPRD, kepada siapa lagi masyarakat bisa berharap?