Yang Pokok Yang Terlupakan (Bagian 2): Indikasi Korupsi Alkes RSUD Ali Hanafiah Raib?

Oleh: M.Intania, SH. (Advokat)

Tanah Datar Luak Nan Tuo tanah pusaka,
RSUD Ali Hanafiah jadi bahan cerita,
Fasilitas alkes yang mesti dinikmati pasien entah kemana,
Pejabat dan Wakil rakyat sepetinya diam – katanya tak mau ikut drama.

Ini adalah tulisan serial ke 2 membahas isu krusial yang agaknya lupa (terlupakan / dilupakan) dibahas dalam 36 rekomendasi DPRD Tanah Datar atas LKPJ Bupati Tanah Datar tahun 2024. Topik kali ini perihal indikasi korupsi alat kesehatan (alkes) di RSUD Ali Hanafiah Tanah Datar yang saat ini masih dalam tahap penyelidikan oleh Diskrimsus Polda Sumatera Barat. Apakah sudah raib atau dianggap selesai?

Maka menjadi tanda tanya besar di kalangan netizen manakala sebuah isu krusial yang sudah viral di tengah masyarakat itu malah tidak dibahas / dilupakan oleh para anggota DPRD Tanah Datar dalam agenda kegiatan formalnya melalui paripurna. Atau memang sudah tidak perlu dibahas dan sudah “dimaafkan” oleh pihak tertentu karena orang Indonesia dikenal pemaaf. Wallahu alam.

Semoga tidak ada indikasi kompromistis di internal DPRD Tanah Datar terkait isu krusial ini sehingga sengaja tidak dibahas dalam paripurna. Atau ada permintaan dari tim loby, “Jan kareh kareh Bana rekomendasi tu, awak samo awak. Hahahaha.

Kewajiban moral lembaga DPRD kepada masyarakatnya tidak hanya bersifat formal atau administratif belaka, tetapi juga menyangkut tanggung jawab etis dalam menjalankan fungsi-fungsinya.
Beberapa kewajiban moral lembaga DPRD itu antara lain:

  1. Mewakili kepentingan rakyat secara jujur dan adil,
  2. Transparansi dan akuntabilitas,
  3. Menjaga integritas dan menjauhi korupsi,
  4. Bekerja demi keadilan sosial,
  5. Memberikan teladan dan etika berpolitik.

Maka wajar akan menimbulkan kecurigaan publik manakala sebuah isu krusial di depan mata malah anggota DPRD tampil sebagai sekolah penonton pasif memakai kaca mata kuda. Seolah olah terjadi pembiaran. Ada apa?

Baca Juga :  Menakar Peluang Rony Mulyadi Dt.Bungsu, SE ke DPRD Provinsi Sumbar

Indikasi korupsi alkes tahun anggaran 2023 di RSUD Ali Hanafiah Tanah Datar yang sedang diselidiki oleh Polda Sumatera Barat harusnya menjadi tamparan keras bagi lembaga DPRD dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar. Kenapa kasus ini sampai ditangani oleh jajaran Polda Sumbar? Kemana peran inspektorat daerah dan fungsi pengawasan DPRD yang sejatinya bisa menjadi alarm deteksi dini mengantisipasi adanya potensi penyimpangan keuangan daerah semakin besar.

“Atau jangan-jangan ada kompromi saling menguntungkan antar internal instansi daerah sehingga akhirnya tercium oleh APH tingkat provinsi? Sehingga akhirnya para wakil rakyat terpaksa mengambil sikap pura pura tidak tahu / diam? Atau memang tidak tahu, entahlah!” Semoga tidak. Atau mungkin karena sudah ditangani oleh APH, DPRD tidak berhak lagi intervensi.

Perlu diketahui bahwa dengan tidak melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pejabat negara, maka dapat dianggap sebagai tindakan melakukan pembiaran yang merugikan kepentingan masyarakat. Maknanya sama saja dengan menyetujui terjadinya praktik korupsi itu sendiri.

Dengan tidak diangkat / tidak dibahasnya isu viral dugaan korupsi ini oleh lembaga terhormat DPRD Tanah Datar, maka mengesankan lembaga ini mencoba “main aman” dan sudah tentu sangat melukai hati konstituen / masyarakat Tanah Datar, khususnya bagi pasien yang membutuhkan alkes untuk kesembuhan atau keselamatan jiwa mereka dan bagi para tenaga kesehataan (nakes) yang akan menerima jasa medis.

Coba bayangkan, diketahui catatan sementara kerugian Negara sekitar 17,6 milyar rupiah atas pembelian alat-alat kesehatan yang ternyata belum dapat dipakai untuk menunjang fasilitas RSUD.

Sudah seharusnya secara moral lembaga DPRD menjalankan fungsi pengawasannya untuk mempertanyakan kenapa alkes yang sudah dianggarkan tidak kunjung digunakan, DPRD juga bertugas mengantisipasi jangan sampai muncul lagi kerugian negara yang baru seraya menyuarakan dukungan moral kepada APH untuk menjalankan tugasnya secara professional.

Baca Juga :  Bupati Tanah Datar Buka Bersama dengan Warga Persyarikatan Muhammadiyah

Sudah seharusnya juga secara moral pejabat pemerintahan daerah turut mengantisipasi dan memeriksa jika ada oknum pejabatnya yang terindikasi korupsi seraya mempersilahkan APH menjalankan tugasnya secara professional tanpa tekanan dari pihak manapun.

Anehnya belum kelihatan dan belum kedengaran pernyataan resmi baik dari Kepala Daerah maupun dari Pimpinan DPRD yang menyuarakan dukungan kepada APH untuk mengungkap kasus ini secara transparan dan akuntabel.

Coba bayangkan juga, jika ada alat kesehatan seperti mesin anestesi (mesin bius) atau mesin USG 3D atau alat THT yang seharusnya sudah bisa dipakai pada tahun 2023 namun hingga saat ini ternyata tidak dapat digunakan. Siapa yang rugi? Tentu saja masyarakat Tanah Datar khususnya para pasien serta para tenaga medis yang berkurang pendapatannya dari perolehan biaya jasa medis.

Bukankah pemakaian alkes turut berkontribusi untuk menambah PAD? Lantas, kenapa pejabat daerah dan DPRD Tanah Datar terkesan “tutup mulut” dengan indikasi korupsi yang mengakibatkan kerugian negara/daerah?

Baik DPRD Tanah Datar maupun Pemkab Tanah Datar c/q Dinas Kesehatan harus bertanggung jawab atas tertundanya hak publik mendapatkan fasilitas layanan kesehatan yang lebih baik.
Tulisan kali ini penulis tutup dengan kalimat: Kami mendukung pemberantasan korupsi! Tentu saja… selama bukan kami yang diperiksa. Kami transparan! Ya… transparan dalam menyembunyikan jejak”.

Tiada sedikitpun niat tulisan ini bermaksud mendiskreditkan DPRD yang kabarnya sudah mulai membaik, tapi jangan pula karena ada efisiensi anggaran, jangan sampai efisien pula anggota DPRD berbicara dan mengawasi. Bicaralah! Awasilah! Semoga semakin terhormat. (*)