Di Kala Malam Mencekam Itu…..

Cerpen Oleh: M Taufan Riyanto

Tik..tak..tik..tak..tik..tak…, jarum jam di dinding berdetak menemani hembusan angin yang mulai menyelinap dari celah-celah dinding kamar tidur, hening sepi hanya terdengar suara kucing yang pelan menghilang dan cicitan tikus mengerat sisa-sisa makanan. Riyan diam termenung mengingat di kala malam mencekam itu yang membuat jiwanya tidak dalam ketenangan. Hati yang gelisah dan pikiran yang kacau mulai membuat Riyan tidak nyaman akan kehadiran ingatan itu.

Prang..pring..piar..cashh..suara piring pecah terdengar dari arah kamar Riyan. “Bunuh lah den..bunuh lah den..bunuh lah den..” terdegar dari ucapan Mama kepada Bapak.

Pai lah kau..pai lah kau..bao anak kau ka Jakarta tu..karano den manikahi kau den miskin.” Ucap Bapak kepada Mama di kala malam mencekam itu.

Hati Riyan sangat terpukul di saat itu dan membuat awal mula Riyan terkena gangguan yang mempengaruhi kemampuan untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik. Dua hal yang paling Riyan benci dalam hidup ini, kegelapan dan kesunyian. Kelak suatu hari akan Riyan ceritakan mengapa ia membenci keduanya. Namun, sebelum itu, izinkan Riyan bercerita tentang seorang perempuan.

Perempuan paling tegar, kuat, dan mandiri. Perempuan paling hebat yang Riyan kenal di dunia ini. Perempuan istimewa yang dianugerahi surga di bawah telapak kakinya. Perempuan yang sepakat Riyan panggil Mama.
Jauh sebelum malam mencekam itu tiba, Mama adalah perempuan yang paling ceria di keluarganya. Semua mengenalinya sebagai perempuan paling ramah dan pekerja keras. Perempuan yang amat cantik di kampungnya. Jika seseorang mencari mama pasti semua orang akan mengenalinya dengan sebutan “Rozalinda si cantik suku Sumpadang.”

Akan tetapi, ketika pertemuan Mama dengan Bapak di Bandung semua menghancurkan cita-cita dan kehidupan Mama. Sebulan kemudian, Mama dan Bapak bertemu di sebuah kafe di kota Bandung. Mama yang diantar oleh Nenek tidak tahu siapa laki-laki yang akan ia temui. Nenek hanya memaksa Mama untuk tidak berkata apapun kepada laki-laki itu. Nenek pun memulai pembicaraan yang mengarah kepada perjodohan Mama dengan Bapak, yang membuat keesokan harinya Mama dan Bapak melakukan lamaran.


Ketika lamaran dimulai Mama hanya termenung diam dengan pikiran yang berantakan, hati yang hancur lebur, ia menerima lamaran orang yang tidak ia cintai. Ia harus siap menanggung kehidupan yang entah seperti apa kedepannya. Setelah lamaran selesai, kedua belah pihak keluarga sudah menentukan tanggal pernikahan Mama dan Bapak yang akan diadakan satu minggu ke depan.

Pernikahan yang Mama dan Bapak jalani mulai tidak berjalan dengan mulus. Masalah ekonomi mulai membuat hubungan rumah tangga mereka hancur lebur, ditambah dengan Riyan kecil yang perlu membutuhkan perlengkapan kecilnya. “HUHHH..susah kali Aku mencari uang, penjualanku tidak laku, sekedar untuk membeli lauk saja susah apalagi membeli susu untuk Riyan, coba saja aku tidak menikah denganmu, pasti aku tidak akan miskin seperti ini.” Ucap Bapak.

Mama yang mendengar ucapan Bapak itu membuat hatinya hancur dan sedih. Mama ingin melawan akan tetapi tidak bisa dan akhirnya hanya bersabar dan bersabar.
Riyan yang beranjak tumbuh menjadi anak kecil yang pemurung. Hari-harinya hanya dihabiskan untuk mendengar, melihat orang tuanya bertengkar. Tak jarang Riyan menjadi sasaran kekerasan rumah tangga. Riyan yang sekecil itu mulai merasakan kepedihan hidup yang ia jalani. Tak jarang hanya ingin makanan saja Riyan harus mengemis dari satu pasar ke pasar lain. Tak jarang ketika Riyan melihat teman sebayanya kelaparan ia lebih mementingkan isi perut temannya ketimbang isi perutnya sendiri.
Sepulangnya Riyan mengaji, ia masuk kamar untuk istirahat. Akan tetapi, ia mendengar keriuhan di tengah ruang tamu. Ia mendengar Mama dan Bapak yang sedang bertengkar.

Baca Juga :  Permainan&Musik KIM: Dulu dan Sekarang

Prang..pring..piar..cashh..suara piring pecah terdengar dari arah kamar Riyan. “Bunuh lah den..bunuh lah den..bunuh lah den..” terdegar dari ucapan Mama kepada Bapak. “Pai lah kau..pai lah kau..bao anak kau ka Jakarta tu..karano den manikahi kau den miskin.” Ucap Bapak.

Riyan yang mengintip dari arah kamar mulai mengeluarkan air mata. Riyan melihat Mama mulai mengarahkan pisau ke arah Bapak dan sebaliknya Bapak mengarahkan pisau ke-arah Mama. Riyan keluar dari kamar dan berteriak “Hentikan pertengkaran ini, sampai kapan Riyan harus melihat kalian bertengkar, sampai kapan Riyan tidak pernah merasakan kehangatan di rumah ini, Riyan bosan, Riyan lelah dengan kehidupan seperti ini.”

Mendengar teriakan Riyan, Bapak mulai naik amarahnya dan berkata “Ku ceraikan engkau dengan talak tiga, jangan kau cari aku begitupun Riyan bukan lagi tanggung jawabku!” Mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Bapak membuat hati Riyan tergores bagaikan luka yang diakibatkan goresan pisau.

Setelah malam mencekam itu, Riyan dan Mama pergi merantau dari Kota Bandung ke Kota Jakarta Pusat untuk mencari nafkah yang lebih baik lagi. Riyan dan Mama pergi ke rumah Nenek yang berada di Jakarta. Awal mula Mama merintis usahanya. Mama merasakan susahnya mencari nafkah di kota besar. Mama mulai mencari cara bagaimana usaha yang mama lakukan akan berdampak baik kedepannya. Setelah berbagai cara yang Mama lakukan akhirnya perekonomian mulai berjaan dengan baik dan Mama mulai menyewa kontrakan.

Setahun setelah dari kejadian malam mencekam itu, Nenek mulai sakit-sakitan. Nenek sering kali bolak-balik rumah sakit. Hingga akhirnya, Mama kehabisan biaya untuk membawa Nenek berobat ke Rumah Sakit. Dengan keterbatasan biaya Nenek tidak mendapati penanganan khusus dari Rumah Sakit akhirnya Nenek menghembuskan nafas terakhirnya.

Setelah Nenek meninggal, Riyan selalu merasakan kesepian. Riyan selalu merenung di kamar. Riyan menjadi anak yang kurang bersosialisasi dengan teman sebayanya. Riyan susah untuk berpikir, merasakan dan berperilaku dengan baik yang pada akhirnya Riyan dimasukan ke Pondok Pesantren di Kota Bogor.
Setelah tiga tahun Riyan menjalani pendidikan di Pondok Pesantren, kejiwaan Riyan mulai berubah, yang dulunya sering merenung, merasakan kesepian, berperilaku tidak baik semua mulai berubah dan membaik. Akan tetapi tidak lama dari itu, di kala malam hari ada seorang ustadz dan santri yang meraba-raba Riyan. Riyan yang tidur dengan pulas mulai merasakan suatu hal yang janggal dan ketika terbangun betapa terkejutnya Riyan melihat Ustadz Alif dan Widadi sedang mencabulinya. Riyan tidak menyangka telah dicabuli oleh Ustadz Alif dan Widadi teman dekatnya sendiri. Riyan tidak menyangka orang terdekatnya telah mengotori tubuhnya. Riyan mulai ketakutan, cemas, dan akhirnya stres.

Baca Juga :  Lunturnya Kato Nan Ampek: Eksplorasi Perubahan Bahasa dalam Masyarakat Minangkabau

Setelah kejadian malam itu, Riyan mulai terkena fitnah dari teman-temannya bahwa Riyanlah yang melakukan hal itu bukan Widadi dan Ustadz alif yang memulainya. Riyan yang pendiam hanya bisa menerima semua fitnahan itu dan tidak berani untuk memberi kebenaran kepada orang-orang yang telah memfitnahnya. Riyan mulai dipanggil oleh bagian keamanan santri dan mulai diinterogasi mengenai kasus pencabulan ini. Riyan yang pendiam mulai menampakan keganasannya, Riyan mulai melawan satu persatu orang yang memfitnahnya bahkan teman terdekatnya Widadi yang di kala malam itu datang bersama Ustadz Alif untuk mencabulinya.

Riyan mengatakan bahwa bukan Riyanlah yang melakukan aksi bejat tersebut akan tetapi Ustadz Alif dsn Widadi. Mendengar pembenaran dari Riyan, bagian keamanan tidak percaya dan akibat Riyan membawa nama Ustadz Alif yang terkenal alim dan Widadi yang terkenal santun membuat bagian kemanan marah dan mulai menghajar Riyan agar jujur. Riyan yang tidak kuat akhirnya ia mengatakan seadanya dan ia mengalah untuk kasus yang terlibat dirinya.

Riyan yang merasakan tidak ada seorangpun mempercayainya mulai merasakan keanehan dalam jiwanya, ia selalu berbicara sendiri, ketawa sendiri, dan ketika azan maghrib berkumandang Riyan selalu kesurupan. Kepala Madrasah dan Ustadz bagian pengasuhan sudah tidak kuat untuk menangani kasus Riyan dan menganggap Riyan sudah stres. Ketika itu ada seorang santri menghina Riyan dengan sebutan “WONG EDAN KOE” bahkan ustadz sekalipun ada yang menghina Riyan dengan perkataan “Kmu ini sudah stress, gila, susah diatur.”

Hinaan-hinaan itu membuat Riyan berniat untuk mengakhiri hidupnya. Riyan pergi ke lantai tiga dan berniat untuk menjatuhkan dirinya. Rezya yang melihat kejadian itu langsung menghentikan niat Riyan dan memberi motivasi kepada Riyan bahwa Riyan sedang diuji oleh Allah, bahwa Riyan harus kuat dan tegar menerima semua ujian yang diberikan kepada Riyan.

Setelah kejadian itu, waktu untuk penyerahan raport pun telah tiba. Akan tetapi, raport Riyan ditahan oleh wali kelasnya, Riyan disuruh untuk menghadap Kepala Madrasah. Sesampainya Riyan di Ruangan Kepala Madrasah, Riyan diberitahu bahwasannya raportnya ditahan setahun karena kasus yang telah terjadi. Riyan memohon kepada Kepala Madrasan dan memberitahu kebenaran yang telah terjadi. Akan tetapi, Kepala Madrasah lebih percaya kepada bagian keamanan santri dibandingkan kepada Riyan. Dengan keputusan tersebut, Riyan kabur ke Kota Jogjakarta untuk menenangkan dirinya.

Setibanya Riyan di rumah Mama, awalnya Riyan tidak diterima oleh Mama, karena Mama terkejut atas perbuatan Riyan di Pondok Pesantren. Riyan yang sedih mulai mengatakan bahwa Riyan terkena fitnah dan akhirnya Mama percaya dan mau menerima Riyan kembali. Riyan yang bingung untuk menjalani hidup kedepannya membuat jiwanya stres akibat trauma yang telah ia jalani selama ini. Selama dua tahun Riyan tidak pernah sama sekali bersosialisasi oleh orang luar. Riyan hanya banyak bermenung dan menangis di dalam kamarnya.

Baca Juga :  Kondisi Terkini Koleksi Manuskrip Surau Bintungan Tinggi

Setalah dua tahun berlalu, Riyan bertemu oleh salah satu guru di salah satu sekolah yang bernama Abi Mamun. Abi Mamun mulai memberi pencerahan hidup terhadap Riyan. Setelah lama Riyan mengenal Abi Mamun, kejiwaan Riyan mulai membaik dan Riyan ingin kembali bersekolah di sekolah yang dibina langsung oleh Abi Mamun.
Sesampainya Riyan di sekolah baru, Riyan mendapatkan guru, teman, dan lingkungan yang baik. Di sekolah ini Riyan mulai menampakkan prestasinya. Riyan mulai mengikuti perlombaan-perlombaan dan Riyan menjuarainya. Riyan mendapatkan seorang psikiater di sekolahnya yang bernama Bu Noni. Bu Noni sangat membantu Riyan untuk menjalani hidup yang lebih baik. Bu Noni memberikan arahan, masukan, motivasi yang baik untuk kehidupan Riyan kedepannya.

Tak terasa sudah dua tahun Riyan bersekolah di sekolah binaan Abi Mamun, banyak sekali pelajaran hidup yang dapat Riyan ambil. Sehingga Riyan dinyatakan lulus untuk memasuki Universitas Negeri di suatu Kota Padang. Riyan memulai perkuliahan dengan baik dan pada suatu ketika Riyan merasakan keganjalan di paru-parunya. Riyan seketika mulai mengecek ada masala hapa di dalam paru-parunya sehingga ia selalu merasakan sesak dan batuk berdarah.

Sesampainya Riyan di Rumah Sakit Bersama, Riyan menghadap dokter penyakit dalam. Riyan mulai memeriksa kesehatannya dari cek dahak, dan cek darah. Setelah hasilnya keluar, Riyan dinyatakan terkena penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV). Betapa terkejutnya Riyan, kejadian malam itu membuat dampak buruk terhadap Kesehatan Riyan. Riyan yang selama ini telah mengawali hidup yang baik, seketika runtuh dan mulai menjalani hidup dibawah tekanan HIV. Dokter yang menangani penyakit Riyan menyarankan Riyan untuk kontrol ke dokter kejiwaan agar kejiwaan Riyan dapat membaik.
Setelah Riyan cek penyakitnya minggu lalu, Riyan mulai menghadap ke dokter kejiwaan untuk menanyakan gangguan kejiwaan apa yang sedang Riyan alami saat ini.

Riyan disuruh untuk menceritakan kisahnya dari kecil hingga saat ini. Riyan mengatakan bahwa sejak ia lahir selalu saja mendapatkan ujian dari perceraian orang tua, nenek yang meninggal, dan kasus pencabulan yang Riyan alami ketika menempuh pendidikan di Pondok Pesantren. Dokter pun faham dan mulai menganalisis penyakit gangguan jiwa yang Riyan alami. Riyan mengalami gangguan jiwa Skizofrenia atau gangguan yang mempengatuhi seseorang untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik. Selama Riyan kontrol dengan dokter Kurniawan, kejiwaan Riyan mulai membaik dan Riyan mulai memaafkan kejadian masa lalunya.

Setelah Riyan mulai melupakan segalanya Riyan membuat prinsip dalam hidupnya seperti:
“Seorang anak memang tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Namun, dia ada karena sebuah permintaan, perjuangan, dan juga harapan. Tetapi mengapa ketika sudah dilahirkan malah sering kali diabaikan?”
“ketika kamu ingin menyerah, ingatlah seberapa lama kamu berjuang, bertahan, dan melewati segalanya.”

Kisah perjalanan hidup yang membawaku berjuang hingga saat ini. Semoga tulisan ini akan abadi dan namaku akan dikenang oleh pembaca.

Padang, 8 Oktober 2023