Oleh:
1) Khaira Sari (Mahasiswa Pendidikan IPS UPGRISBA)
2) Annisa Nur Rasyida (Mahasiwa Pendidikan IPS UPGRISBA)
3) Dr. Inoki Ulma Tiara, S.Sos, M.Pd (Dosen Pendidikan IPS UPGRISBA)
Minangkabau saat ini dikenal sebagai Provinsi Sumatra Barat dan ibu kotanya adalah Padang, diluar wilayah Minangkabau dikenal sebagai “urang awak”. Minangkabau memiliki banyak adat istiadat salah satunya adalah adat pernikahan yang bertujuan untuk melanjutkan garis keturunan dengan menambah anggota keluarga baru. Kadangkala pernikahan disamakan dengan perkawinan. Secara bahasa perkawinan berasal dari kata “kawin” yang artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin dan bersetubuh, istilah “kawin” digunakan secara umum, untuk tumbuhan, hewan dan manusia yang menunjukan proses generatif secara alami.
Secara etimologis, perkawinan adalah pencampuran, penyelarasan, atau ikatan. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri dalam Santoso (2016) perkawinan adalah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia.
Masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal yang artinya sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan ibu. Dengan kata lain masalah perkawinan itu dipikul oleh mamak (paman) dari pihak ibu. Mamak mempunyai peranan sangat penting kepada kemenakannya, apalagi saat keponakannya melangsungkan pernikahan.
Salah satu wilayah Minangkabau adalah Kota Padang, tahap-tahap acara pernikahan Minangkabau di Kota Padang, sebagai berikut:
Pertama, maresek merupakan tahapan yang pertama pada acara pernikahan di Minangkabau. Pada proses ini utusan dari keluarga mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria. Ada utusan dari keluarga wanita untuk mencari tahu apakah sang pria cocok untuk menjadi suami dari wanita tersebut. Proses maresek ini bisa berlangsung beberapa kali sampai terjadi kesepakatan.
Kedua, maminang (meminang), jika mendapatkan hasil yang positif, proses selanjutnya adalah meminang. Pada proses ini pihak dari keluarga wanita akan datang ke rumah calon mempelai pria dengan membawa buah tangan yang bisanya berupa sirih pinang lengkap, kue dan buah-buahan, sekaligus akan melakukan lamaran dan batimbang tando yang bertujuan untuk mengikat kedua pihak dan tidak bisa dibatalkan.
Ketiga, manantuan hari (menentukan hari pernikahan), prosesi menentuan hari pernikahan dimulai dengan berbalas dengan berbagai pepatah dan petitih antara datuak kedua pihak, Dalam acara berpetatah dan berpetitih ini kedua belah keluarga saling bertukar cinderamata yang diletakkan dalam sebuah carano. Isi carano berupa sirih, cincin dan lainnya. Dalam adat Minang, pertukaran isi carano menandakan bahwa kedua pihak serius untuk melanjutkan prosesi atau dalam bahasa minang disebut tuka tando (tanda bahwa telah sepakat). Hal yang unik dari menentukan hari, kedua calon pengantin tidak boleh hadir pada acara ini.
Keempat, manata siri, manata siri kedua memperlai meminta izin dan doa restu kepada anggota keluarga yang dituakan. Pada proses ini calon pengantin pria akan membawa selapah yang berisi daun nipah atau tembakau, dimana zaman sekarang sering diganti dengan rokok dan calon pengantin wanita membawa sirih lengkap.
Kelima, Babako-babaki, pada proses ini, pihak dari keluarga ayah dari calon pengantin wanita atau yang disebut bako menunjukan kasih sayangnya terhadap calon pengantin wanita dengan memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya. Contohnya dengan memberikan barang-barang yang diperlukan pengantin wanita seperti, pakaian, perhiasan emas, makanan dan lain-lainnya.
Keenam, malam bainai (malam berinai) dilakukan semalam sebelum hari pernikahan. Bainai berarti melekatkan daun inai ke-kuku calon pengantin wanita. Malam bainai dilakukan sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh calom pengantin wanita.
Ketujuh, manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria) yaitu menjemput calon pengantin pria ke-rumah orang tuanya untuk melangsungkan akad nikah di rumah calon pengantin wanita atau di masjid. Pada proses ini dilangsungkannya pemberian gelar pusaka kepada sang pria menandakan kedewasaan dan sudah siap menjadi iman dalam keluarga dan keluarga calon pengantin wanita menyambut dengan sirih lengkap.
Kedelapan, Penyambutan di rumah Anak Daro (pengantin wanita), Penyambutan ini diiringi oleh musik tradisional Minangkabau yaitu talempong dan gandang tabuk, serta tari barisan gelombang adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda yang bersilat. Saat calon mempelai pria memasuki rumah, para saudara dari calon pengantin wanita akan memercikkan air ke kakinya sebagai tanda penyucian lalu menaburi beras kuning dan calon pengantin pria pun berjalan menuju tempat akad nikah.
Kesembilan, Melakukan akad nikah, prosesi akad nikah adat Minangkabau dilangsungkan dengan menerapkan syariat Islam, mulai dari pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran, ijab qobul, pemberian nasihat pernikahan, dan ditutup dengan do’a bersama. Setelah melakukan akad pernikahan, malamnya pengantin pria akan melaksanakan acara Tagak Gala (malewakan gala marapulai) sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan bagi mempelai pria.
Kesepuluh, Basandiang (bersanding di pelaminan), proses ini dilakukan setelah kedua mempelai sah menjadi suami istri, yang akan bersanding di pelaminan di rumah pengantin wanita. Anak daro (mempelai wanita) dan marapulai (mempelai pria) akan menanti tamu undangan sambil mendengarkan alunan musik di sekitar halaman pesta.
Satu minggu setelah hari pernikahan, kedua mempelai akan bertamu ke rumah orang tua dan ninik mamak pengantin pria dengan membawa makanan. Sikap ini dilakukan untuk menghormati orang tua dan ninik mamak pengantin pria. Seperti itulah pernikahan adat Minang di padang secara bertahap sampai pada momen inti pernikahan itu sendiri.
Mempersiapkan pernikahan di Minangkabau tidaklah mudah, banyak sekali proses yang harus dilewati. Banyak keluarga besar yang dilibatkan dalam setiap proses pernikahan. Acara pernikahan pun tidak hanya berlangsung satu hari, namun ada beberapa prosesi yang jalankan dari beberapa hari sebelum hari pernikahan, sampai setelah hari pernikahan pun, proses pernikahan adat Padang masih berlanjut. Setiap tahap acara melibatkan adat dan budaya di momen pernikahan memiliki makna dan harapan. Maka dari itu, jangan sampai ada adat yang terlewatkan.
Nilai-nilai pendidikan yang bisa kita dapatkan dari adat pernikahan di Padang adalah nilai agama yang mana dalam budaya pernikahan Minangkabau memiliki hubungan dengan Al-Qur’an yang mengusung teori relasi. Hal ini berdasarkan tidak dipertemukan budaya Minangkabau yang bertentangan dengan nilai-nilai umum yang ada dalam Al-Qur’an yaitu musyawarah dalam propesi , menciptakan keadilan, menciptakan kerjasama, menjalin tali silahturahmi, menciptakan kegiatan gotong royong dan menciptakan rasa kekeluargaan. Hal yang menarik dari budaya pernikahan Minangkabau tidak ditemukan perbedaan mendasar antara budaya pernikahan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an seperti nilai yang terkandung dalam surah Ar-Rum ayat 21 yang menerangkan tentang sakinah, mawaddah dan warahmah.Sakinah artinya ketenangan, ketentraman , aman atau damai, mawadah artinya cinta kasih dan warahmah artinya rahmat.
Pertama nilai agama, yang terdapat pada proses akad nikah yang dilakukan di Mesjid atau dirumah calon pengantin wanita. Suatu ikatan baru bisa diterima secara sosial budaya apabila pernikahan itu dalam keadaan sah secara agama melalui akad nikah. Dalam akad nikah terdapat seseorang yang akan membacakan ayat suci Al-Quran yang bertujuan untuk melancarkan acara dan membawakan kebaikan bagi kedua pengantin.
Kedua, dalam tradisi pernikahan Minangkabau juga menggambarkan bagaimana kehidupan sosial dan interaksi kepada sesama manusia. Adapun nilai sosial yang terdapat pada tradisi pernikahan Minangkabau adalah pada prosesi meminang, batagak gala dan malam bainai. Nilai nilai sosial pada aspek ini pada kenyataannya masih dipertahankan dan di pahami sebagai bagian kekompakan dan tolong menolong antar warga. Nilai sosial yang terdapat pada meminang, batagak gala dan malam bainai adalah adanya kerja bersama sama dan menghidupkan suasana bergotong royong di tengah tengah keluarga kedua mempelai, yang merupakan dari kehidupan masyarakat.
Ketiga nilai moral, pada prosesi pernikahan adat Minangkabau antara lain terdapat pada prosesi akad, manjalang mintuo (bertamu ke rumah mertua) dan bersanding. Sebelum akad di laksanakan kedua mempelai di minta untuk menyembah orangtua dan sanak keluarga merupakan simbol penghormatan, kepatuhan dan pemuliaan terhadap orangtua dan sanak keluarga. Sedangkan manjalang mintuo (bertamu ke rumah mertua) merupakan bentuk upaya menjaga hubungan baik dan silaturahmi. Bersanding sebagai bentuk sikap keterbukaan diri terhadap khalayak ramai sehingga bisa terhindar dari fitnah.
Daftar Pustaka
Santoso, 2016, Hakikat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam dan Hukum Adat, Yudisia, Vol. 7.