Problematik Hukum di Indonesia: No Viral No Justice

Oleh: Habib Fahreza
(Mahasiswa Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas)

Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (3) berbunyi bahwa Indonesia adalah negara hukum. Berlandaskan pada peraturan hukum dalam menjamin adanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara Indonesia memiliki lembaga – lembaga penegak hukum yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, guna untuk membantu mewujudkan negara yang aman, adil dan sejahtera. Tetapi, lembaga penegak keadilan atau hukum di Indonesia pada saat ini mengalami krisis.

Fenomena kalimat satir No Viral No Justice didefinisikan masyarakat sebagai bentuk situasi dimana suatu individu melakukan pengaduan di media sosial atau internet sehingga mendapatkan perlindungan atau keadilan dengan utuh. Penggunaan istilah no viral no justic oleh masyarakat membuktikan pekerjaan Pemerintah sangatlah lambat dan merupakan kegagalan negara dalam mengelola laporan masyakarat. Di era Digital pada saat ini, masyarakat mudah berpendapat dengan bebas di internet tentang segala hal, termasuk mengkritik pemerintah. Kehadiran internet telah memudahkan masyakat mendapatkan informasi, termasuk penegakan hukum.

Dalam filsafat suatu pernyataan yang bersifat kebenaran diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis manusia. Teori ini siap menerima apapun asalkan membuahkan hasil yang bermanfaat. Inilah yang dilakukan oleh masyarakat kita saat ini yaitu memviralkan sesuatu dan dapat membuahkan hasil yang bermanfaat. Masyarakat melakukan suatu kebenaran yaitu mengadu lewat internet atau media sosial sehingga hasil yang didapat bermanfaat yaitu lembaga penegak keadilan baru bergerak dengan cepat setelah viral.

Salah satu contoh kasus no viral no justice ialah tiktoker bernama Bima yang melanjutkan studinya di Australia. Bima mengkritik kinerja pemerintah Lampung lewat media sosial Tiktok, dimana dia mengkritik dengan pedas jalanan di Lampung dan disusul konten lainnya dari masyarakat Lampung terhadap kondisi betapa parahnya jalanan di Lampung yang dapat mengakibatkan penguasa daerah kebakaran jenggot. Dan sampai puncaknya presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja dan sengaja melintasi jalan rusak dan mengeluarkan anggaran 800 miliar untuk perbaikan jalan di Lampung dari pemerintah pusat.

Baca Juga :  Demi Tingkatkan Pendidikan Tanah Datar, 91 orang Guru Penggerak Ikuti Lokakarya

Kasus selanjutnya penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy kepada David Ozora mencuat ke publik setelah menjadi trending topic di media sosial twitter. Setelah viral baru lembaga penegak keadilan bergerak mengusut tuntas kejadian tersebut.

Fenomena “no viral no justice” dipandang sebagai jalan masyarakat untuk turut andil dalam menegakkan keadilan. Internet dipandang menjadi alat penegak hukum. Penegakan hukum di Indonesia yang masih pilih-pilih dan kurang terbuka membuat kepercayaan masyarakat terhadap instansi penegakan hukum mengalami krisis. Fenomena seperti ini diharapkan jadi pembelajaran dan evaluasi kinerja instansi penegakan hukum demi kebaikan bersama.

Dapat disimpulkan bahwa untuk saat ini keadilan akan bisa diperoleh melalui viralnya suatu peristiwa apalagi kasus tersebut terkait dengan pejabat publik, institusi maupun lembaga. (*)