Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
Di penghujung Ramadhan 1443 H telah dikeluarkan Keputusan DPRD Kabupaten Tanah Datar Nomor: 172/08/KPTS/DPRD-TD/2022 tentang Alat Kelengkapan DPRD (AKD) tertanggal 26 April 2022.
Publik yang cerdas dapat membaca bahwa dari keputusan politik tersebut menyiratkan adanya “perseteruan politik” partai koalisi di pemerintahan (Demokrat VS Gerindra) terlihat semakin kentara. Sekilas terlihat utuh, tapi sebenarnya sudah retak dan mungkin sudah berkeping. Bak kata pepatah Minang, Sapayuang bajauah hati, lah babeda angguak Jo geleng” Benarkah demikian? Yuk simak tulisan berikut sampai selesai biar tidak gagal paham.
Fungsi pokok AKD secara umum yaitu mewakili DPRD secara simbolis dalam kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga lembaga tinggi Negara lain, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat rapat dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi.
Melihat fungsi AKD tersebut, tentu keberadaan AKD sangat strategis bagi segenap partai karena AKD dapat menjadi saluran politik untuk “menyuarakan” kepentingan partai dan dapat turut meningkatkan citra / image partai di mata konstituennya.
Lihat posisi politis Pimpinan DPRD yang merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan DPRD Kabupaten Tanah Datar terdiri dari 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua. Ketua dari partai Gerindra (6 kursi) dan Wakil Ketua masing masing dari partai PKS (5 kursi) dan partai Golkar (4 kursi). Tentu kepentingan partai dapat “mewarnai” kebijakan strategis DPRD dan citranya menjadi baik di mata konstituen karena sudah terwakili dalam struktur penting di parlemen. Nan lahia manunjuakkan nan bathin.
Bagaimana dengan struktur AKD? Partai mana yang memegang peranan? Mengapa ada partai yang notabene pemenang Pilkada justru tak kebagian posisi di AKD?
AKD di DPRD Kabupaten Tanah Datar terdiri dari 3 (tiga) Komisi dan 4 (empat) Badan dengan rincian sebagai berikut:
Komisi I (Bidang Pemerintahan)
Ketua: Istiqlal (PKS)
Wakil Ketua: Zulhadi, M.Pd (PPP)
Sekretaris: Asrul Jusan
Komisi II Bidang Perekonomian & Keuangan)
Ketua: Surva Hutri (Gerindra)
Wakil Ketua: Mhd. Haekal, SH (Hanura)
Sekretaris: Zulli Rustam (PAN)Komisi III (Bidang Pembangunan)
Komisi III (Bidang Pembangunan)
Ketua: Benny Remon, A.Md (PAN)
Wakil Ketua: Benny Apero, A.Md (Hanura)
Sekretaris: Adrijinil Simabura, SH, MH (Nasdem)Badan Musyawarah (Bamus)
Badan Musyawarah (Bamus)
H. Rony Mulyadi Dt. Bungsu, SE (Gerindra), dan H. Saidani, SP (PKS) serta Anton Yondra, SE (Perjuangan Golkar) masing masing sebagai Pimpinan merangkap anggota.
Badan Anggaran (Banggar)
H. Rony Mulyadi Dt. Bungsu, SE (Gerindra), dan H. Saidani, SP (PKS) serta Anton Yondra, SE (Perjuangan Golkar) masing masing sebagai Pimpinan merangkap anggota.
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda)
Ketua: Herman Sugiarto, SH (Perjuangan Golkar)
Wakil Ketua: Abu Bakar, Lc (PKS)
Sekretaris bukan anggota: Drs. Yuhardi.Badan Kehormatan (BK)
Badan Kehormatan (BK)
Ketua: Arianto (PPP)
Wakil Ketua: Drs. H. Azwar R (Gerindra)
Kita teropong dan dimak baik baik susunan partai dalam kedudukan intinya di Komisi dan Badan di atas. TIDAK SATUPUN anggota dewan dari partai Demokrat duduk sebagai Ketua / Wakil Ketua maupun sebagai Sekretaris. Hanya sebatas anggota saja.
“Bak cando mantimun bungkuak, masuak karuang lai, tapi indak masuak etongan”. Bahasa lainnya adalah bahwa “suara” dan “lobi” partai Demokrat “tidak dianggap / diabaikan” di dalam parlemen.
Indikator retaknya koalisi atau “Pacah Kongsi” Demokrat – Gerindra dan “tidak dianggap / diabaikan” tersebut dapat kita lihat dari kondisi sebagai berikut:
- Pembahasan menentukan AKD tersebut memakan waktu cukup lama, ada lobby lobby politik antar partai untuk dapat menempatkan sosok wakil partainya dalam kedudukan sebagai Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris di salah satu Komisi Komisi dan Badan Badan. Terbukti lobby anggota dewan dari Fraksi Demokrat tidak mampu atau tidak kuat mendudukkan salah satu anggotanya dalam posisi strategis di salah satu Komisi / Badan.
- Semua Fraksi mampu mengantarkan anggotanya mendapatkan posisi strategis di salah satu Komisi / Badan, Hanya Fraksi Demokrat saja yang tidak mendapatkan posisi strategis.
- Dapat dimaknai bahwa koalisi Demokrat – Gerindra di Eksekutif TIDAK BERLAKU di lingkup Legislatif. Buktinya Demokrat seolah ditinggalkan mitra Gerindra nya. Terkesan “indak dibaok sato” dalam menentukan kebijakan strategis membentuk AKD yang merupakan posisi strategis di DPRD.
- Dengan tidak adanya posisi strategis Fraksi Demokrat di AKD, maka sudah dipastikan “suara” fraksi seolah angin lalu dalam parlemen. Indikatornya dapat kita lihat saat DPRD Tanah Datar menentukan sikap atas LKPJ 2021 Bupati Tanah Datar yang mendapat banyak “rapor merah” dari Legislatif. Terkesan seolah Fraksi Demokrat “tidak mampu membela” kinerja Bupati Tanah Datar yang merupakan kader Demokrat dan malah “tuannya” sendiri.
Jawaban DPRD terhadap LKPJ duluan keluar daripada keputusan tentang AKD? Betul, tapi ingat bahwa proses lobby pembentukan AKD sudah berjalan jauh sebelumnya. Sampai disini publik yang cerdas bisa paham kan?
Kita tidak tahu sebab kenapa Fraksi Demokrat yang memiliki 4 (empat) kursi di DPRD seolah tidak punya taji dalam lembaga yang terhormat ini. Mungkin mereka punya pertimbangan politis tersendiri. Silahkan saja juru bicara Fraksi Demokrat yang menjelaskan kepada publik Luak Nan Tuo agar logika politik publik semakin dewasa dan semakin tercerahkan dalam menanggapi dinamika politik di Tanah Datar ini. Tapi kalau tidak mau menjelaskan kepada publik, maka biarkanlah publik menilai menurut pandangan mereka sendiri sendiri.
Namun secara teori di atas kertas, kita dapat memprediksi bahwa gabungan 3 (tiga) Fraksi di struktur Pimpinan DPRD (Gerindra + PKS + Perjuangan Golkar) sejumlah 15 kursi (42,86%) tentu lebih meyakinkan bagi Fraksi Gerindra dari pada berpaling mengakomodir / bermitra dengan Fraksi Demokrat dengan jumlah kursi hanya 10 kursi saja (28,57%).
Di satu sisi publik Tanah Datar merasa diuntungkan dengan kondisi “indak dibaok sato” Fraksi Demokrat di dalam menentukan kebijakan strategis DPRD, karena dengan demikian DPRD selaku lembaga Legislatif benar benar dapat menjalankan fungsi pengawasannya secara profesional dalam memonitor kinerja lembaga Eksekutif yang dipimpin oleh kader Demokrat.
Hal itu dibuktikan dengan jawaban dan rekomendasi strategis DPRD atas LKPJ 2021 Pemerintahan Era Baru yang dinilai publik sangat berkualitas. Tidak terkesan kompromi antara Legislatif dengan Eksekutif. Bupati beserta perangkatnya “Dinyanyak” oleh DPRD dengan segudang rekomendasi. Mungkin ini sebuah sejarah di DPRD Tanah Datar dimana DPRD memberikan segudang rekomendasi untuk sebuah LKPJ dan disampaikan secara lugas oleh pimpinan Dewan ketika itu.
Selain itu, peran publik yang peduli dalam memonitor kinerja Eksekutif dan Legislatif turut memberi dampak signifikan kepada Bupati dan Wakil Bupati serta para Wakil Rakyat untuk benar benar memberikan kinerja terbaiknya untuk dinilai publik. Karena sejatinya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Suara rakyat sangat menentukan. Mana sosok yang layak / tidak layak dipercaya di Pileg dan Pilkada 2024 nanti. (*)