Memperkuat Identitas Cadiak Pandai di Minangkabau

Oleh: Inoki Ulma Tiara
Sekretaris Lembaga Unsur Cadiak Pandai Nagari Tanjung, Sungayang

Pengambilan keputusan musyawarah mufakat di nagari-nagari di Minangkabau dikenal dengan istilah “Tigo Tungku Sejarangan” yang terdiri dari Niniak Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai. Niniak Mamak di Minangkabau dikenal dengan Ampek Jinih sebagai perangkat adat dari awal Minangkabau berdiri yaitu Pangulu, Manti, Malin, dan Dubalang. Untuk Alim Ulama dikenal dengan istilah jinih nan ampek yaitu Imam, Khatib, Qhadi dan Bilal.

Alim ulama menjadi bagian pengambil keputusan di nagari diadaptasi semasa Paderi, lalu bagaimana Cadiak Pandai? Dalam sejarah Cadiak Pandai (Putra, 2008) “muncul di zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1918 sebagai anggota “Kerapatan Adat Nagari”. Cadiak pandai diadaptasi sebagai bagian dalam pengambilan keputusan nagari dengan lahirnya kaum terpelajar.

Cadiak Pandai sebelumnya tidak sebagai lembaga tetapi secara nilai-nilainya banyak terdapat dalam pepatah (pituah) adat, pantun adat, mamangan adat, ataupun cerita-cerita rakyat di Minangkabau. Cadiak pandai menjadi lembaga maka pepatah (pituah) adat, mamangan adat, pantun adat, ataupun cerita-cerita rakyat di Minangkabau yang berhubungan dengan cadiak pandai dilekatkan sebagai identitas Lembaga Cadiak Pandai. Secara asal kata terdiri dari cadiak dan pandai seperti pantun adat:
Aia janiah sayaknyo landai
Jalan rayo titian batu
Barundiang cadiak jo pandai
Paham duo jadi satu

Air jernih sayaknya landai
Jalan raya berjembatan batu
Berunding cerdik dengan pandai
Dua pemahaman jadi satu.

Cadiak dan pandai yang akhirnya membentuk cadiak pandai mengutip Amir M.S dalam bukunya “Adat Minangkabau”. Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, cadiak diartikan sebagai kemampuan menggunakan akal dalam mengatasi keadaan yang rumit sedangkan pandai lebih ditekankan memiliki pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Maka cadiak pandai diartikan sebagai orang yang mampu menyelesaikan masalah dengan ilmu atau pengetahuan yang dimilikinya.

Baca Juga :  Wajah Buruk Tanah Datar: Jalan Rusak Parah, Bupati Lanjut Juga "Kampanye"

Untuk itu, cadiak pandai bukan diturunkan seperti ampek jinih dan jinih nan ampek tetapi pengakuan atas kemampuan intelektualnya dalam masyarakat. Setiap identitas tentu saja akan berhubungan dengan status dan fungsi, maka status dan fungsi cadiak pandai digambarkan dalam pepatah adat, pertama: tahu dek rantiang nan ka mancucuak, tahu di dahan nan ka maimpok. Cadiak Pandai mampu memprediksi atau mempunyai pandangan alias visioner. Kemampuan memprediksi dan visioner ini diwujudkan dalam membuat undang-undang atau peraturan dan sumbangsih pemikiran yang berguna mengantisipasi permasalahan akan yang timbul dalam masyarakat nagari.

Kedua, tukang indak mambuang kayu, kemampuan cadiak pandai dalam bernagari memberdayakan segala potensi nagari untuk kemakmuran dan kesejahteraan nagari. Sejalan dengan itu pepatah Minangkabau menyampaikan bagaimana memberdayakan semua potensi; nan buto pahambuih lasuang (orang buta untuk meniup lesung), nan lumpuah pauni rumah (orang lumpuh menghuni rumah), nan kayo tampek batenggang (yang kaya tempat meminta bantuan), nan cadiak lawan barundiang (yang cerdik lawan berdiskusi).

Disisi lain, tukang tidak mambuang kayu juga mempunyai makna kemampuan bekerjasama dengan berbagai unsur di nagari. Artinya untuk menggerakkan segala potensi nagari hanya bisa dilakukan dengan kerja sama. Sehebat apapun potensi nagari, tanpa kerja sama tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.

Ketiga, cadiak pandai mempunyai pengetahuan akan aturan atau undang-undang yang berhubungan nagari dan permasalahan nagari. Identitas seorang cadiak pandai sesuai dengan pantun adat:
Mancapak tibo ka lantai
Kanailah kain takambang
Apo nan cupak cadiak pandai
Tahu dikato undang-undang

Sesuatu yang jatuh ke lantai
Mengenai kain yang sedang terkembang
Apa yang menjadi kemampuan cerdik pandai
Berpengetahuan dengan peraturan atau perundang-undangan.

Pengetahuan akan undang-undang atau peraturan memberikan arahan dan batasaan terhadap masyarakat dan pemerintahan nagari sehingga seluruh tata kehidupan berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Pengetahuan peraturan perundang-undangan tidak saja berhubungan dengan hal-hal yang bersifat formal pemerintahan tetapi juga pengetahuan tentang undang-undang adat dan aturan agama sehingga membentuk kesempurnaan dalam berminangkabau. Tujuan cadiak pandai pada akhirnya adalah kesempurnaan ber-Minangkabau dengan sejalannya aturan pemerintahan nagari dengan adat dan agama.

Baca Juga :  Balai Bahasa Provinsi Sumbar Lakukan Revitalisasi Sastra Lisan Di Kab. Tanah Datar

Keempat, cadiak pandai mempunyai kemampuan berkomunikasi seperti digambarkan pantun adat dibawah ini:
Anjalai pamaga koto
Tumbuah sarumpun jo lagundi
Kalau pandai bamain kato
Umpamo santan jo tangguli

Anjalai pemagar Koto
Tumbuh serumpun dengan lagundi
Jika pandai bermain kata
Seperti santan dengan tangguli

Kemampuan komunikasi cadiak pandai di nagari salah satunya digambarkan dalam kato nan ampek yaitu kato mandata (cara bicara dengan teman seumuran), kato melereng (cara bicara kepada orang yang dihormati atau mempunyai hubungan keluarga seperti mertua), kato manurun (cara bicara kepada yang lebih kecil), dan kato mandaki (cara bicara kepada yang lebih tua). Kemampuan komunikasi bagi cadiak pandai bertujuan agar ide dan gagasan bisa diterima oleh semua pihak di nagari.

Secara nilai-nilai adat banyak gambaran tentang cadiak pandai maka untuk menyokong nilai-nilai tersebut secara formal ada pada peraturan daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar nomor 4 tahun 2008 tentang Nagari memberikan wewenang kepada Lembaga Unsur Cadiak Pandai untuk: pertama, pada pasal 8 ayat 5 tugas, wewenang, kewajiban, dan hak wali nagari ketika wali nagari memberikan laporan pertanggung-jawaban wajib mengundang lembaga unsur nagari termasuk lembaga unsur cadiak pandai. Kedua, dalam menyelesaikan sengketa dalam nagari, wali nagari bekerja sama dengan niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai beserta KAN ini terdapat pada pasal 8 ayat 9. Ketiga, anggota badan permusyawaratan rakyat nagari (BPRN) yang berfungsi sebagai legislatif di nagari berasal atau diusulkan dari lembaga unsur termasuk cadiak pandai terdapat pada pasal 26 ayat 2.

Menguatkan lembaga unsur cadiak pandai diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat nomor 7 tahun 2018 tentang Nagari. Pengertian cadiak pandai pada BAB 1 Ketentuan Umum pasal 1 ayat 18 menyatakan cadiak pandai adalah anggota suku/kaum atau anggota masyarakat yang ahli dalam bidang ilmu umum berbagai disiplin ilmu atau berilmu pengetahuan luas, dan pada pasal penjelasan pasal 6 ayat 2 menyampaikan tuntutan atau kewajiban cadiak pandai terhadap nagari dan pemerintahan nagari:
Cadiak pandai merupakan intelektual, pemikir, atau orang yang berilmu yang mampu menerapkan ilmu tersebut untuk kepentingan masyarakat nagari serta berkewajiban untuk memberikan pandangan, pendapat, pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam nagari.

Baca Juga :  KKN di Masa New Normal

Secara nilai-nilai adat Minangkabau, Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Nagari, dan Peraturan daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari memberikan pondasi (sandi) dan ruang yang jelas bagi lembaga Unsur Cadiak Pandai untuk ikut serta dalam menentukan arah nagari dan pemerintahan nagari.

REFERENSI
Putra, R. (2008). Peranan Tungku Tigo Sajarangan dalam Pembangunan Masyarakat Nagari. Studi Kasus: Nagari Pilubang Kabupaten Padang Pariaman. Institut Teknologi Bandung.
Amir. M.S (2001). Adat Minangkabau, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Mutiara Sumber Widya.