Opini  

Korupsi Sudah Tidak Asing Lagi, Apa Penyebabnya?

Oleh: Andreysa Anugrah (Mahasiswa Universitas Baiturrahmah)

Korupsi adalah suatu ketidakjujuran atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang dipercayakan dalam suatu jabatan atau kekuasaan. Pemberitaan tentang korupsi tidak pernah berhenti karena korupsi di Indonesia sangat sulit diatasi. Para pelaku korupsi yang disebut “tikus berdasi” adalah yang mempunyai jabatan di pemerintahan Indonesia.

Alasan seseorang korupsi bisa beragam, namun secara singkat dikenal teori GONE untuk menjelaskan faktor penyebab korupsi.
Teori GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna adalah singkatan dari Greedy (Keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan).

Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah. Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak pidana korupsi. Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko melakukan korupsi jika ada gaya hidup yang berlebihan serta pengungkapan atau penindakan atas pelaku yang tidak mampu menimbulkan efek jera.

Jika mempertanyakan kehidupan para koruptor, meraka sudah mempunyai hidup yang berkecukupan, lantas mengapa mereka masih melakukan korupsi?
Penyebab seseorang korupsi beragam. Menurut Ibnu Khaldum seorang Sejarawan dan pemikir muslim asal Tunisia menyebutkan, ketika hidup kalangan kelompok berkuasa memiliki nafsu hidup yang bermewah-mewah. Untuk menutupi hidup yang serba mewah itulah mereka yang berkuasa melakukan korupsi (Robert Klitgaart,1988).

Meski dirancang oleh pelaku sedemikian rupa dengan gerak -geriknya yang rahasia, mereka cendrung melibatkan lebih dari satu orang. Pelaku korupsi tetap bisa terlacak oleh penegak hukum.

Secara umum ada dua faktor penyebab terjadinya korupsi yaitu, faktor internal dan external.
Faktor internal; Sifat serakah adalah sifat orang yang tidak pernah bersyukur dengan apa yang telah mereka miliki. Orang yang mempunyai sifat serakah tidak akan pernah memikirkan akibatnya. Padahal dengan sifat serakah mereka, dapat menyebabkan kerugian.

Baca Juga :  Mendidik Anak dalam Seribu Hari Pertama Menurut Islam

Memiliki gaya hidup yang mewah adalah gaya hidup dimana seseorang menghabiskan banyak uang untuk membeli barang-barang mahal. Dengan gaya hidup yang mewah itu, mereka yang berkuasa melakukan korupsi untuk menyeimbangi gaya hidup.

Faktor external; Aspek politis dapat menyebabkan terjadinya korupsi. Tindakan ini dilakukan kerena memiliki kekuasan atau jabatan di pemerintahan. Untuk mempertahankan jabatan maka banyak sekali orang melakukan korupsi tanpa memikirkan dampaknya. Aspek organisasi juga mempengaruhi. Misalnya, bisa saja partai yang mengusung pejabat tersebut, sehingga pejabat itu memiliki hutang atau mengabdi ke pada partai maka terjadilah korupsi.

Aspek ekonomi; faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab korupsi. Diantaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tidak cukup dengan gaya hidup. Faktanya korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi. Banyak kita dengar yang banyak melakukan korupsi adalah oknum Legislatif, pejabat BUMN dan juga Aparat penegak hukum.

Aspek pemahaman masyarakat terhadap korupsi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap korupsi sehinga masyarakat tidak tahu bahwa korupsi dapat diberantas.
Adakah cara mengatasi korupsi? Tentu saja ada! Banyak strategi untuk mengatasi korupsi, tetapi kenyataannya sampai saat ini korupsi tidak bisa berhenti. Pentingnya moral dan etika dalam lingkungan untuk menciptakan sifat yang jujur dan tidak tamak. Maka dari itu kita sebagai masyarakat dapat menghindari sifat serakah dengan kita terhindar dari sifat itu maka kita akan di jauhkan dari korupsi.

Bayangkan saja jika tidak ada korupsi di Indonesia, hidup masyarakat akan sejahtera, sosialisasi semakin meningkat bahkan bangsa ini bisa maju. Marilah bersama-sama mewujudkan Indonesia anti korupsi. (*)