Opini  

Jika Bupati Kurang Atensi Selesaikan Masalah Kesehatan, Sanksi Hukum Menunggu, Ini Aturannya!

( bagian 1 )

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pemerhati Sosial)

Memasuki Semester 2 Tahun 2023 yang makin mendekati pesta demokrasi bertajuk Pileg, Pilkada dan Pilpres 2024 nanti nampaknya penulis harus semakin lugas menyampaikan aneka persoalan hukum, sosial, politik, dan lain lainnya yang ada di seputar Tanah Datar kepada publik melalui media online favorit netizen cerdas dan kritis, Jurnal Minang.

Merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kesehatan adalah satu dari enam urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar, yaitu: 1) Pendidikan, 2) Kesehatan, 3) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, 4) Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, 5) Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat, dan 6) Sosial.

Disebutkan dalam pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tersebut bahwa Kepala Daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu sanksi administratif, diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan diberhentikan sebagai kepala daerah.

Sayangnya 10 (sepuluh) Program Unggulan Pemerintahan Era Baru dibawah kepemimpinan Eka Putra, SE, MM, TIDAK SATUPUN memuat tentang kesehatan sehingga dirasa wajar kurang adanya atensi dari Bupati Tanah Datar untuk menangani isu isu di bidang kesehatan seperti upaya untuk memperbaiki derajat pelayanan kesehatan berkaitan dengan BPJS Kesehatan dan upaya untuk menengahi persoalan perselisihan dari sebuah Klinik Kesehatan dengan BPJS Kesehatan, dll.

Contoh kasus, kondisi kurangnya atensi Bupati tersebut penulis alami sendiri selaku salah seorang Kuasa Hukum dari sebuah Klinik Kesehatan yang sudah mencoba mengutarakan persoalan perselisihan dengan BPJS Kesehatan untuk menjadi atensi Bupati Eka Putra, SE, MM karena bila tidak diantisipasi dari awal maka dikhawatirkan akan berujung kepada penyelesaian melalui jalur hukum di Pengadilan.

Baca Juga :  Capaian Bajak Gratis 2022: Akurasi, Efektivitas dan Pupuk Murah, Hoak kah?

Sementara itu Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Kesehatan mempunyai tugas membantu Bupati melaksanakan Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan yang meliputi kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan dan sumber daya kesehatan, serta tugas perbantuan yang diberikan kepada Kabupaten.

Perlu penulis garis bawahi tentang Sumber Daya Kesehatan dimana pelaku pelayanan di bidang kesehatan dimaksud termasuk Klinik Kesehatan dan SDM Tenaga Kesehatan (Nakes) itu sendiri. Karena itulah peran strategis pemerintah daerah diperlukan turut andil dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Apa jadinya kalau sebuah Klinik Kesehatan harus tutup beroperasi karena kurangnya atensi dari pemangku kekuasaan tertinggi daerah? Mau dikemanakan salah satu fasilitas layanan kesehatan yang ada di Tanah Datar beserta para tenaga ahlinya? (dokter, bidan, perawat, apoteker, dll). Alih alih mau menambah lapangan pekerjaan sebagaiman digembar gemborkan Bupati, malah berpotensi mengurangi lapangan pekerjaan.

Penulis selaku Kuasa Hukum juga cukup kecewa dengan kurangnya atensi dan layanan bawahan Bupati dalam hal ini sikap tidak komunikatif dari Ajudan Bupati. Sejatinya Ajudan tentu bekerja dibawah perintah Bupati dan berkoordinasi setiap saat dengan Bupati. Kenapa komunikasi yang dibuka malah tidak direspon sama sekali?

Arahan Bupati untuk berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan sudah penulis lakukan dalam upaya beraudiensi antara Bupati dan tim terkait dengan klien dalam upaya memaparkan substansi persoalan secara langsung kepada Bupati tanpa melalui orang ketiga agar Bupati mendapat gambaran langsung terhadap persoalan tersebut, akan tetapi jawaban Kepala Dinas Kesehatan terkesan “mengambang” karena tidak disampaikan estimasi jadwal audiensi (tentative). Sementara Ajudan Bupati memilih tidak merespon komunikasi penulis sama sekali. Apakah atas perintah Bupati? Jawab saja sama Bupati. Apakah itu sikap layanan publik yang baik?

Baca Juga :  Eksistensi Perempuan Dalam Pilkada

Hal ini terpaksa disampaikan ke ruang publik karena cara personal sudah tidak direspon dan tidak dilayani. Bupati harusnya ingat selaku pejabat publik harus mampu menerapkan dan memberikan layanan prima kepada masyarakatnya. Untuk itu publik harus tahu dengan kondisi yang kami alami.

“Apo Bupati indak namuah bertemu dengan penulis karena selama ini penulis dikenal getol mengkritisi kebijakan Bupati? Wallahualam. Atau Bupati masih ingin mencoba mempraktekkan cara cara memisahkan Kuasa Hukum dengan Klien sebagaimana penulis pernah alami saat menangani kasus hukum sebelumnya? Wallahualam juga” gumam Wan Labai sambil menerka nerka dan tersenyum simpul.

Bupati sebagai Kepala Daerah tentu harus bisa berjiwa besar, arif dan bijaksana serta harus siap sedia berkomunikasi dengan lintas elemen, dengan orang yang berbeda pandangan politik, dengan siapa saja selagi hal itu menyangkut tugas dan tanggung jawab Bupati untuk menyelesaikan persoalan daerah.

Bila Bupati ada atensi dan ada niat baik (good will) untuk turut berperan menyelesaikan salah satu masalah daerah dan kemudian ada permintaan untuk audiensi, sebenarnya tidak repot bagi Bupati untuk memerintahkan ajudannya mengatur slot pertemuan secara tentatif, walau pada akhirnya nanti tertunda karena salah satu sebab, seperti contoh, Bupati pernah membatalkan secara mendadak pertemuan makan malam dengan klien penulis pada tahun 2022 lalu.

Harusnya Bupati memandang keinginan untuk audiensi tersebut sebagai upaya menghargai kedudukan Bupati. Bayangkan saja jika Bupati tidak dibawa serta dan tiba tiba sudah masuk dalam sengketa hukum yang harus diselesaikan di Pengadilan. Tentu secara politis akan “merugikan” kedudukan dan elektabilitas Bupati yang mungkin akan mencalonkan diri sebagai petahana untuk kedua kalinya.

Jadi, jangan lah hal seperti ini terekspose keluar karena dapat mengurangi simpati publik kepada Bupati nantinya . Untuk itu berbenahlah lebih baik lagi. Mari kita sama sama laksanakan tugas masing masing secara professional.

Baca Juga :  Suherman, Serius dan Bergegaslah, Masyarakat Tanah Datar Menantimu

Bupati harus menyadari bahwa setelah dilantik dulu, dia adalah bupati Tanah Datar untuk semua golongan, bukan saja sebagai bupati timses saja, bukan bupati partai tertentu, bukan bupati daerah tertentu saja. (Bersambung)