Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat dan Pemerhati Sosial Politik)
Korupsi adalah suatu bentuk ketidakjujuran atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau suatu organisasi yang dipercayakan dalam suatu jabatan kekuasaan, untuk memperoleh keuntungan yang haram atau penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi seseorang.
Dikutip dari laman https://aclc.kpk.go.id bertajuk Korupsi Waktu, Perilaku Koruptif yang Merugikan, menyebutkan bahwa tindakan korupsi tidak melulu mesti berurusan dengan hukum pidana. Ada tindakan tindakan koruptif yang menjadi tabiat buruk di keseharian. Salah satunya yang paling sering terjadi adalah korupsi waktu.
Korupsi Waktu bisa diartikan tidak menggunakan waktu kerja dengan semestinya, yaitu untuk bekerja. Seorang yang korupsi waktu menghunakan jam kerjanya untuk kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya.
Sering terlambat dan pulang lebih cepat dari semestinya juga salah satu bentuk korupsi waktu. Seorang “koruptor waktu” juga kerap menunda pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan lebih cepat, atau dikenal dengan istilah prokrastinasi.
Pelaku korupsi waktu jelas tidak memegang amanah dan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.
Korupsi waktu bisa menular, apalagi kalau dilakukan oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang tidak menghargai waktu akan menjadi teladan buruk bagi bawahannya / tim nya.
Bagaimana dengan kondisi korupsi waktu yang terjadi di lembaga terhormat bernama DPRD Tanah Datar? Apakah korupsi waktu sudah jadi budaya sebagaimana sebutan Batusangkar Kota Budaya? Budaya yang bagaimana dulu?
Senin, 22 Mei 2023 agaknya menjadi titik kulminasi pertunjukan korupsi waktu yang dipertontonkan lembaga DPRD Tanah Datar kepada masyarakat Tanah Datar. Di hari itu diagendakan kegiatan Sidang Paripurna (SP) Nota Penjelasan Bupati Terhadap 3 (tiga) Ranperda. Agenda tersebut berdasarkan Surat Undangan DPRD tertanggal 15 Mei 2023 yang ditandatangani oleh Ketua DPRD, H. Rony Mulyadi Dt. Bungsu, SE sebelum yang bersangkutan mengambil cuti. Mirisnya kegiatan SP tersebut GAGAL dilaksanakan karena sidang tidak memenuhi quorum alias tidak cukup kehadiran fisik para anggota DPRD di ruang sidang sebagai syarat sahnya sebuah SP.
Diperoleh kabar bahwa Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Tanah Datar sudah menyepakati sidang perdana pembahasan 3 Ranperda tersebut dimulai pada hari Jum’at, 19 Mei 2023, namun entah kenapa akhirnya Ketua DPRD menandatangani jadwal SP dimulai pada hari Senin, 22 Mei 2023. Konon kabarnya perubahan terjadi karena Bupati Tanah Datar masih berada diluar kota karena dinas luar.
Akibatnya seluruh anggota dewan dari fraksi NasDem, fraksi PAN dan PDIP serta beberapa kader partai lainnya urung hadir sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya quorum.
Dari sisi politis, sikap yang diambil para anggota fraksi yang tidak hadir tersebut patut dimaklumi karena mereka dianggap memiliki integritas, sebab kesepakatan jadwal yang dihasilkan Bamus tidak sesuai dengan Surat Undangan jadwal sidang yang ditandatangani oleh Ketua DPRD. Namun dari segi produktivitas dan pengelolaan keuangan daerah telah terjadi pemborosan waktu kerja dan pemborosan keuangan DPRD yang dananya diambil dari APBD yang notabene berasal dari uang rakyat.
Dan seharusnya pemborosan ini menjadi tanggung jawab moral para Pimpinan DPRD karena dianggap tidak mampu menjaga marwah lembaga DPRD yang menyebabkan terjadinya pemborosan produktivitas sumber daya manusia dan pemborosan keuangan daerah saat RP yang gagal dilaksanakan.
Syaiful Annas, Hakim Batulicin, Kalimantan Selatan, dalam tulisannya mengutip penelitian tentang korupsi waktu oleh Indria Mayeti, Widyaiswara Bandiklatda Provinsi Jambi dan Dosen Tetap STIE Muhammadiyah Jambi. Dalam penelitian pada 2013 itu, Indria mengkalkulasikan bahwa korupsi waktu 1 (satu) jam saja per hari oleh ASN maka negara dirugikan Rp. 14 juta per tahun.
Kita tidak usah hitung berapa jumlah ASN dan pejabat Forkopimda serta pejabat lain yang hadir dalam SP tersebut. Cukup kita bahas 35 anggota DPRD saja. Dari hari pertama SP yang gagal dilaksanakan tersebut sudah terjadi kerugian waktu lebih dari 2 (dua) jam. Okelah kita ambil prorata saja masing masing 1 jam saja, maka selama 4 hari sidang sudah terjadi kerugian waktu 4 jam dikalikan 35 orang anggota dewan, menghasilkan 140 jam kerugian korupsi waktu yang diproduksi oleh lembaga DPRD ini selama 4 hari Sidang Paripurna. Belum lagi kerugian keuangan daerah karena energi listrik yang terbuang percuma, biaya snack dan biaya lainnya yang seharusnya bisa dikendalikan oleh Pimpinan DPRD.
Kerugian Negara tersebut akan dipandang lumrah dan menjadi kebiasaan yang “dibenarkan” dan berakhir menjadi sebuah budaya yang salah di lingkup lembaga legislatif yang bisa menular ke lembaga eksekutif dan lembaga lainnya
Hal ini bisa terjadi karena adanya pembiaran oleh komponen publik (termasuk dari diri penulis sendiri, hehehe) dan ketidak pedulian para Pimpinan DPRD perihal produktivitas anggota DPRD dan disiplin serta penerapan manajemen waktu di lingkup lembaga DPRD Tanah Datar itu sendiri.
Agar pembiaran dan ketidakpedulian tersebut tidak berlarut larut, maka penulis berinisiatif mengulas persoalan korupsi waktu di lembaga yang terhormat ini. Mungkin beberapa orang yang sentimen dan berpikiran sempit akan menilai dan menyerang penulis sebagai pribadi yang sok sok an, menulis karena ada pesanan pihak tertentu, cari panggung, dll. Biarkan saja mereka berprasangka jelek, sebab itu akan menjadi lading pahala bagi penulis, hehehe. Lagian kalau tidak ada konter karya jurnalistik dan hanya mampu menyerang personal penulis, maka penulis anggap sebagai tuduhan sampah semata, hehehe. Seharusnya karya tulis di respon dengan karya tulis juga agar semakin bertambah dinamika dan wawasan berpikir publik.
Terus netizen jangan ngomel melulu menilai bahwa penulis cuma bisanya mengkritik doang, kasih juga dong solusinya (terlepas dipakai apa tidak nantinya).
Sebenarnya bukan kapasitas penulis untuk memberikan solusi. Tugas stake holder terkait lah yang mencarikan solusi dan melaksanakannya melalui instrumen hukum yang mereka sepakati. Namun karena penulis memegang konsep Pentahelix, maka penulis akan kasih solusi sebagai berikut:
- Rancang lah konsep “reward and punishment” di lingkup DPRD Tanah Datar. Berikan reward atas kehadiran anggota DPRD yang tepat waktu dan berikan punishment / sanksi bagi anggota DPRD yang telat agar perilaku anggota DPRD dapat berubah lebih baik.
- Aktifkan kembali mesin sidik jari (finger print) untuk kehadiran para anggota DPRD. Para wakil rakyat adalah manusia biasa yang bertanggung jawab kepada rakyat. Rakyat punya kuasa tertinggi untuk mengawasi para wakilnya. Untuk itu penerapan finger print adalah sebuah keharusan implementasi teknologi modern dalam mengawasi dan mendisiplinkan para anggota DPRD.
- Link kan pencatatan finger print dengan sekretariat DPRD sehingga bisa direkap dan di share ke WAG para anggota DPRD secara langsung. Link finger print tersebut juga harus di publikasikan ke publik melalui link website resmi DPRD Tanah Datar (udah ada engga ya ?). Jadi oknum anggota DPRD tidak bisa melakukan tekanan kepada staff sekretariat kenapa absen mereka bocor ke publik. Sebenarnya bukan bocor, tapi memang hak publik untuk tahu. Jika ada oknum anggota DPRD yang mencoba membatasi Keterbukaan Informasi Publik (KIP), maka oknum tersebut dapat dianggap membatasi / menghalangi halangi KIP di lingkup DPRD Tanah Datar.
- Pimpinan DPRD harus berani mengambil sikap tegas untuk mendisiplinkan tingkat kepatuhan para anggotanya lebih baik lagi terhadap penegakan harkat dan martabat lembaga demi untuk kewibawaan lembaga yang terhormat ini.
Dengan diterapkannya sistim digitalisasi absensi tersebut dan diterapkannya UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik secara paripurna di lingkup DPRD Tanah Datar, maka penulis yakin nantinya akan menghasilkan para anggota DPRD yang berintegritas tinggi dan berdisiplin tinggi serta menjadi kebanggaan masyarakat Tanah Datar.
Mumpung sekarang tahun politik, segera lah berbenah dan mencitrakan diri dengan baik berbasis data. Kalau masih diabaikan, maka InsyaAllah ini adalah periode terakhir beberapa anggota DPRD saat ini karena sorotan publik akan semakin tajam kepada kinerja, integritas, disiplin dan prestasi para anggota DPRD saat ini.
Sudah saatnya pada 2024 nanti masyarakat Tanah Datar memiliki wakil rakyat yang berperilaku TIDAK KORUPTIF. (*)