Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
Sebuah Kontribusi Pemikiran
Jika publik rajin mengikuti perkembangan konstelasi politik di Kabupaten Tanah Datar khususnya dalam dinamika pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka kita cukup miris dengan informasi tentang kondisi keuangan daerah yang selalu defisit. Defisit itu artinya kurang alias tidak cukup! Solusinya? Ya tambah dengan berbagai cara yang sah.
Saya sempat menanyakan kepada salah seorang Pimpinan DPRD bahwa kondisi ini “sengaja” dibuat defisit (dalam tanda kutip). Entah apa alasan politis yang melatar belakangi kondisi ini, namun yang pasti karena sumber Pendapatan Asli Daerah kita memang kecil, namun belanja cenderung besar. Maka cenderung pula bahkan “keenakan” mengharapkan “belas kasihan” dari keuangan Pemerintah Pusat.
Apakah memang PAD yang kecil, atau karena besarnya belanja di lembaga DPRD (baca Legislatif)? Atau di lembaga Eksekutif? Ada baiknya kita tunggu hasil permintaan data publik ke lembaga tersebut. Sebab, kita tidak bisa berasumsi, melainkan harus berbicara berdasarkan data. Yang pasti, kita belum mendengar adanya instruksi efisiensi pemakaian belanja.
Baiklah, hal di atas hanya intro saja. Tapi itulah “wajah” daerah kita yang entah kapan bisa surplus. Defisit adalah sebuah kata yang sangat akrab di bibir penguasa untuk menolak usulan usulan masyarakat. Di sisi lain, defisit adalah senjata yang ampuh untuk “mengemis” ke pusat agar “dikasihani.”
Sebagai bagian dari elemen publik Tanah Datar, maka saya tergerak untuk ikut memberikan sumbangsih pemikiran tentang bagaimana caranya menambah / meningkatkan sumber PAD. Setidaknya saya sudah ada inisiatif untuk berkontribusi pemikiran. Bandingkan dengan para anggota wakil rakyat di lembaga DPRD, adakah produk hukum (Perda) inisiatif yang sudah pernah mereka keluarkan untuk kemaslahatan publik Tanah Datar? Saya sih belum melihat dan belum membaca, karena memang minim informasi yang dikeluarkan kepada publik dari lembaga yang terhormat ini.
Pasar Papan dulunya merupakan areal perumahan dinas PNS (sekarang disebut ASN) dimana jalan utamanya menjadi area pasar selama hari pekan Kamis.
Saat ini Pasar Papan pada pagi hari hingga siang menjadi area terminal kendaraan antar desa dan pada pekan Kamis berubah menjadi pasar.
Sore ke malam hari, lokasi Pasar Papan cenderung sepi, padahal kalau dilihat dari perspektif bisnis akan bisa dikelola untuk mendapatkan tambahan pemasukan bagi penyelenggaranya khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Tanah Datar.
Perusda Tanah Datar bisa mengambil peran dalam pengelolaan pasar ini menjadi Pasar Kuliner Tradisional. Perusda juga bisa bekerja sama dengan Bumnag (Badan Usaha Milik Nagari) terkait atau dengan para pihak ketiga lainnya.
Potensi pemasukan cukup besar, bisa berupa sistim bagi hasil, retribusi parkir, sewa lapak, jasa keamanan, jasa kebersihan, dll.
Silahkan dilakukan kajian bisnis yang jelas dan konsep bisnis yang jelas serta metode pelaksanaannya. Dari situ kita baru dapat kesepakatan untuk membuat anggaran yang akuntable dan potensi income yang diperoleh.
Setidaknya dengan kehadiran Pasar Kuliner Tradisional Pasar Papan ini, ada banyak manfaat yang diperoleh, seperti:
- Tercipta sebuah spot kuliner baru di Batusangkar,
- Menambah terciptanya UMKM baru,
- Meningkatkan geliat ekonomi dan geliat interaksi sosial,
- Menambah destinasi parawisata baru di Batusangkar,
- Membuah wajah Batusangkar lebih tertata rapi,
- Mengurangi tingkat penganguran,
- Menambah pemasukan daerah baik berupa retribusi, sewa, dll.
- Merealisasikan salah satu program unggulan Era Baru dalam meningkatkan ekonomi kreatif.
Pasar Kuliner Tradisional ini juga bisa terintegrasi dengan Lapangan Cindua Mato karena lokasinya berdekatan dan bisa saling bersinergi. Jadi tidak akan ada lagi pedagang yang buka lapak yang mengambil jalan raya yang menambah macet kota Batusangkar tercinta ini.
Udah, itu aja dulu kontribusi pemikiran dari saya. Semoga saja bermanfaat bagi segenap pemegang kepentingan khususnya bagi anggota DPRD agar berinisiatif untuk mewujudkannya dalam bentuk Peraturan Daerah. Kalau saya masyarakat kecil saja bisa berinisiatif, bagaimana dengan Anda? (*).