Ragam dan Makna Suntiang yang Ada di Minangkabau

Oleh : Sowatul Islah
(Mahasiswa Universitas Andalas, Jurusan Sastra Daerah Minangkabau)

Minangkabau adalah daerah yang beragam dengan tradisi baik dari tradisi benda maupun tradisi tak benda. Salah satunya adalah suntiang. Suntiang adalah tradisi benda yang ada di Minangkabau sebagai indentik perempuan Minangkabau. Suntiang merupakan elemen penting dalam pakaian adat perkawinan di Minangkabau.

Suntiang adalah perhiasan yang diletakkan di atas kepala yang dipakai oleh wanita Minangkabau yang warnanya kuning keemasan. Suntiang seperti setengah lingkaran yang terdiri dari fauna dan flora di Minangkabau yaitu dari bentuk pisang, bunga mawar, burung merak, kupu-kupu, pohon pinang dan ikan. Berat suntiang ini berkisar dari 3,5 kg sampai 5 kg.

Karena suntiang yang sangat berat susah untuk dalam pemasangan dan pemakaian maka dari itu dibuatlah suntiang yang lebih kecil dan ringan yang terbuat dari kuningan. Supaya lebih mudah dalam pemasangan dan pemakaian untuk dipakai oleh perempuan Minangkabau dengan suntiang yang berat tapi anak daro atau mempelai wanita yang memakai suntiang tetap lah terlihat anggun dan cantik. Suntiang menggunakan bahan dari aluminium, sepuh, logam, emas, perak, tembaga.

Makna suntiang di tradisi adat Minangkabau yang digunakan untuk berpakaian adat minangkabau adalah seorang perempuan dalam sebuah pernikahannya,memakai suntiang melambangkan tanggung jawab yang akan dilakukan oleh seorang perempuan setelah menikah pakaian tradisional minangkabau yang longgar dipadukan dengan jilbab dan perhiasan kepalanya itulah yang dinamakan dengan suntiang.

Suntiang di Minangkabau berfungsi sebagai yang membedakan indentitas Pakaian adat Minangkabau atau sebagai symbol pakaian adat di Minangkabau dan juga sebagai ornament khas Sumatra. Selain suntiang Minangkabau untuk juga memiliki ciri khasnya yaitu memiliki penutup kepala yang menyerupai rumah gadang atau rumah tradisional yang ada di Mingkabau.

Baca Juga :  Maunya "Makan Rendang," Ternyata "Makan Tulang?"

Selain itu suntiang juga tidak hanya memiliki satu macam atau satu bentuk saja tetapi suntiang memiliki banyak variasinya juga di antara lain adalah suntiang bungo pudiang,suntiang pisang saparak,suntiang pisang saikek,suntiang kambang,suntiang mangkuto,suntiang kipeh.

Itu lah jenis –jenis suntiang yang ada di Minangkaba. Suntiang bungo pudiang ini adalah suntiang yang ada di padang panjang,dan maknanya adalah suntiang bungo pudiang memiliki bentuk yang agak berbeda pada suntiang pada umumnya unik dan klasik,dan juga terdiri dari tiga batang bunga pudiang pada suntiang tersebut,yang mempunyai makna sebagai pagar dan kewibawaan,dan yang bermakna bahwa bundo kanduang memiliki akal pemikiran yang akan melahirkan orang yang tiga jenis yaitu niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai.

Suntiang ini melambangkan peran bundo kanduang meneruskan dan memelihara peradaban Minangkabau pada masa yang akan datang. Dan setiap batang mempunyai lima helai daun pudiang makna yang tersirat di dalamnya adalah rukun islam yang menjadi aturan di hidupnya,dan total jumlah keseluruhannya ada empat puluh lima helai daun pudiang, yang perintah sholat yang awalnya 50 rakaat dan dikurangi 5 rakaat menjadi 45 rakaat.

Perempuan bundo kanduang penuh dengan kasih sayang,bijaksana dan paham akan kebutuhan dan malah yang ada oleh anak cucunya nanti. Suntiang pisang saparak adalah merupakan salah satu jenis suntiang yang ada di Minangkabau memiliki bentuk yang berbeda pada suntiang pada umumnya yaitu memiliki bentuk seperti lingkaran penuh sedangkan suntiang lainnya haya memiliki bentuk setengah lingkaran jan juga memiliki ciri khas yang memiliki aksesoris yang berbentuk bunga suntiang mempunyai berat dari 5 kg sampai 10 kg.

Dan sekarang banyak menggunakan bahan perak atau kuningan sehingga lebih mudah digunakan oleh perempuan Minangkabau. Ini adalah beberapa macam suntiang yang ada di Minangkabau sampai saat ini suntiang di Minangkabau masih banyak dan tetap dibudayakan oleh masyarakat Minangkabau sampai saat ini,dan juga memiliki banyak ragam dan bentuk memiliki makna yang berbeda juga dan memiliki fungsi yang sama bagi perempuan Minangkabau. (*)