Oleh : Selvi Herianti
(Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, FIB Universitas Andalas)
Tradisi lisan adalah segala wacana yang disampaikan secara lisan, mengikuti cara atau adat istiadat yang telah melekat dalam suatu masyarakat. Kandungan isi wacana tersebut dapat meliputi berbagai hal dan berbagai jenis cerita ataupun berbagai jenis ungkapan seremonial dan ritual.
Karya sastra memiliki dua bentuk yaitu lisan dan tertulis. Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition) atau biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya (Taum, 2011). Dalam kegiatan sastra lisan bahasa menjadi salah satu unsur yang penting di dalamnya. Penggunaan bahasa yang bagus membuat sastra lisan mudah dipahami. Biasanya sastra lisan ini digunakan dalam bahasa daerah karena sastra lisan berkembang di daerah dan menjadi seni tradisional di daerah tersebut. Salah satu contohnya adalah saluang bagurau.
Saluang Bagurau merupakan salah satu bentuk kesenian yang melibatkan partisipasi dan interaksi pagurau (pecandu seni bagurau) dalam pertunjukannya. Pagurau memiliki posisi penting sebagai unsur pertunjukan, sehingga pagurau tidak dapat diposisikan sebagai penonton biasa. Dalam konteks ini, pertunjukan tradisi bagurau saluang dendang tidaklah sama dengan bentuk pertunjukan saluang dendang yang dihadirkan pada kegiatan upacara adat, acara keagamaan, dan pesta perkawinan.
Saluang Bagurau merupakan salah satu tradisi Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat. Saluang bagurau ini dibantu oleh alat musik saluang dan ada juga wadah untuk menampung bagi orang yang ingin berpartisipasi dalam bagurau ini. Dengan adanya saluang bagurau ini maka tradisi ini akan tetap bertahan dari generasi ke generasi dan terlestarikan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan agar bisa diarsipkan dan selanjutnya tradisi ini dapat diketahui oleh khalayak ramai diluar Payakumbuh.
Saluang Bagurau merupakan sebuah pertunjukan musikal yang dipadukan dengan kekuatan pantun – pantun yang didendangkan dengan iringan alat musik saluang. Fungsi alat musik saluang adalah untuk mengiringi dendang -dendang yang berisi pantun-pantun yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Bagurau merupakan pertunjukan seni tradisi saluang dendang yang melibatkan kelompok-kelompok pagurau untuk berinteraksi dalam pertunjukan. Pendekatan yang digunakan adalah komunikasi pertunjukan yang terbagi pada dua bentuk, yakni komunikasi sebagai proses dan komunikasi sebagai produksi makna.
Pertunjukan bagurau saluang dan dendang sebagaimana lazimnya kesenian rakyat, bentuknya sederhana, dan tidak menuntut persyaratan-persyaratan artistik pemanggungan yang rumit. Pada dasarnya pertunjukan bagurau saluang dan dendang ini bisa dimainkan di mana saja. Lagu-lagu yang dimainkan ratusan banyaknya, dan dalam tradisi bagurau, hanya lagu pertama dan terakhir saja yang ditetapkan.
Siapa saja yang terlibat dalam pertunjukkan saluang bagurau?
Pada tempat penelitian yang kami lakukan saluang bagurau ini lebih dominan dipertunjukkan oleh perempuan. Pedendang perempuan yang kami lihat di lokasi penelitian berjumlah 12 orang perempuan dan 3 orang lelaki yang masing – masingnya sebagai pemain saluang, piano dan 1 orang pedendang. Pemain pertunjukkan saluang bagurau ini diperkiraan berumur kisaran 20 – 50 tahun ke atas. Selain penampil, penonton juga berperan penting dalam pertunjukkan saluang bagurau ini. Karena penonton satu dan penonton lainnya berinteraksi melalui pertunjukkan ini. Nantinya penonton akan mengisikan uang kedalam kotak yang telah disediakan oleh penampil, barulah kemudian penonton menyampaikan pesan atau permintaannya. Selanjutnya barulah janang yang berada di depan menyampaikan pesan atau permintaan penonton. Janang berfungsi sebagai orang yang akan mengatur irama pertunjukan, sehingga bisa berjalan dengan semarak dan hidup. Seorang janang yang bagus akan dapat menghimpun dana masyarakat yang lebih besar melalui sumbangan yang diberikan penonton. Jadi yang terlibat dalam pertunjukkan bagurau ini adalah penampil dan penonton. Penonton harus memberikkan uang jika ingin menyampaikan permintaan dan penampil akan menyampaikannya lewat lagu atau dendang.
Tempat saluang bagurau tersebut dipertunjukkan yang kami saksikan bertempat di Ngalau Payakumbuh. Pertunjukannya diadakan di sebuah warung yang dibuka sampai pagi. Nama pertunjukkan saluang baguraunya “Lapiak Gurau Ama Ita” yang berada di Talang Sarueh. Waktu pertunjukkan saluang bagurau
Dari pengamatan lapangan, yang cukup menarik adalah adanya struktur pertunjukan yang memberikan tempat untuk semua generasi. Pada paro malam pertama yakni antara pukul 21.00 sampai dengan pukul 24.00, biasanya jenis lagu-lagu yang dimainkan atau yang diminta penonton adalah lagu-lagu yang gembira, menghibur dan pantun yang dinyanyikan pantun muda (muda-mudi).
Sedangkan paro malam kedua yakni sekitar pukul 24.00 hingga dengan pukul 04.00, lagu-lagu yang ditampilkan adalah jenis lagu ratapan yang disebut lagu ratok (ratapan). Nada-nada yang dihasilkan pertunjukan bagurau saluang dan dendang memang terdengar seperti meratap, dan pantun-pantun yang dinyanyikan bertemakan nasehat atau parasaian (penderitaan). (*)