Mengukur Atensi DPRD Tanah Datar Atas Kasus Korupsi: Tinjauan Atas Pandangan Umum Fraksi

Opini Oleh: Muhammad Intania, S.H.
(Advokat)

“Tidak tahu, tidak mau tahu, pura pura tidak tahu, sama saja tahu”. Keempat kata itu sering menjadi jurus ampuh yang digunakan untuk membela diri jika terjadi serangan terhadap diri seseorang maupun lembaga karena kelalaian pekerjaan nya.

Apakah keempat kata tersebut juga dijadikan tameng di daerah Luak Nan Tuo oleh beberapa pimpinan lembaga? Silahkan netizen simpulkan sendiri setelah menyimak tulisan ini sampai tuntas.

DPRD Kabupaten Tanah Datar telah melaksanakan Rapat Paripurna Pandangan Umum Fraksi Terhadap Ranperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 pada hari Rabu, 28 Mei 2025, yang disampaikan oleh 8 Fraksi yaitu:

  1. Fraksi Perjuangan Nurani Demokrat (gabungan partai PDIP, Hanura dan Demokrat),
  2. Fraksi Ummat Golkar (gabungan partai Ummat dan Golkar),
  3. Fraksi PKB,
  4. Fraksi PAN,
  5. Fraksi Nasdem,
  6. Fraksi Gerindra,
  7. Fraksi PPP, dan
  8. Fraksi PKS.

Dari Pandangan Umum Fraksi yang dibacakan di dalam Rapat Paripurna tersebut, tidak satupun fraksi yang menyuarakan tentang penanganan kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) saat ini. Beberapa indikasi korupsi tersebut adalah pengadaan Alkes di RSUD Ali Hanafiah Batusangkar yang sedang ditangani oleh Polda Sumatera Barat. Tersiar pula kabar indikasi penyelewengan pengelolaan keuangan di Perumda Tuah Sepakat yang sedang ditangani oleh Kejari Tanah Datar. Menyeruak pula indikasi ketidaktransparanan perhitungan jasa medis dan indikasi korupsi atas pembangunan gedung CT Scan dan pembangunan gedung Cytotoxic yang konon kabarnya sedang diusut oleh Polres Tanah Datar.

Hal ini menjadi pertanyaan besar penulis dan netizen yang peduli dengan penerapan Pemerintahan yang Baik (Good Government) dan penerapan Tata Kelola yang Bersih (Clean Governance) di Tanah Datar, karena diketahui bersama bahwa periode pelaksanaan APBD TA 2024 dipandang rentan dengan potensi penyelewengan / potensi korupsi.

Baca Juga :  Crash Program Polio Di Nagari Balai Tangah Dimulai, Bupati Turut Hadir

Kita ketahui bersama bahwa tahun 2024 adalah tahun yang rawan dari sisi politik. Di Tanah Datar, tahun 2024 mengukir sejarah pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada Februari 2024. Kemudian terjadinya bencana banjir bandang Galodo pada Mei 2024 yang menggoncang stabilitas ekonomi masyarakat dan keuangan daerah, serta pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada November 2024. Tentu banyak pihak terkait membutuhkan kecukupan finansial (dana banyak) untuk menjaga popularitas dan menaikkan elektabilitasnya di mata masyarakat, walau diusahakan dengan beragam cara dan taktik.

“Tak peduli dengan cara baik atau tidak, tak peduli dengan taktik kotor atau tidak, yang penting tujuan akhir tercapai. Tak pedui dengan norma dan etika!” gumam Wan Labai mengevaluasi dinamika politik yang terjadi di tahun 2024 lalu.

Sebelumnya pada April 2025 lalu, penulis pernah membahas di media online Jurnal Minang tentang 36 rekomendasi DPRD Tanah Datar atas Laporan Keterangan Pertanggung-jawaban LKPJ) Bupati Tanah Datar Tahun 2024, dimana untuk kondisi 2024, rekomendasi DPRD juga tidak menyinggung (tidak dibahas) dalam Rapat Paripurna tentang penanganan dugaan kasus korupsi / penyelewengan dana APBD oleh APH terhadap alkes RSUD Ali Hanafiah dan terhadap Perumda Tuah Sepakat.

Apakah ada kompromi politik diantara para wakil rakyat / Fraksi di DPRD dengan Pemerintah Daerah? Misalnya, “sssttt….Iko Jan dibaco baco Pulo Ndak. Awak Samo awak. Malu awak Jo masyarakat.”

Kenapa indikasi korupsi yang sudah ditangani oleh APH dan cukup heboh di media tidak menjadi atensi serius lembaga DPRD yang katanya terhormat dan punya fungsi pengawasan tersebut? Apakah pengungkapan kasus tersebut nantinya akan menjadi aib bagi mereka? Wallahu alam.

Kenapa Pimpinan DPRD terkesan ciut dan tidak lantang menyuarakan pemberantasan korupsi di Tanah Datar? Apakah ada tarik menarik kepentingan? Padahal sudah ada indikasi kerugian keuangan Negara / daerah yang seharusnya menjadi tanggungjawab mereka bersama untuk menjaganya.

Baca Juga :  GOW Tanah Datar Salurkan Bantuan Kursi Roda dari Emersia Hotel untuk Wartawan yang Sakit

Sebut saja kucuran dana Negara untuk pembelian alkes berupa peralatan CT Scan dan peralatan Anestesi serta peralatan THT di tahun anggaran 2023 yang hingga saat ini tersandung masalah sehingga tidak bisa dipakai untuk kemaslahatan pengobatan masyarakat Tanah Datar.

Bagaimana nasib kucuran dana APBD yang telah disetujui DPRD Tanah Datar untuk penyertaan modal Perumda Tuah Sepakat yang faktanya membukukan kerugian besar di tahun 2022, 2023 dan 2024. Alih alih Perumda Tuah Sepakat menjadi BUMD yang profit, malah membukukan kerugian yang menggerogoti keuangan daerah dan terbukti tidak bisa memberikan kontribusi untuk peningkatan PAD.

Lantas, kenapa komisi terkait terkesan “tutup mata” dan fungsi pengawasannya terkesan mandul? Apa gunanya lembaga DPRD yang katanya terhormat tersebut dalam mengawal keuangan Negara / daerah? Apakah takut citra partai akan tercoreng bilamana kasus tersebut terungkap?

“Sepertinya lebih berguna dan lebih efektif fungsi kontrol sosial masyarakat dari pada fungsi pengawasan DPRD yang mungkin penuh dengan kompromi politik. Sementara masyarakat bebas mengawasi karena tidak terbebani oleh kepentingan politik tertentu” gumam Wan Labai merasa sok bijak seraya menghembuskan kretek merahnya.

Maka tidak salah anggapan publik bahwa lembaga DPRD hanya sekedar menjalankan formalitas kedewanan belaka, mengadakan Rapat Paripurna secara berkala, mengadakan kunjungan kerja (terutama keluar kota) berbalut konsultasi / bimtek / dll, membahas APBD, mengatur pokir dan sejenisnya. Jangan tanya substansi dan bobot kerja. Diketahui, soal kualitas kerja masih sedikit yang dipublikasikan ke publik selama ini, terutama maksud dan hasil kunker ke luar kota!

Publik semakin heran dan curiga dengan sikap Pemerintah Daerah dan DPRD yang terkesan “tutup mata” dan kompromistis tidak membahas indikasi korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan Negara / daerah serta merugikan hak masyarakat dalam mendapatkan fasilitas kesehatan yang lebih baik.

Baca Juga :  Kamano Pai Harato Pusako Tinggi Itu?

“Heran..!, padahal indikasi kerugian Negara / daerah itu terjadi di entitas salah satu OPD dan salah satu BUMD. Lantas kenapa pemerintah daerah dan DPRD terkesan saling kompromistis untuk tidak turut mendorong menuntaskan masalah yang merugikan hajat masyarakat dan merongrong keuangan daerah?

Mana bukti Jargon pencitraannya mau menerapkan Good Government dan Clean Governance? Faktanya, Nilai sendiri deh oleh netizen yang cerdas dan objektif. (*)