Lunturnya Kato Nan Ampek: Eksplorasi Perubahan Bahasa dalam Masyarakat Minangkabau

Oleh: Sowatul Islah (Mahasiswa Sastra Minangkabau, FIB Universitas Andalas)

Masyarakat Minangkabau akan bersatu menjadi satu kesatuan yang stabil dan harmonis apabila pilar pilar yang pernah ada bisa ditegakkan. Pilar pertama, adat, didasarkan pada kebiasaan yang telah diwariskan secara turun-temurun dan memberikan dasar emosional yang kuat. Kehidupan sehari-hari dibuat stabil oleh aturan adat yang telah diwariskan secara turun-temurun, yang memandu setiap perilaku dan pilihan.

Pilar kedua, spiritualitas masyarakat Minangkabau diperkuat oleh agama, yang merupakan Keyakinan yang kuat terhadap doktrin agama menjadi landasan moral dan etika yang mengarahkan tindakan seseorang setiap hari. Karakter masyarakat dibentuk oleh cita-cita agama, yang juga membawa keharmonisan dan ketenangan batin dalam kehidupan beragama.

Pilar ketiga, intelektualitas dan pendidikan, memberikan identitas masyarakat Minangkabau berkarakter intelektual yang tinggi. Kreativitas dan potensi intelektual individu dapat dikembangkan melalui pendidikan. Tutur kata orang Minang, yang dikenal sebagai kato nan ampek, berfungsi sebagai standar bagi setiap orang yang terlibat dalam komunikasi.

Selain itu, Kato Nan Apek adalah cara hidup bagi kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau. Kata, atau Kato, adalah frasa operasional untuk sesuatu yang menyampaikan pesan. Komponen utamanya adalah kata ketika berbicara. Dalam budaya Minangkabau, kato nan ampek merupakan identitas orang Minang dalam menetapkan satuan ukuran atau patokan yang digunakan dalam berkomunikasi.

Etika pergaulan sangat penting untuk diperhatikan. Etika berkomunikasi dengan teman sekelas, orang tua, dan orang lain yang posisinya lebih rendah dari kita, dengan orang yang berada di bawah kita.
Di antara Kato nan Ampek adalah (1). kato Mandaki adalah cara yang sopan untuk berinteraksi dengan orang tua atau orang yang lebih tua. Kita harus bersikap sopan, berbicara dengan lembut dan lemah lembut, dan menunjukkan rasa hormat kepada orang tua dan orang yang lebih tua.

Baca Juga :  Bupati Tanah Datar Buka Secara Resmi Pelatihan Bisnis dan Manajemen IKM di Emersia Hotel

(2). Tata krama berbicara kepada tetua adat, kerabat ipar bisan, dan/atau orang yang dihormati seperti nagari dikenal dengan istilah kato malereng atau kata melereng. Kita juga harus berbicara dengan lembut dan sopan kepada mereka.

(3). Kato Mandata, Komunikasi sebaya difasilitasi melalui Kato Mandata. Kepada orang-orang yang sebaya, yaitu. Teman sebaya mungkin menganggap pembicaraan yang dilakukan kurang sopan.

(4). Kato Manurun, ketika berbicara dengan orang yang lebih muda, seperti orang tua kepada anak, kakak kepada adik, atau guru kepada murid, atau kata-kata menurun, digunakan. Orang muda harus menunjukkan perhatian dan menahan diri untuk tidak bertindak tidak rasional.

Faktor yang menyebabkan masyarakat Minangkabau meninggalkan norma kato nan ampek di masyarakat karena dinamika kompleks yang melibatkan sejumlah faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Berikut adalah beberapa aspek yang menjelaskan perubahan bahasa dalam masyarakat Minangkabau, Peningkatan interaksi global, pengaruh media massa, dan modernisasi telah membawa perubahan signifikan dalam cara masyarakat Minangkabau berkomunikasi.

Penyiaran, media sosial, dan teknologi informasi berperan dalam memperkenalkan istilah-istilah baru dan mengubah pola bicara tradisional pada masyarakat Minangkabau. Program televisi, radio, dan konten online dapat memengaruhi bahasa sehari-hari masyarakat Minangkabau. Ekspansi media massa dapat memperkenalkan istilah-istilah baru atau mengubah penggunaan istilah yang sudah ada.

Pendidikan modern juga memainkan peran penting dalam merubah bahasa masyarakat Minangkabau. Penggunaan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dalam pendidikan formal dapat memengaruhi penggunaan bahasa sehari-hari dan mendatangkan istilah-istilah baru.
Sebelumnya, anak muda Minangkabau mungkin sering menggunakan istilah “basamo” (bersama-sama) dalam konteks kegiatan bersosial. Namun, dengan meningkatnya pengaruh budaya pop dan pergaulan yang lebih global, istilah ini mungkin mengalami pergeseran.

Baca Juga :  Dosen Kunjungi Tempat Magang Sekaligus Penandatanganan Kerjasama

Anak muda mungkin lebih cenderung menggunakan istilah umum bahasa Indonesia seperti “hang out” atau “nongkrong” untuk menggantikan istilah khas Minangkabau, menciptakan jarak dengan kato nan ampek tradisional. Istilah “manjuju” (saling menolong) mungkin sering digunakan di kalangan anak muda Minangkabau sebagai ungkapan nilai-nilai gotong-royong. Namun, dengan adanya pengaruh budaya pop dan bahasa Indonesia yang semakin kuat, istilah ini mungkin mulai tergeser oleh istilah yang lebih umum seperti “bantuan” atau “tolong-menolong” dalam percakapan sehari-hari anak muda.

Perubahan ini mencerminkan dinamika pergaulan anak muda yang semakin terbuka terhadap budaya luar dan memilih menggunakan istilah yang lebih sering digunakan secara luas. Meskipun hal ini dapat menciptakan keunikan baru dalam bahasa sehari-hari mereka, namun pada saat yang sama, bisa juga mengakibatkan hilangnya sebagian kato nan ampek Minangkabau yang turun-temuru. Mencintai budaya sendiri dan ikut melestarikannya, sudah selayaknya kita menjaga dan melestarikan budaya yang ada di Indonesia.

Dalam budaya Minangkabau banyak adat istiadat yang harus diikuti, seperti kato nan ampek itu sendiri.Mengingat masih adanya rasa kesulitan dalam berkomunikasi, hal ini akan membuat masyarakat Minangkabau menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai tanda penghormatan etika dan kesopanan yang tinggi pula. Agar masyarakat Minangkabau dapat memberikan pengetahuan kepada anak-anak dan anggota kelompok yang belum mengetahui budaya. Kemudian memberikan penjelasan tentang istilah “ampek” kepada penerima. Siapa sebenarnya yang perlu kita waspadai? Hal ini untuk menghindari pikiran tentang kekerabatan dalam keluarga Minangkabau.