Opini  

Benarkah Pimpinan DPRD Tanah Datar Terkesan Enggan Memberikan Data Publik?

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako

Paragiah nan indak baunjuakan.” Itulah sebuah ungkapan bijak Minangkabau untuk mengkiaskan sesuatu yang seyogyanya harus diberikan, namun tidak jadi atau dijanji janjikan untuk diberikan.

Kira kira itulah padanan kata yang mungkin tepat disematkan kepada Pimpinan DPRD Tanah Datar yang sepertinya keberatan memberikan data publik berupa Rekapitulasi Penyaluran Dana Pokir atas nama Rony Mulyadi, SE. Dt. Bungsu (Fraksi Gerindra), dan Anton Yondra, SE, MM (Fraksi Golkar) serta Saidani, SP (Fraksi PKS) untuk Tahun 2020, 2021 dan 2022 (yang sudah dientry kedalam sistim) dengan alasan TIDAK ADA, yang disampaikan melalui surat Sekretariat Daerah Pemkab Tanah Datar Nomor: 555/637/Kominfo-2022 tertanggal 08 Desember 2022.

Tak puas dengan jawaban PPID Utama tersebut, maka penulis menghubungi langsung Pimpinan DPRD tersebut secara pribadi melalui media WhatsApp pada 08 Desember 2022.

Respon cepat pada hari itu juga diberikan oleh Wakil Ketua Saidani, SP (Fraksi PKS) dan disusul kemudian oleh Wakil Ketua Anton Yondra, SE, MM (Fraksi Golkar), sementara Ketua DPRD Rony Mulyadi, SE. Dt. Bungsu (Fraksi Gerindra), seperti biasa memilih berdiam diri saja tanpa respon apapun.

“Bagaimana cara menampung dan menyalurkan aspirasi publiknya jika pejabat publik itu sendiri tidak berkenan berkomunikasi sama sekali. Sepertinya tidak etis jadi wakil rakyat jika tidak mau merespon keluhan rakyat. Cocoknya jadi pengusaha saja, cukup komunikasi dengan kalangan internal saja” ujar Wan Labai yang gemas dengan sikap pejabat publik yang emoh dan terkesan pilih pilih (eksklusif) menjalin komunikasi dengan orang lain.

Walau substansi data yang diminta tidak diberikan, Wakil Ketua Saidani, SP dari Fraksi PKS memberikan jawaban bahwa Pokir pimpinan anggota DPRD itu dimasukkan dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), sehingga ia sudah menjadi bagian dari rencana kerja pemda Tanah Datar. Pokok pokok pikiran DPRD akan ditelaah oleh Baperlitbang sehingga akan menjadi program dan kegiatan.

Baca Juga :  Partisipasi Milenial dalam Komunikasi Politik: Hambatan dan Harapan

Seperti yang kita ketahui RKPD itu bersumber dari 1). Hasil Musrenbang, 2) Rencana kerja OPD yang merupakan turunan dari RPJMD yang didalamnya termuat visi dan misi kepala daerah. 3). Pokok pokok pikiran DPRD. RKPD adalah bahan awal untuk menyusun KU PPAS (Kebijakan Umum Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara).

Sementara KUPPAS adalah dasar bagi bupati menyusun Rancangan perda APBD. Begitulah alur RKPD jadi APBD menurut legislator dari Fraksi PKS ini.

Selain itu, seorang anggota DPRD bisa mengetahui dana pokirnya terserap dan akan direalisasikan dengan cara melihat letak dan pagunya di Pembahasan KU PPAS dan Pembahasan RAPBD.

Informasi tambahan, walau kurang relevan dengan pertanyaan yang diajukan diberikan oleh Wakil Ketua Anton Yondra, SE, MM dari Fraksi Golkar yang menyampaikan karena setelah selesai pembahasan APBD dan menjadi Perda, makanya tidak ada lagi nama pokir dalam kegiatan.

Berkenaan dengan fungsi pengawasan DPRD, Anton Yondra, SE, MM menyampaikan kalau pengawasan kegiatan APBD, itu bukanlah hal yang sulit, karena seluruh rincian kegiatan ada dalam APBD, baik lokasi maupun anggarannya.

Nah, kalo tidak sulit, kenapa tidak mau memberikan data rekap berapa banyak kegiatan dari dana pokir anggota dewan itu yang terakomodir dalam APBD, dimana lokasi dan jenis kegiatan serta plafon anggarannya?

Sejatinya publik ingin mengetahui pemetaan distribusi dana pokir Pimpinan DPRD itu. Ke sektor mana dialokasikan, berapa persen alokasi untuk pembangunan fisik dan pembangunan non fisik, ke daerah mana saja dialokasikan, apakah ke daerah kantong suara / konstituen saja atau diberikan merata ke dapil dapil pemilihannya, apakah ada unsur pemerataan pembangunan, kesejahteraan sosial atau ada unsur kepentingan politik / partai dll. Gimana publik mau mengkaji jika data bahan kajian saja ogah diberikan.

Baca Juga :  Irdinansyah Mundur dari Bursa Cabup, Peta Politik Berubah

Sementara karena berdiam diri saja, maka tidak ada informasi yang bisa kami sampaikan kepada publik dari Ketua DPRD Rony Mulyadi, SE, Dt. Bungsu dari Fraksi Gerindra. Mudah mudahan setelah ini ada.

“Apo yang bisa diperdapat publik kalau hanya berdiam diri saja. Sejatinya pejabat publik itu harus informatif dan mampu menjalin hubungan baik dengan beragam kalangan. Apakah motif jadi anggota DPRD hanya untuk kepentingan golongan partai dan sekelompok orang saja? Atau memang tidak punya kapasitas memberikan informasi?” ujar Wan Labai bergumam memaknai sikap Ketua DPRD yang terkesan ogah memberikan informasi.

Agaknya Pimpinan DPRD harus memahami dan melaksanakan tujuan berlakunya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal 3 butir (d) menyebutkan tujuan pelaksanaan KIP adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik, yaitu yang TRANSPARAN, EFEKTIF dan EFISIEN, AKUNTABEL serta DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN.

Artinya, dengan mengabaikan pemberian informasi publik, sama saja TIDAK TRANSPARAN dan dapat dianggap TIDAK MENGHARGAI penerapan UU tersebut dan diduga tidak ada itikad baik untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik di lingkup DPRD Tanah Datar agar transparan, efektif, akuntabel serta dapat dipertanggung jawabkan.

Jika Pimpinan Dewan bekerja ikhlas dan professional, maka seharusnya peran aktif masyarakat dipandang sebagai salah satu elemen positif untuk membantu menaikkan kredibilitas lembaga dewan yang terhormat ini. Jadi, peran aktif masyarakat jangan dipandang sebagai elemen penganggu, justru sebaliknya potensi peran aktif masyarakat disinergikan untuk menciptakan penyelenggaraan Negara yang bersih dan berkualitas.

Di era milenial dan era keterbukaan saat ini, publik mempunyai ekspektasi yang cukup tinggi atas wakil nya di parlemen. Tidak saja memiliki kecukupan finansial, namun juga harus diiringi dengan kompetensi diri, sikap dan akhlak serta kepribadian yang baik, kemampuan interaksi sosial, komunikatif dan memiliki jaringan yang bagus baik di daerah, provinsi dan pusat. Bukan sekedar hasil polesan pemanis tim sorak semata.

Baca Juga :  Menakar "Gaya Komunikasi" Pimpinan Partai Dominan di Tanah Datar: Golkar Paling Transparan!

Seorang wakil rakyat sejatinya harus mampu menumbuhkan kepercayaan publik. Dengan sendirinya jika kepercayaan publik sudah tumbuh, maka mudah bagi seorang wakil rakyat untuk berinteraksi timbal balik dan mudah bagi publik untuk menaruh harapan harapan baru karena kepercayaan (trust) itu sudah terbentuk.

Pimpinan DPRD diharapkan merupakan sosok terbaik, sosok yang membawa perubahan dan inovatif dengan perkembangan hukum dan perkembangan jaman. Sudah selayaknya Pimpinan DPRD menjadi motor penggerak untuk perbaikan kualitas hukum dan peningkatan kualitas ekonomi serta peningkatan kualitas SDM masyarakatnya.

Maka sudah sepatutnya menjunjung tinggi penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik, penerapan Perda Provinsi tentang Nagari, membuat Peraturan Daerah bersama Pemkab Tanah Datar berdasarkan skala prioritas. Ini saja Ranperda inisiatif tentang Hutan Adat belum ada kabarnya ke publik. Eh, Perda tentang Perumda Tuah Sepakat bisa dikebut penyelesaiannya. Mana lebih krusial mendahulukan untuk kepentingan masyarakat atau untuk kepentingan lain?

Tentu publik yang jeli hanya bisa menilai dan memberi pertimbangan kepada publik agar ke depannya lebih cermat memilih wakilnya di DPRD. Tinggalkan wakil rakyat yang tidak bisa berbuat banyak dan tidak bisa menumbuhkan kepercayaan publik dan diganti dengan calon baru yang lebih kompeten.

Oleh karena itu, pileg 2024 adalah sarana yang tepat dan legitimate untuk memilih wakil rakyat yang berkualitas dan berbobot. Jangan sampai mendudukkan wakil yang tidak kompeten ibarat “tabali lado pagi” sehingga nantinya bisa berujung pada kondisi “tungkek mambaok rabah” yang akan terus menjadi preseden buruk bagi penegakkan UU Keterbukaan Informasi Publik yang sudah berumur 14 (empat belas) tahun ini, Peraturan tentang Nagari, penguatan tentang ABS SBK, Peradilan Adat, dll.

Semoga nantinya publik Tanah Datar mendapatkan wakilnya yang berkualitas, yang memiliki sikap bak kiasan “Alu tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati.” (*)