Beberapa Tradisi Lebaran Di Saruaso, Tanah Datar

Oleh: Muhammad Karim, Mutia Rahma Putri dan Khairanis

(Mahasiswa TBI IAIN Batusangkar)

Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki berbagai macam jenis kebudayaan dan tradisi yang berbeda.  Namun perbedaan inilah yang membuat Indonesia bersatu dan memiliki keunikan tersendiri. Begitu juga halnya di Sumatera Barat, apalagi Kabupaten Tanah Datar yang merupakan Liak Nan Tuo yang merupakan pusek jalo pimpinan ikan.

Tanah Datar memiliki beberapa keunikan tersendiri pada setiap  daerahnya dalam merayakan lebaran. Berakhirnya bulan suci Ramadan disambut dengan suka cita oleh umat Islam. Dengan berakhirnya Ramadhan, maka datanglah Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal. Berbagai cara dilakukan umat Islam menyambut hari yang penuh kegembiraan ini. Tidak saja dengan pakaian baru, bermacam-macam kue, hidangan makanan, perkakas rumah baru dan sebagainya, akan tetapi tradisi yang tumbuh di tengah umat Islam pun beragam.

Jika Anda, mungkin seusai salat Idul Fitri akan sungkem pada kedua orang tua, kemudian salam-salaman dengan sanak saudara. Kalau di tempat kami, di jorong Saruaso Timur, Nagari Saruaso, ada tradisi unik yang dilakukan anak-anak seusai salat Idul Fitri. Namanya Manambang. Saat ini, hampir semua anak-anak secara berombongan akan pergi berkeliling untuk mengunjungi rumah-rumah warga sekitar.

Manambang merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan anak-anak di saat momen hari raya Idul Fitri tiba. Setelah sholat Ied, anak-anak akan bergerombol bertamu ke setiap rumah. Dan pihak tuan rumah biasanya akan memberikan sejumlah uang sebagai THR. Kegiatan ini akan melatih anak untuk belajar bersosialisasi dengan orang lain.

Selain tradisi manambang ada juga tradisi lain yaitu Pulang Basamo atau pulang bersama dari rantau. Pulang Basamo adalah pulangnya para perantau Minang ke kampung halaman secara bersama-sama. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh ikatan keluarga Minang di tanah rantau. Nuansa kekerabatan, persaudaraan, serta kepedulian terasa sangat kental dalam momen ini. Bisa dikatakan sudah sangat mendarah daging. Bahkan orang Minang akan patungan ongkos jika ada anggota kekerabatan yang kesulitan untuk bisa pulang basamo

Baca Juga :  Progul 'Makan Rendang' Kurang Sosialisasi, Rentenir Merajalela di Tanah Datar

Sesampainya di tanah Minang, para masyarakat akan menyambut kedatangan para perantau dengan penuh suka cita. Terkadang mereka juga memasang spanduk ucapan selamat datang. Selain bersilaturahmi, di kampung halaman ini para masyarakat dan perantau biasanya akan menggelar acara hiburan dan bakti sosial serta mengumpulkan dana yang kemudian digunakan untuk membangun kampung. 

Tradisi lainnya yaitu Gema Takbir fi Surau dan Masjid  Seperti halnya di daerah lain di Indonesia saat menyambut dan merayakan hari Idul Fitri. Gema takbir tak henti-hentinya berkumandang dari surau-surau dan masjid-masjid. Suasana penuh bahagia menyambut hari kemenangan lewat lantunan takbir ini akan berlangsung hingga subuh menjelang. Tak hanya itu, anak-anak dan para pemuda biasanya berkeliling kampung sambil melantunkan takbir. 

Selanjutnya adalah tradisi yang tak mungkin dilupakan oleh banyak orang yaitu Hidangan Makanan Lebaran. Orang Padang terkenal dengan masakannya yang bercita rasa lezat. Nah, di momen Idul Fitri ini biasanya akan tersaji banyak aneka kuliner khas Sumatra Barat yang menggiurkan. Bahkan masyarakat Minang rela menghabiskan dana lebih untuk bisa menyajikan hidangan terbaik bagi keluarga dan para tamu. 

Kemudian kita lanjut dengan tradisi kebanggaan orang Minang yaitu Marandang. Dalam bahasa Minang dapat diartikan sebagai kegiatan memasak rendang. Rendang sendiri dikenal sebagai makanan khas Minangkabau yang berbahan dasar daging sapi atau kerbau dan berwarna gelap. Namun ternyata di daerah asalnya, rendang merupakan sebuah tingkatan dalam memasak makanan hingga kering. Untuk mencapai tingkat rendang, harus melewati  gulai  dan  kalio  terlebih dahulu.

Gulai adalah tahapan saat (masakan) masih terendam dengan santan. Biasanya disantap sebagai sayuran. Sedangkan untuk kalio, kuah santan dimasak hingga menjadi kental. Dan saat kuah santan yang dimasak telah kering, itulah yang disebut dengan (tingkat) rendang.

Baca Juga :  Yuni Darlis Caleg Partai Nasdem Tanah Datar Dapil I Gelar Wirid Yasinan

Tradisi lain yang ada di Saruaso ini adalah Pai Bado’a (pergi berdoa). Tradisi ini biasanya dilakukan pada hari raya Idul Fitri. Pai badoa ini dilaksanakan oleh orang dari surau atau mushola baik dia itu ustad, gharim atau panitia dari mushola tersebut.

Orang dari surau tersebut akan mengunjungi setiap rumah masyarakat dan syarat orang surau tersebut pergi berdoa ke rumah kita dengan membayar ‘uang talam,’ yang dibayar pada saat bulan Ramadhan. Jika kita tidak ada membayar ‘uang talam,’ maka orang dari surau tersebut tidak akan mengunjungi rumah kita untuk berdoa.

Orang yang pergi berdoa tersebut juga dihidangkan nasi dan kue-kue hari raya. Orang surau tersebut memulai pergi berdoa setelah shalat Eid. Pergi berdoa bertujuan untuk mendoakan orang yang ada di rumah tersebut dan bersilaturahmi dengan orang di rumah tersebut.

Setiap tradisi yang ada di Indonesia ini memiliki filosofi serta makna mendalam. Tradisi ini juga menceritakan mengenai budaya serta toleransi beragama yang ada di negara kita. Selain itu melalui keunikan ini, kita juga diingatkan untuk menjaga warisan budaya kita ini. (Red/Jm).