Sebuah Refleksi Oleh: Irwan Malin Basa (Dosen IAIN Batusangkar)
Pilantropi atau kedermawanan sosial tidak hanya milik kaum berduit saja. Kecenderungan untuk berbuat baik dan berbagi antar sesama bisa muncul dari siapa saja. Tidak mesti kaya, sukses dan crazy rich. Pilantropi adalah sentuhan jiwa terhadap sesama.
Selama ini kita mendengar banyak tokoh tokoh pilantropi di dunia yang sudah menyumbangkan harta mereka kepada orang orang yang membutuhkan. Sebutlah misalnya Bill Gates, Hendry Ford, Muhammad Al-Fayed dan lainnya. Mereka menyumbangkan harta mereka jutaan dolar untuk kaum yang membutuhkan.
Tapi banyak para pilantropis tersebut mau menyumbang ketika harta sudah melimpah. Wajar! Bagaimana jika ada seseorang yang hanya sebagai pedagang kecil yang beromset ratusan ribu saja, mau menyumbang secara gratis untuk kaum atau kelompok tertentu?
Tentu saja orang orang inilah yang perlu diacungi jempol sebagai pilantropis yang mulia. Tak mesti kaya baru kemudian menjadi seorang pilantropis.
Sebuah contoh kecil saja. Saya tersentuh melihat seorang pedagang gorengan dan jajanan anak anak di daerah Lima Kaum, Batusangkar. Apa yang menarik?
Di atas etalase dagangan nya, dipajang sebuah pengumuman “Yatim Piatu Silakan Pilih, Gratis.” Saya memaknai pengumuman tersebut bahwa bagi anak yatim piatu pilih mana yang suka tanpa harus membayar.
Ketika saya tanya kepada pemilik dagangan tersebut memang begitu adanya. Luar biasa sekali. Betapa tidak, dagangan gorengan dan jajanan anak anak yang dia jual hanya seribu rupiah per tusuk tapi penjualnya sudah menjadi seorang pilantropis yang mulia.
Pernahkah kita, yang memiliki kelebihan harta jauh di atas mereka membuat pengumuman seperti pedagang kecil tersebut? Kalau belum, kita patut merasa malu padanya.
Kedermawanan sosial memang tidak mengenal status sosial. Siapa saja bisa! Tak perlu menunggu menjadi “sultan” atau crazy rich untuk menjadi seorang pilantropis. Ayo kita ikuti juga langkah pedagang kecil tersebut. (*)