Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
Kawasan Gedung DPRD Tanah Datar sebagai gedung tempat para wakil rakyat yang terhormat bekerja tentu selayaknya mendapatkan fasilitas terbaik. Bak kata pepatah Minang “nan lahia manunjuakan nan bathin”. Demikian juga halnya dengan fasilitas untuk beribadah.
Sayangnya pada kunjungan kami pada hari Selasa, 13 September 2022 ke Gedung DPRD Tanah Datar di Pagaruyung yang terlihat megah dari luar ini, di pojok belakangnya ditemui kondisi Mushalla yang tergembok dan tangga yang kotor. Diduga fasilitas Mushalla ini sudah lama tidak dipergunakan dan di bagian lantai dasarnya terlihat seperti ada pekerjaan proyek.
Wakil Ketua DPRD Anton Yondra, SE, MM saat ditanyakan perihal tersebut langsung merespon dan memberikan jawaban lewat media WA bahwa renovasi Mushalla tersebut baru dianggarkan dalam Perubahan APBD Tahun 2022 karena ada sedikit perbaikan yang harus dilakukan, dan dalam waktu dekat ini akan bisa dimanfaatkan kembali.
Selain itu Kabag Umum Sekretariat DPRD TD, Suripto turut merespon dengan cepat bahwa Mushalla tersebut sedang diperbaiki. Untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan beribadah, Mushalla dipindahkan ke bawah dan lantai dua akan dipakai untuk record centre kearsipan.
Namun begitu di lokasi Mushalla tidak ada papan atau lembar informasi bahwa sedang ada renovasi Mushalla dan tidak ada informasi pengalihan tempat beribadah sementara (pengganti) sebagaimana layaknya informasi bila ada sebuah pekerjaan renovasi di suatu tempat.
Sayangnya Ketua DPRD Tanah Datar H. Rony Mulyadi, SE Dt. Bungsu saat ditanya perihal Mushalla ini tidak memberikan respon sama sekali sampai tulisan ini dipublikasikan. Tidak ada respon bahkan untuk sekedar mengklarifikasi bahwa pertanyaan itu akan dijawab oleh asistennya atau menjawab agar menghubungi wakil atau bagian kesekretariatan misalnya.
Menjadi pertanyaan besar akan sikap yang dilakukan oleh seorang politisi yang sejatinya politisi itu harus lebih mengutamakan seni berkomunikasi kepada publik daripada pendekatan secara prosedural ataupun pendekatan secara kekuasaan (pimpinan).
Bukankah seorang Ketua DPRD harus tahu situasi gedung yang dipercayakan tanggung jawab pengelolaannya kepada Pimpinan DPRD? Setidaknya Pimpinan DPRD harus tahu rumah tangga kesekretariatan DPRD. Harus punya kemampuan mengelola rumah tangga (baca: operasional) gedung DPRD. “Caliak caliak sakali sakali kaliliang ruangan dan pekarangan DPRD tu” ujar Wan Labai yang mulai nongol lagi ke publik.
Sebagai seorang public figure, sudah selayaknya seorang politisi mampu membina komunikasi publik secara professional dengan masyarakat. Mampu mengeyampingkan ego dan harus punya seni berkomunikasi yang disukai publik.
Bagaimana jadinya jika seorang yang ditokohkan dan kabarnya berkeinginan maju ke DPRD Provinsi atau mungkin saja ke DPR RI, akan tetapi komunikasi publiknya masih kaku dan terkesan ogah menghadapi beragam karakter publik? Apa yang bisa diperbuat untuk kabupaten dan publik Tanah Datar nantinya?
Kelola lah dulu gedung DPRD dan perbaiki tata layanan administrasi serta sistim yang baik di DPRD sehingga bisa jadi prestasi untuk diketahui ke publik Tanah Datar di kampung halaman dan di perantauan.
Kami mengharapkan tulisan kali ini sebagai bentuk kritikan yang dipandang positif jika memang tetap berkeinginan untuk mewakili kepentingan publik baik di tingkat provinsi maupun di skala nasional. Jika tidak, tentu lebih baik mengurungkan niat untuk melangkah ke tingkat yang lebih tinggi agar publik kelak tidak kecewa dengan pilihannya jika ikut memilih.
Kita bangga membaca tulisan di sebuah media nasional baru baru ini (tgl 13 September 2022) bahwa ketua DPRD di Lumajang mundur dari jabatannya karena tidak hafal Pancasila. Patut ditiru sikap sportif nya!
Mengapa pejabat publik sering dan boleh selalu untuk dikritisi? Karena mereka digaji oleh negara, mewakili kepentingan publik dan harus berbuat untuk masyarakat. Kantor DPRD dan juga orang orang yang duduk di dalamnya (anggota DPRD) adalah etalase Tanah Datar karena mereka dipilih oleh masyarakat Tanah Datar sendiri.