Oleh: Muhammad Intania (Advokat)
Upaya Recovery Pasca Bencana Galodo Mei 2014 sepertinya luput dari perhatian DPRD, padahal itu masalah yang sangat kompleks. Tentu mereka (anggota DPRD) tahu Persoalan tersebut karena bencana Galodo mendapat atensi sampai ke tingkat nasional. Apakah DPRD sekarang sudah seperti CCTV?: hadir di tempat, tapi hanya merekam tanpa bertindak?” Semoga tidak!
Tim Perumus Catatan Strategis DPRD Kabupaten Tanah Datar telah mengeluarkan 36 rekomendasi atas Laporan Keterangan Pertanggung-jawaban (LKPJ) Bupati Tanah Datar Tahun 2024, sehingga dilaksanakanlah agenda formalitas rapat paripurna untuk menyampaikan rekomendasi DPRD Tanah Datar atas LKPJ Bupati Tanah Datar tahun 2024 tersebut di gedung DPRD Tanah Datar nan megah pada Kamis, 10 April 2024 yang dihadiri 28 anggota DPRD dari total 35 anggota DPRD terpilih (80% kehadiran).
Kali ini penulis hadir memberikan informasi dan pendapat / opini diluar 36 rekomendasi tersebut agar bisa memberi perspektif lain dalam menambah wawasan netizen yang peduli dengan daerah dan nagarinya masing-masing.
Tulisan ini jangan dipandang sebagai tindakan yang merendahkan kinerja lembaga DPRD Tanah Datar, namun sebaiknya perlu dipandang sebagai upaya koreksi dari publik untuk melengkapi hal hal yang luput dari pandangan DPRD Tanah Datar dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar.
Dari pengamatan penulis, secara kuantitatif jumlah 36 rekomendasi atas LKPJ Bupati Tahun 2024 ini lebih banyak dibanding rekomendasi atas LKPJ Bupati Tahun 2023 sebanyak 19 rekomendasi / catatan strategis. Namun, menurut pandangan penulis, banyaknya catatan strategis itu bukan berarti telah menggambarkan pihak DPRD telah bekerja serius dan berkualitas, karena kalau diperhatikan bobot kualitatif catatan strategis tersebut tidak bagus bagus amat dan banyak isu krusial daerah yang luput untuk dibahas.
Justru dengan semakin banyaknya temuan dalam catatan strategis itu telah menggambarkan lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan lembaga terhormat ini sehingga harus menjadi “temuan” di akhir periode. Padahal jika dicermati, ada isu isu awal dan tengah tahun yang bisa diperbaiki dan “di closing” oleh eksekutif Pemkab Tanah Datar selama dilakukan pengawasan melekat oleh DPRD, contohnya masalah tapal batas wilayah, masalah pengadaan barang dan jasa, transparansi pelaksanaan kegiatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dll yang masih tidak jelas endingnya.
Namun begitu, apa yang telah dilakukan tim perumus tetap perlu diapresiasi, yang menandakan tim telah bekerja, walau ada isu isu krusial yang luput untuk di bahas.
Adapun hal-hal / isu isu krusial yang terlupakan oleh DPRD Tanah Datar ini diantaranya sebagai berikut:
- Tidak ada evaluasi terhadap rekomendasi DPRD tahun sebelumnya (2023), sehingga tidak jelas mana yang sudah ditindaklanjuti Pemkab Tanah Datar, mana yang tidak dikerjakan sama sekali dan mana yang masih on progress.
- Tidak ada bahasan tentang upaya recovery atas dampak bencana galodo bulan Mei 2024 lalu.
- Tidak ada bahasan atas isu indikasi korupsi Alkes di RSUD Ali Hanafiah dimana kasusnya masih ditangani oleh Polda Sumbar, dimana ketika sebuah alat kesehatan tidak bisa dipakai tepat waktu, sudah jelas merugikan masyarakat pengguna fasilitas kesehatan bahkan jiwa pasien.
- Tidak ada bahasan mendalam atas kerugian yang dialami oleh Perumda Tuah Sepakat, tidak didalami kenapa hal itu terjadi yang mana kerugiannya sudah berlangsung selama 3 tahun. Tidak ada upaya membentuk pansus sehingga seolah olah ada pembiaran dari lembaga DPRD, padahal kerugian uang negara/daerah tersebut sudah menjadi atensi Kejaksaan Negeri Tanah Datar.
- Tidak ada bahasan mendalam tentang isu batas wilayah yang sudah jadi atensi sejak tahun 2023 lalu.
- Tidak ada bahasan tentang isu infrastruktur jalan provinsi dan jalan kabupaten yang sudah rusak parah.
- Tidak ada bahasan tentang penguatan hukum adat dan regulasi terkait lainnya sehingga terkesan ada pembiaran atas tanah ulayat, tanah hutan adat, pembiaran atas berkembangnya narkotika, LGBT, pergaulan bebas, dll.
Upaya Recovery Pasca Dampak Bencana Galodo Mei 2024 Mengapa Tidak Disorot?
Sebagaimana diketahui bahwa dampak bencana galodo meninggalkan kerusakan parah pada infrastruktur jembatan, jalan, rumah penduduk, lahan sawah dan kebun, dampak sosial dan psikologis serta meninggalkan trauma mendalam bagi para korban yang kehilangan sanak keluarganya.
Di bidang perekonomian, terjadi penurunan ekonomi dan perlambatan daya beli masyarakat. Salah satu penyebabnya karena lambannya pemerintah mengatasi perbaikan jalan dan jembatan sehingga terjadi perlambatan perekonomian dan menciptakan ekonomi biaya tinggi bagi petani dan pelaku usaha.
Akses jembatan darurat dan jalan rusak setidaknya telah berkontribusi signifikan mempengaruhi kelancaran dalam mengangkut hasil pertanian dan perdagangan serta wisatawan yang akan berkunjung ke Tanah Datar.
Maka tidak salah pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanah Datar di tahun 2024 mengalami perlambatan dari 4,4 % menjadi 3,85% saja. Inilah sebenarnya tugas utama Pemerintah Daerah dan para wakil rakyat untuk segera bertindak cepat mengembalikan pertumbuhan ekonomi menjadi pertumbuhan yang positif.
“Alah jaleh ekonomi lesu, makanya pejabat daerah jangan sibuk pencitraan melulu dan para anggota DPRD jangan mikir mau keluar kota mana lagi berbalut kunker dll pakai APBD” gumam Wan Labai tersenyum kecut.
Diprediksi jika sampai Mei 2025 (genap 1 tahun bencana Galodo) belum juga ada realisasi perbaikan jembatan dan jalan terdampak Galodo, maka sebaiknya Pemerintah Daerah tidak perlu lagi membuat monumen mengenang bencana Galodo 2024. Cukup pertahankan saja jembatan rusak. Toh para perantau waktu mudik Lebaran kemarin bisa melihat dan merasakan dampak bencana Galodo dari jalan dan jembatan yang dilalui mereka.
Sudah pula dibangun oleh Pemerintah Pusat melalui Dirjen Perumahan Kementerian PUPR RI berupa Perumahan Relokasi Terpadu Kabupaten Tanah Datar di daerah Ladang Laweh, Kecamatan Rambatan, namun hingga saat ini belum terisi atau belum diserahterimakan. Dimana kehadiran dan kepedulian serta tanggung jawab Pemkab Tanah Datar dan DPRD Tanah Datar?
Sementara itu setidaknya ditemui 5 jembatan rusak di wilayah kecamatan Lima Kaum dan Kecamatan Pariangan. 2 diantaranya menggunakan jembatan Bailey yang konon kabarnya disewa per 6 bulan. Semakin lama dipakai tentu semakin bertambah sewanya. Sementara fungsi jembatan tersebut adalah jembatan yang sifatnya sementara.
Jadi, sebenarnya tidak ada alasan pembenar (lagi) bagi Pemerintah Daerah dibawah kepemimpinan Bupati Eka Putra karena telah melanjutkan pemerintahan sebelumnya, juga tidak ada alasan mengkotak-kotakkan bahwa jembatan ini dan jalan itu dibawah kewenangan provinsi atau pusat atau apalah. Cukup buktikan segera diperbaiki karena bulan Mei 2025 akan genap berumur 1 tahun.
Networking Bupati Eka Putra perlu dibuktikan ke pusat dan ke provinsi untuk percepatan pembangunan disertai dengan kemampuan merangkul anggota DPRD Tanah Datar dan anggota DPRD Provinsi tanpa sekat sekat untuk sama sama merealiasikan percepatan pembangunan secara terukur dan jelas tenggat waktunya. Tidak ada alasan juga kurngnya perhatian pemerintah pusat karrena saat ini pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sudah hampir “sewarna” dengan partai pemenang Pilkada Tanah Datar. Tinggal tunjukkan kemampuan lobinya kepada masyarakat!
“Indak usah pencitraan, 1 tahun berlalu tanpa ada realisasi menjadi pertanda ketidakmampuan melobi keluar untuk pembangunan daerah dan untuk kesejahteraan masyarakatnya” gumam Wan Labai mematut matut kinerja pejabat yang tidak terukur dan sibuk poles-poles pencitraan sana sini.
Semakin lama pengerjaan jalan dan jembatan, maka semakin lama pertumbuhan ekonomi kembali membaik, maka semakin jelas terbaca ketidakmampuan pemerintah daerah dibawah kepemimpinan baru Eka Putra – Ahmad Fadli dan DPRD Tanah Datar untuk menormalkan keadaan dan meningkatkan perekonomian serta daya beli masyarakatnya.
Bersambung…..tunggu serial berikutnya