Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Ketua ‘SIAP’ Kabupaten Tanah Datar
Pendaftaran Calon Legislatif (Caleg) DPRD Provinsi masih lama. Dijadwalkan nanti pada tgl 1-14 Mei 2023 dan penetapan Daftar Caleg Tetap (DCT) dijadwalkan pada 11 Oktober 2023. Tapi bagi politisi waktu satu tahun tidaklah lama. Apalagi yang belum miliki persiapan yang matang.
Walaupun tak terlalu lama, namun sejatinya bagi caleg yang memiliki syahwat politik untuk duduk menjadi seorang legislator dirasa waktunya semakin dekat. Buktinya, sudah banyak yang telah melakukan pemanasan (warming up) kepada publik seperti kata kiasan Minang: calak calak ka ganti asah, malakik tukang tibo.
Untuk DPRD Provinsi Sumatera Barat, jika penetapan Daerah Pemilihan (Dapil) Pileg 2024 tidak berubah, maka Kabupaten Tanah Datar (TD) dan Kota Padang Panjang (PP) masuk dalam Dapil Sumbar 6 bersama daerah lain seperti Dharmasraya, Sijunjung dan Sawahlunto. Disinilah target konstituen utama para caleg yang berasal dari TD dan PP nantinya.
Dari lalu lintas informasi di media sosial dan media online, dan juga “sorak sorai” broker politik lokal, kita mendengar saat ini ada beberapa kandidat yang akan ikut bersaing. Sebutlah H. Zuldafri Darma, SH dari Partai Golkar, Rony Mulyadi, SE Dt. Bungsu yang diperkirakan akan maju dari Partai Gerindra. Kabarnya, ada juga Adrijinil, SH MH dari Partai Nasdem, Indra Gunalan dari PKB. Semuanya adalah putra putri terbaik Tanah Datar.
Yang menarik disimak adalah bagaimana peluang Zuldafri Darma dan Rony Mulyadi Dt Bungsu. Namun Tulisan kali ini tidak akan membahas profil kedua calon tersebut secara head to head karena memang belum saatnya untuk dibahas.
Dari kacamata kepentingan kedaerahan, siapapun caleg yang dirasa mampu untuk membawa kepentingan daerah, maka pilihan suara publik TD dan PP sangat menentukan untuk mengantarkan mereka menduduki kursi legislatif di DPRD Provinsi Sumatera Barat nantinya. Kalau bisa semakin banyak caleg dari daerah TD dan PP yang duduk di DPRD Provinsi, maka diharapkan akan semakin banyak kepentingan publik, perhatian dan kegiatan serta alokasi dana pokir DPRD Prov untuk TD dan PP terakomodir. Dengan catatan jika setelah duduk mereka tidak lupa dengan komitmennya kepada daerah, hehehe.
Untuk itu publik harus tahu dulu dengan motif dan motivasi seorang caleg untuk maju berkompetisi dan bilamana perlu seorang caleg harus berani menanda-tangani pakta integritas untuk melaksanakan komitmen komitmen jika terpilih nantinya.
Namun bisakah kedua caleg diatas berpeluang menduduki kursi DPRD Provinsi Sumbar?
Ditinjau dari sisi kepartaian, kedua caleg diatas berpeluang besar mendapat dukungan dari partainya masing masing dan mendapat “restu” dari pimpinan partai diatasnya. Diharapkan juga mendapatkan dukungan dari pengurus untuk menggerakkan mesin partai untuk mendukung caleg tersebut hingga ke simpul simpul partai.
Dari sisi kompetisi di internal partai, agaknya H. Zuldafri Darma, SH agak terbantu karena akan menggantikan posisi Ir. H. Hendra Irwan Rahim, MM yang rencananya akan maju ke DPD RI. Artinya H. Zuldafri Darma, SH secara internal partai tidak ada rivalitas kuat. Sementara H. Rony Mulyadi SE Dt. Bungsu diperkirakan akan berhadapan dengan Mesra (incumben) sesama 1 partai jika Mesra memutuskan berkompetisi lagi di DPRD Provinsi. Ada juga tersebut nama Yulius Kaisar (Wakil Ketua DPRD Padang Panjang). Belum lagi nama lain yang akan muncul nanti.
Dari sisi kompetisi terbuka, tentu semua caleg dari beragam partai akan berkompetisi satu sama lain. Sudah pasti akan berkompetisi juga dengan para petahana yang sudah lebih dulu paham seluk beluk dinamika dalam berkompetisi termasuk berkompetisi dengan para pendatang baru yang belum diketahui profilnya.
Namun fakta juga menunjukkan ada petahana yang gugur untuk berkompetisi di periode berikutnya dengan beragam sebab, baik karena kepentingan partai, elektabilitas dan popularitasnya jeblok karena “track record” prestasinya berwarna merah atau karena masalah etika dan moral atau karena sebab lain.
Selain dukungan partai, dukungan keuangan dan dukungan koneksitas baik secara horizontal maupun secara vertikal turut memegang peranan penting. Jika caleg tidak bijak “mambalanjokan pitih” untuk kegiatan operasional di lapangan dan tidak pandai membina dan menjaga hubungan baik, maka niscaya dukungan secara kepartaian dan akar rumputnya akan sia sia.
Pengaruh dari dinamika kebijakan partai di pusat akan turut berimbas mempengaruhi konstelasi politik dan elektabilitas caleg di daerah.
Di era milenial ini, peran media sangat dominan mempengaruhi pola pikir publik, untuk itu perlu dipikirkan untuk memakai jasa media yang kredibel karena pada 2024 ini masih banyak ceruk swing voter dan pemilih rebahan yang dapat dirangkul dan di “brainstroming” untuk memilih caleg tersebut.
Kolaborasi influencer dengan media serta konsultan politik sangat memegang kendali untuk “memberi warna” sang caleg. “Hitam putihnya” caleg di mata netizen berada di tangan mereka. Bayangkan efektivitas peran informasi digital yang langsung masuk ke benak para netizen yang berduplikasi terus menerus tanpa buang waktu dan buang energi.
Selain itu figur ketokohan seorang caleg itu sendiri turut menentukan arah pemilih memutuskan pilihannya. Jika publik menilai seorang caleg tersebut kurang cakap, tidak ada prestasi yang menonjol dibuat selama ini serta tidak berani menghadapi publik dan cenderung selalu “meminta arahan” alias punya ketergantungan / tidak independen, maka akan butuh lama untuk meyakinkan publik serta bisa bisa diserobot suaranya oleh caleg kompetitor lain.
Jadi walaupun secara individu dan secara kepartaian sudah mendukung sang caleg disertai back up keuangan yang memadai, namun jika hasil survey internal partai dan hasil survey publik tidak mendukung, maka objektif lah untuk mengambil sikap sebelum terjadi “minyak habih samba tak lamak” tapaso samba tu diagiahkan ka kuciang aia se lai, hehehe.
Namun survey survey tersebut juga dapat dilakukan secara berkala untuk mengetahui tren grafik turun naiknya elektabilitas dan publisitas sang caleg dan partainya dari rentang waktu yang berbeda. Kalau hasilnya cenderung turun dari waktu ke waktu, maka lebih baik mundur daripada keuangan terkuras.
Jangan hanya karena menuruti syahwat untuk duduk di DPRD Provinsi dengan motif dan motivasi yang salah akan berakhir pada penyesalan nantinya. Ukurlah terlebih dahulu berapa jaringan yang sudah kita buat. Kerja politik adalah kerja kelompok (team work), bukan kerja pribadi, kerja jabatan, kerja profesional.