Opini  

Kenaikan BBM, Inflasi, Stagflasi dan Arah Kebijakan Anggaran Kab. Tanah Datar

Opini Oleh: Dedi Irawan, A.Md
Anggota Fraksi Perjuangan Golkar
DPRD Kabupaten Tanah Datar

Kenaikan BBM kembali hadir di tengah masyarakat Indonesia per 3 September 2022. Ini merupakan kenaikan BBM yang ke-7 (ketujuh) di sepanjang era pemerintahan Jokowi dengan alasan tidak kuatnya APBN dalam memberikan subsidi. Seperti kita ketahui bahwa sampai tahun 2004 Indonesia masih menjadi Negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC sebagai organisasi Negara Negara pengekspor minyak di dunia. Namun semenjak tahun 2005 Indonesia sudah harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan energi BBM masyarakat Indonesia.

Demikian juga halnya di Kabupaten Tanah Datar, kenaikan BBM yang tidak bisa dihindari ini akan menjadi penyumbang utama inflasi dimana secara otomatis akan terjadi kenaikan ongkos produksi yang berdampak pada kenaikan harga barang barang kebutuhan pokok masyarakat dan barang barang lainnya termasuk biaya distribusi barang barang tersebut.

Dan ketika inflasi terjadi, langsung berdampak kepada terjadinya penurunan kemampuan daya beli masyarakat (low purchasing power parity) dan uang yang beredar di masyarakat akan berkurang nilainya. Tentu hal ini berdampak kepada melambatnya pertumbuhan ekonomi dan makin sulitnya kehidupan masyarakat di Kabupaten Tanah Datar khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Menurut pandangan kami, Pemerintah Kabupaten Tanah Datar harus menyikapi situasi yang akan terjadi sesuai pepatah “maminteh sabalun hanyuik” dalam kacamata menyepakati kebijakan anggaran dan kebijakan publik lainnya secara smart dan tepat sasaran, mengurangi syahwat seremonial dan mengurangi program program yang tidak memiliki nilai ekonomi serta melakukan upaya efisiensi yang terukur di segala bidang operasional kepemerintahan.

Dalam pemikiran kami saat ini, walaupun masyarakat di kabupaten Tanah Datar mayoritas warganya adalah petani, tentu tidak merasakan betul dampak dari inflasi karena kebutuhan bahan pokoknya hampir terpenuhi sendiri, tetapi bagaimana dengan kebutuhan minyak goreng, tepung terigu atau gula yang tidak bisa diproduksi sendiri? Jika harganya naik karena kenaikan BBM tentu akan membebani masyarakat. Sama halnya dengan kebutuhan pokok dalam proses bertani menyangkut pupuk dan pestisida yang harganya turut naik karena menyesuaikan dengan kenaikan BBM.

Baca Juga :  Tarik Ulur Pasangan untuk Pilkada Tanah Datar

Pemerintah Tanah Datar harus mawas diri menyikapi situasi ini dengan cara membuat kebijakan kebijakan yang tepat sasaran sesuai visi misi pemerintah, bukan hanya sekedar mengikuti syahwat belaka.

Pemerintah Tanah Datar dari sekarang sudah harus menyusun strategi bagaimana menjamin ketersediaan bahan pokok dan mengontrol harga di pasar secara akuntabel.

Pemerintah Tanah Datar diharapkan untuk meng-hold (menunda) dulu kebijakan kenaikan pajak dan retribusi karena kebijakan ini justru akan menambah beban masyarakat Tanah Datar sendiri.

Pemerintah Tanah Datar harus mengkaji ulang kebijakan kebijakan yang tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi (has no high economic value) seperti penyertaan modal ke Perusda Tuah Sepakat yang belum terukur Return of Invesment (ROI) nya dan perannya dalam mendukung progul Era Baru khususnya di bidang pertanian atau program program lain yang belum terukur pencapaiannya. Caranya menyiapkan program program baru untuk kelancaran proses bertani seperti memberikan subsidi pupuk dan subsidi pestisida agar terjangkau oleh masyarakat petani, menjamin ketersediaan pupuk subsidi sampai ke petani, menyerap hasil tani dengan harga yang kompetitif dan menyalurkan hasil tani dengan terencana dengan tujuan akhir untuk menjamin proses tani dari hulu hingga hilir secara akuntable yang dengan sendirinya akan menjaga stabilitas pergerakan perekonomian di nagari nagari.

Jika inflasi tidak terkendali dan bahkan mencapai titik stagflasi (periode dimana inflasi dan konsraksi terjadi secara bersamaan) maka dikhawatirkan jumlah masyarakat miskin tidak terkendali dan dapat mengalami peningkatan yang luar biasa sebagaimana pernah terjadi di Inggris pada tahun 1965 dan di Amerika Serikat pada tahun 1974. Tentu hal ini akan menjadi pelajaran berharga walaupun sulit bagi kita membandingkan dengan kedua Negara tersebut secara head to head, akan tetapi setidaknya bisa menjadi pedoman kita bersama untuk melakukan antisipasi agar hal itu tidak terjadi melalui pembuatan kebijakan program program yang tepat sasaran agar kita bisa terhindar dari dampak inflasi yang luar biasa ini.

Baca Juga :  Menilai Kepatuhan Hukum Masyarakat Indonesia: Sudah Tercapai atau Masih Berkembang?

Untuk itu peran pemerintah sangat menentukan arah kemajuan ekonomi dan ketahanan ekonomi yang akan datang. Andai inflasi menggila, masyarakat miskin bertambah banyak, ekonomi tidak bergerak. Jika anggaran daerah tidak dibuat dengan cermat dan penuh perhitungan, entah apa jadinya daerah kita ini. Bisa saja akan bertemu dengan pepatah Minang; sudah jatuh tertimpa tangga pula. (*)