Jejak Seorang Maestro Budaya; A.H.Dt.Rangkayo Sati dari Pariangan

Jurnalminang.com. Salah seorang maestro budaya yang cukup terkenal dari Pariangan adalah Abdul Hamid Dt.Rangkayo Sati. Beliau lahir di Pariangan pada th 1926 dan wafat pada tahun 2012 di Pariangan. Ibunya bernama Sarini suku Koto dan ayah nya bernama Aji.Dt.Rajo Api suku Malayu. Keduanya berasal dari nagari Pariangan. Abdul Hamid Dt.Rangkayo Sati memiliki 7 orang putra putri. Istrinya bernama Siah suku Dalimo Panjang. Beliau juga memiliki dua orang saudara perempuan yaitu Sarini, Jiah.

Masa kecil beliau dihabiskan untuk mempelajari ilmu adat, ilmu pengobatan, seni budaya dan ilmu agama. Beliau mempraktekkannya dan mengajarkannya kepada siapa saja yang mau mempelajari ilmu tersebut tanpa mengenal lelah. Ratusan orang dan mungkin sudah ribuan orang murid beliau baik dari nagari Pariangan maupun dari luar daerah dan luar provinsi. Beliau juga sering menjadi penengah termasuk seorang juru runding yang handal ketika terjadi sengketa adat, baik di Pariangan, di Pagaruyung, dan di Luak Nan Tigo secara keseluruhan. Ilmu hukum adat dan sejarah Minangkabau benar benar beliau kuasai. Tak ada runding yang tak selesai Dengan beliau.

Keahlian beliau yang paling terkenal adalah menguasai Pasambahan Adat Minangkabau, Pidato Alam dan Pidato Kubua serta Pidato Tambo ketika mengangkat acara penghulu. Beliau juga ahli dalam bidang Tagua Marapulai dan Tagua Anak Daro. Murid beliau yang terakhir adalah Dr (cand) Irwan Malin Basa, M.Pd yang sudah menerbitkan hampir seluruh karya Pasambahan Dt.Rangkayo Sati pada tahun 2009. Buku tersebut laris terjual sebanyak 6.000 eksemplar dan sudah mengalami 6 kali cetakan.

Disamping menguasai ilmu sastra lisan tersebut, beliau juga handal dalam sejarah Minangkabau. Banyak peneliti baik dari dalam maupun luar negeri yang sudah belajar dan berdiskusi dengan beliau. Buku “Sejarah dan Arti Nama Nagari di Luak Nan Tuo” yang sdh diterbitkan pada th 2010 juga merupakan masukan dan kontribusi besar dari beliau dan dilakukan penelitian di seluruh nagari yang ada di Tanah Datar.

Baca Juga :  Rektor UIN Batusangkar Dipercaya Jadi Panelis Debat Cagub Sumbar, Satu Satunya Guru Besar Ilmu Politik Islam yang Tampil

Dalam hal pengobatan, beliau sangat terkenal dalam mengobati patah tulang melalui urut tradisional. Ribuan pasien sudah beliau obati. Baik anak-anak maupun orang dewasa dan orang tua sekalipun. Beliau juga dikenal sebagai seorang seniman yang menguasai Tari Dabuih. Tari Dabuih ini sedikit berbeda dengan Debus yang berasal dari Banten, Aceh dan daerah lainnya. Tari Dabuih memiliki langkah yang sangat unik dan juga disertai dengan unjuk kekebalan. Tari lain seperti Tari Indang juga beliau kuasai.

Beliau sangat rajin menulis ilmu-ilmu yang beliau pelajari sehingga di akhir hayatnya banyak manuskrip yang terkumpul. Tak terhitung banyaknya penelitian, buku serta makalah yang sudah diterbitkan dari pemikiran dan buku -buku beliau tersebut. Sampai ketika berusia 86 tahun sebelum meninggal dunia beliau masih mau mencurahkan ilmu pengetahuan nya yang sangat berharga. Tak ada yang beliau sembunyikan melainkan dicurahkan kepada siapa saja yang mau belajar.

Mengingat jasa dan karya besarnya tersebut sepantas nya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar maupun Kabupaten Tanah Datar memberikan apresiasi terhadap beliau. Tokoh-tokoh besar tersebut perlu dihargai karena beliau sudah berbuat untuk Minangkabau khususnya dan untuk peradaban Manusia umumnya. Tidak banyak maestro yang multi talenta seperti beliau.

Untung beliau seorang ilmuan yang juga aktif menulis dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Jika tidak, sudah terkubur ribuan ilmu dan kearifan lokal Minangkabau semenjak kematian beliau. Andai beliau tidak menulis, tidak akan kita temukan “pusara dan batu nisan” dari ilmu ilmu yang ikut terkubur tersebut. (IMB).