Oleh: Faras Annisa Syahada (Mahasiswa Biologi, FMIPA Universitas Andalas, Padang)
Dalam kasus yang mengejutkan, seperti pada tahun 2012, pernah ditemukan produk kosmetik yang mengklaim halal, bahkan bersertifikat resmi. Namun ternyata mengandung DNA babi setelah diuji secara ilmiah (Maulidiana et al., 2012). Kejadian ini langsung jadi sorotan serius, membuktikan ada kelemahan dalam sistem verifikasi biasa yang hanya mengandalkan dokumen dan audit.
Bayangkan, meski produk sudah lolos sertifikasi, bahan haram atau kontaminasi tetap bisa luput kalau tidak ada uji lab canggih. Ini jelas meruntuhkan kepercayaan konsumen Muslim pada jaminan halal kosmetik, menunjukkan betapa mendesaknya kita butuh metode deteksi yang jauh lebih akurat dan objektif, bukan cuma cek fisik atau administrasi biasa.
Fenomena semacam ini makin mempertegas peran penting teknik biologi halal sebagai garis depan dalam memastikan keaslian kosmetik. Ambil contoh teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode ini sangat hebat karena bisa mendeteksi jejak DNA spesies tertentu, bahkan sedikit sekali, sehingga mampu mengungkap bahan haram yang sudah diolah sampai susah dikenali secara kasat mata (Marwi et al., 2018).
Dengan teknik biologi, pengawasan tidak lagi cuma mengandalkan dokumen atau kejujuran rantai pasok, tapi didukung bukti ilmiah langsung dari kandungan produk. Ini memberikan jaminan yang jauh lebih kuat bagi konsumen dan mendorong produsen untuk memastikan setiap bahan baku yang dipakai benar-benar sesuai standar halal yang ketat, sekaligus menjaga nama baik pasar kosmetik halal global.
Saat ini, permintaan produk halal sudah meluas dari makanan ke kosmetik. Konsumen Muslim makin peduli memastikan produk perawatan diri mereka bebas dari bahan terlarang (Shahid et al., 2017). Kosmetik halal artinya bersih dari najis (misal: turunan babi atau alkohol) dan prosesnya syar’i dari awal sampai akhir (Ambali dan Bakar, 2014). Menjaga status halal ini menantang bagi produsen karena rumitnya rantai pasokan global dan asal bahan baku yang meragukan.
Pengecekan halal kosmetik tradisional cuma pakai sertifikat dan audit dokumen.
Tapi, cara ini terbatas karena risiko pemalsuan, kurangnya transparansi bahan baku, atau kontaminasi silang saat produksi (Sanyen et al., 2020). Makanya, kita butuh metode yang lebih pasti dan akurat. Di sinilah teknik biologi halal jadi solusi, memakai teknik biologi canggih seperti analisis DNA atau protein untuk identifikasi dan pengukuran bahan non-halal dengan sangat teliti (Rosli et al., 2017).
Banyak penelitian lain yang mengulas bagaimana teknik dipakai untuk memastikan kosmetik yang digunakan dikalangan masyarakat benar-benar halal. Pada industri kosmetik, menjaga status halal itu tidak mudah karena banyak bahan baku berasal dari hewan atau tumbuhan yang diproses secara beragam.
Beberapa bahan yang sering jadi perhatian dalam konteks halal adalah kolagen dan gelatin (sering dari babi atau hewan yang tidak disembelih sesuai syariat), gliserin/gliserol (bisa dari lemak hewani), asam lemak dan turunannya (juga bisa dari lemak hewani), dan alkohol (jika berasal dari fermentasi khamr dan digunakan dalam jumlah signifikan). Mendeteksi bahan-bahan ini secara tradisional itu sangat sulit karena sudah melalui proses kimiawi yang mengubah bentuk aslinya, jadi jejak awalnya tidak lagi terlihat secara fisik.
Untungnya, teknik biologi menawarkan solusi canggih untuk mengatasi masalah ini. Metode berbasis DNA seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) terbukti sangat akurat dan sensitif untuk mendeteksi DNA babi dalam kosmetik berkolagen atau mengidentifikasi asal gelatin.
Selain itu, analisis protein melalui Spektrometri Massa (LC-MS/MS) bisa menemukan penanda protein spesifik, sementara biosensor menjanjikan deteksi alkohol yang cepat. Meski ada tantangan seperti biaya mahal, kerumitan sampel, keterbatasan laboratorium, dan perlunya standardisasi, keuntungan teknik biologi jauh lebih besar: akurasi dan sensitivitas tinggi, objektivitas, transparansi rantai pasok, dan yang terpenting, meningkatkan kepercayaan konsumen bahwa produk yang mereka gunakan benar-benar halal.
Teknologi teknik biologi halal telah mengubah cara kita memastikan status kehalalan produk kosmetik.
Berkat teknik-teknik canggih seperti PCR (untuk DNA), spektrometri massa (untuk protein), dan pengembangan biosensor, kita kini punya alat yang sangat akurat dan objektif. Alat-alat ini mampu mengidentifikasi bahan-bahan non-halal yang tersembunyi, memberikan bukti ilmiah yang tak terbantahkan. Adanya teknologi ini tidak hanya memperkuat integritas pasar kosmetik halal secara keseluruhan, tetapi juga secara signifikan meningkatkan rasa percaya konsumen terhadap produk yang mereka gunakan.
Meskipun masih ada beberapa hambatan, seperti biaya tinggi, sampel kosmetik yang kompleks, atau keterbatasan laboratorium, inovasi dalam teknik biologi terus berjalan. Kita bisa berharap akan ada pengembangan kit deteksi yang lebih cepat, lebih murah, dan bahkan perangkat yang bisa digunakan langsung di lapangan.
Untuk masa depan, sangat penting bagi para ilmuwan, pihak industri, dan regulator untuk bekerja sama. Kolaborasi ini akan membantu menciptakan standar global dan memastikan bahwa setiap produk kosmetik yang diklaim halal benar-benar memenuhi janji tersebut, dari bahan mentah hingga siap pakai oleh konsumen.
Referensi:
Ambali, A. R., & Bakar, A. N. (2014). People’s Awareness and Perceptions of Halal Logistics: A Preliminary Study. International Journal of Social Science and Humanity, 4(2), 104–108.
Marwi, A. H. S., Bakar, J., Rahman, R. A., & Yasin, N. H. M. (2018). Real-Time PCR for the Detection of Porcine DNA in Collagen-Based Cosmetic Products. Food Analytical Methods, 11(3), 850–858.
Maulidiana, N. A., Abdul Wahab, R., & Omar, M. I. (2012). Detection of Porcine DNA in Cosmetics: A Preliminary Study. Journal of Applied Sciences, 12(23), 2410-2415.
Rosli, N. R., Ismail, A., Hashim, D. M., & Noor, H. M. (2017). Halal Authentication of Food Products: An Overview of Analytical Methods. Journal of Halal Industry & Services, 1(1), 1–11.
Shahid, M., Hashmi, S., & Hussain, M. (2017). Halal cosmetics: Ingredients, production and challenges. Journal of Applied Cosmetology, 35(2), 53-61.
Sumber gambar: Desa Batu Menyan. Diakses dari google free access.