Good Governance VS DPRD Tanah Datar

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako

Menjadi sebuah pertanyaan besar saat kami menghadapi kondisi dimana lembaga DPRD Tanah Datar enggan dan tutup mulut terhadap permohonan informasi publik yang diajukan ke lembaga ini melalui PPID Utama.

Berawal dari usaha kami untuk menyurati Ketua DPRD Tanah Datar dalam rentang waktu 2021 namun tidak ada satu pun, kami ulangi, TIDAK ADA SATUPUN surat balasan kepada kami yang keluar dari lembaga yang dipimpin oleh Ketua DPRD ini.

Antah sombong, antah indak mangarati, atau entah apalah namanya, bialah waktu yang menilai” ujar Wan Labai.

Keadaan itu membuat kami semakin penasaran dengan gaya pelayanan publik dan etika berkorespondensi yang mereka terapkan kepada kami. Dan akhirnya kami memutuskan untuk mendalami lebih lanjut agar kami bisa mendapatkan jawabannya.

Lantas kami membuat surat lagi yang kali ini kami tempuh melalui jalur PPID Utama dengan merujuk kepada mekanisme yang ditetapkan oleh UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan pedoman dari Keputusan Bupati Tanah Datar Nomor 555/ 79/KOMINFO-2021 tentang Pembentukan Pengelola Layanan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar yang mulai berlaku saat tanggal ditetapkan pada 17 Maret 2021 serta Keputusan Bupati Tanah Datar tentang DAFTAR INFORMASI PUBLIK YANG DIKECUALIKAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2021 yang ditanda-tangani Bupati Tanah Datar pada tanggal 4 Oktober 2021 lalu.

Surat tersebut kami buat pada tanggal 18 Oktober 2021 (sekitar 2 minggu setelah terbitnya Keputusan Bupati Tanah Datar Nomor: 555/343/KOMINFO-2021 tersebut.

Surat itu berisi permohonan permintaan data kategori biasa meliputi:

  1. Penyaluran Dana Pokir Anggota DPRD Dapil TD 2 tahun 2020, tahun 2021 dan untuk tahun 2022.
  2. Kegiatan Kerja, Biaya Kegiatan dan Kehadiran Anggota DPRD periode 01 Januari 2021 s/d 10 Oktober 2021.

Sederhana kan yang kami minta? Dan yang diminta itu pun juga bukan kategori informasi yang dikecualikan. Lantas kenapa mereka menutup diri “bak manyuruak dibawah rangkiyang?” Nah, akan kita ungkap nanti melalui teori konspirasi atau kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Baca Juga :  Prestasi Mahasiswa IAIN Batusangkar Merambah Kancah Internasional

Sebelumnya kita pahami dulu makna Good Governance. Saya mengutipnya dari situs https://prokomsetda.bulelengkab.go.id (adopsi lah situs pemerintah kabupaten seperti ini) Pergilah study banding ke Bali sekalian liburan, hehehe.

Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administrative menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and politican framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Good Governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggung-jawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga Negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara.

Kunci utama memahami Good Governance adalah pemahaman atas prinsip prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip prinsip ini akan didapat tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip prinsip good governance.

Prinsip prinsip good governance itu adalah:

  1. Partisipasi Masyarakat (Participation),
  2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law),
  3. Transparansi (Transparency),
  4. Peduli pada Stakeholder / Dunia Usaha,
  5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus),
  6. Kesetaraan (Equity),
  7. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency),
  8. Akuntabilitas (Accountability), dan
  9. Visi Strategis (Strategic Vision),

Simak dengan baik bahwa Partisipasi Masyarakat berada pada urutan tertinggi. Artinya peran masyarakat berasa pada posisi strategis dalam penerapan good governance itu sendiri. Bila lembaga DPRD Tanah Datar tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan menutup diri dari keterlibatan masyarakat, maka sudah sangat patut dipertanyakan komitmennya dalam penegakan good governance itu sendiri. Percuma saja Bupati Tanah Datar mengajak untuk menerapkan good governance bilamana lembaga legislatif itu sendiri “basipakak” dengan ajakan tersebut. Makanya tak salah jika kami menilainya hanya sebuah ucapan lips service saja.

Saking pentingnya partisipasi masyarakat, maka dikuatkan kedudukan hukumnya didalam Pasal 3 butir (b) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karena itu masyarakat harus berperan aktif untuk mengisi ruang yang sudah disediakan oleh Undang-Undang tersebut. Sebaliknya Badan Publik harus melayani dan menyediakan sarana dan prasarana pendukung untuk mengakomodir layanan publik tersebut. Sarana yang krusial adalah layanan website PPID. Sudah ada layanan PPID Pembantu di Lembaga DPRD Tanah Datar ? Tanya deh pada rumput yang bergoyang, hehehe.

Baca Juga :  Dua Orang Dosen PTN dari Sumbar Raih Dana Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan dari LPDP

Disini kami menilai bahwa belum ada itikad baik dari Ketua DPRD Tanah Datar untuk menyediakan layanan publik terkait informasi publik yang WAJIB disediakan dan diumumkan. Buktinya belum ada itikad baik adalah lihat saja apa yang sudah mereka umumkan kepada publik selama ini? Official websitenya aja tidak ada (dulu sempat ada tapi hilang lagi). Hanya sekedar “palapeh tanyo sajo”. Padahal kewajiban menyediakan layanan informasi publik ini sudah ditegaskan dalam Undang-Undang tapi malah mereka abaikan. Bukti lainnya, kita belum melihat Lembaga DPRD Tanah Datar ini menganggarkan fasilitas pendukung layanan ini. Ada apa ini ? Kalaupun sudah kata mereka, silahkan diklarifikasi agar kami tidak salah menilai.

Kita malu jika dibanding upaya serius yang telah dilakukan oleh DPRD DPRD Kabupaten lain yang konten websitenya sudah lengkap untuk mengakomodir layanan publik dan sekaligus mematuhi amanat Undang-Undang.

Makanya kami bilang “political will” lembaga DPRD ini untuk melaksanakan amanat UU No. 14 Tahun 2008 ini dipertanyakan. Keengganan untuk menyediakan informasi layanan publik secara professional meninggalkan banyak pertanyaan dan kecurigaan.

Oleh karena itu sekarang kita bahas kemungkinan kemungkinan Lembaga DPRD Tanah Datar terlihat enggan menyediakan layanan publik yang professional sebagai berikut:

  1. Kemungkinan para anggota DPRD tidak paham akan fungsi dan manfaat menyediakan layanan informasi publik.
  2. Kalau para anggota DPRD itu paham, maka kemungkinan mereka jadi enggan menyediakan informasi karena takut segala aktifitas mereka disorot oleh publik. Padahal sejatinya sebagai pejabat publik memang harus siap sedia disorot publik.
  3. Jika takut disorot aktivitasnya, maka kemungkinan ada “sesuatu” yang salah yang pernah atau yang akan mereka lakukan.

Kemungkinan yang tercantum pada poin nomor 3 cenderung mendominasi sebab sudah banyak publik yang mempertanyakan hal-hal berikut:

  1. Penganggaran tentang pakai dinas anggota dewan yang nilainya dianggap kurang wajar,
  2. Penganggaran tentang laptop untuk anggota dewan, spesifikasi laptop dan kemana laptop lama dikondisikan,
  3. Perjalanan dinas keluar kota yang hampir tiap bulan dilakukan, kemana, berapa lama, pakai transportasi apa, nginap dimana, sementara informasi kegiatan dan laporan kegiatannya tidak dipublikasikan (Pasal 9 Ayat 2 butir (b) UU No. 14 Tahun 2008.
  4. Kegiatan kegiatan rapat yang tidak disebutkan berapa peserta, siapa saja pesertanya, berapa biaya, apa hasilnya, dll
  5. Pengalokasian ataupun pendistribusian dana pokir yang tidak diketahui berapa dan kemana dialokasikan serta berapa yang tersisa.
Baca Juga :  Bupati Tanah Datar Apresiasi Majlis Taklim Nagari Lubuak Jantan

Jadi kenapa harus menutup diri jika merasa tidak bersalah? Justru karena menutup diri itu semakin menguatkan kecurigaan publik. Silahkan publik analisa sendiri.

Oleh karena itu Tim LBH Pusako senantiasa mendesak Lembaga DPRD Tanah Datar untuk menegakkan amanat UU No. 14 Tahun 2008 secara sungguh sungguh dan LBH Pusako selalu menyuarakan upaya keterbukaan informasi publik dan membuka ruang komunikasi publik oleh DPRD Tanah Datar.

Indak masonyo lai basipakak dan diam mambatu karano rapor yang dibuek menjadi penentu saat pemilihan legislatif tahun 2024 nanti” celoteh Wan Labai.

LBH Pusako juga mengajak segenap komponen masyarakat baik para tokoh masyarakat, cadiak pandai, akademisi, LSM, Pers, dll untuk mendukung upaya keterbukaan informasi publik di Lembaga DPRD Tanah Datar.

Jika tidak salah, kenapa harus takut. Berbenahlah karena marwah terhormat suatu lembaga di tentukan oleh lembaga itu sendiri. Kualitas suatu lembaga ditentukan oleh Ketua / Pimpinan lembaga itu sendiri.

Kata Mutiara:
Bagi kelompok yang beriman, aturan dibuat melibatkan nilai-nilai moral.
Begitu sebaliknya, bagi kelompok yang tidak beriman, aturan dibuat tidak melibatkan nilai nilai moral – oleh Muhammad Intania, SH. (*).