Oleh : Hendri Pratama. (Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas)
Zaman sekarang ini adalah zaman yang sudah bisa dikatakan maju. Anak-anak berusia dini atau masih duduk di bangku Sekolah Dasar sudah bisa mengoperasikan gadget. Masa yang tidak dirasakan oleh anak-anak generasi kelahiran 90-an ke dibawahnya. Hal ini berdampak juga kepada tata bahasa dan cara berprilaku anak-anak zaman sekarang ini.
Melihat fenomena ini penulis tertarik untuk melakukan edukasi kepada anak-anak. Saat ini penulis sedang melakukan pengabdian masyarakat yang terangkup dalam kegiatan kampus yaitu KKN (Kuliah Kerja Nyata). Penulis sedang KKN di nagari Parambahan, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok. Salah satu program kerja yang penulis angkat adalah melakukan edukasi kato nan ampek dan sumbang duo baleh kepada anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar.
Sekolah yang penulis pilih adalah SD Negeri 05 Parambahan. Di sekolah inilah penulis melakukan Edukasi kato nan ampek dan sumbang duo baleh kepada siswa. Kato nan ampek adalah cara bertutur kata kepada lawan bicara yang telah diatur dalam adat dan kebudayaan Minangkabau. Kato nan ampek terdiri dari kato mandaki, manurun, mandata, dan malereang.
Kato mandaki digunakan ketika kita bertutur kata dengan orang yang lebih tua dari kita. Kato Manurun digunakan ketika bertutur kata dengan orang yang lebih kecil dari kita. Kato mandata digunakan ketika bertutur kata dengan orang yang seumuran dengan kita. Sementara itu, kato malereang sendiri digunakan ketika kita bertutur kata dengan orang yang disegani.
Di Minangkabau maksud orang yang disegani itu seperti urang sumando (menantu), mamak (paman), labai (seperti ustadz), dan lainnya yang telah diangkat untuk didahulukan selangkah sebagai pemegang amanah.
Pada saat penulis melakukan edukasi ini kepada adik-adik di sekolah tersebut, antusias disertai semangatnya membuat penulis merasa berhasil menjalankan program kerja ini. Selama pembelajaran penulis juga menyelinginya dengan games dan kuis.
Harapannya pembelajarannya bisa menyenangkan dan akan labih mudah dimengerti oleh adik-adik di sekolah ini. Benar saja mereka dapat menjawab kuis yang diberikan dengan baik.
Selain kato nan ampek penulis juga melakukan edukasi sumbang duo baleh. Sumbang duo baleh adalah sesuatu yang meskipun tidak dianggap salah tetapi terlihat janggal bagi masyarakat Minangkabau. Sumbang duo baleh ini lebih ditujukan kepada perempuan Minangkabau. Kedua belas sumbang tesebut yaitu:
- Sumbang Duduak (duduk).
Duduk yang sopan bagi perempuan Minang adalah bersimpuh, bukan bersilang macam laki-laki. Jika duduk di atas kursi, duduklah dengan menyamping dan rapatkan paha. Jika berboncengan, jangan mengangkang. - Sumbang Tagak (berdiri).
Sumbang tagak adalah sumbang bagi seorang perempuan jika tidak berdiri sesuai adat yang berlaku. Perempuan dilarang berdiri di depan pintu atau di tangga. Jangan berdiri di pinggir jalan jika tidak ada yang dinanti. Sumbang berdiri dengan laki-laki yang bukan muhrim. - Sumbang Diam.
Ini adalah aturan bagi seorang perempuan yang tinggal/menginap, baik di rumah sanak saudara ataupun teman yang tidak sedarah. Bentuk perilaku menginap yang sumbang bagi perempuan Minang antara lain serumah dengan lelaki bukan mahram serta tinggal di tempat yang tidak bermoral dan berdampak buruk baginya. - Sumbang Bajalan (berjalan).
Ketika berjalan, perempuan Minang harus berkawan, paling kurang dengan anak kecil. Jangan berjalan tergesa-gesa atau mendongkak-dongkak. Jika berjalan dengan laki-laki, berjalanlah di belakang. Jangan menghalangi jalan ketika bersama dengan teman sebaya. - Sumbang kato (berkata).
Perempuan Minang diharapkan untuk selalu berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara agar tidak mengucapkan kata-kata tidak pantas yang berpotensi menyinggung perasaan orang lain. - Sumbang Jawek (jawab).
Jika sumbang tanyo berkenaan dengan etika bertanya, sumbang jawab identik dengan etika menjawab pertanyaan. Tujuannya sama, yaitu tidak membuat orang lain tersinggung atas jawaban-jawaban yang diberikan. - Sumbang Caliak (memandang).
Dalam aturan ini, seorang perempuan diharapkan bisa mencerminkan kesopanan yang dijunjung adat Minangkabau saat menatap atau memandang orang lain. Misalnya, tidak menatap seseorang dalam waktu lama dan tidak memberi tatapan menantang. - Sumbang Makan (makan).
Dalam aturan ini, seorang perempuan tidak boleh makan dengan terburu-buru, makan sambil berdiri, atau mengunyah makanan dengan bersuara. - Sumbang Bapakaian (berpakaian).
Sumbang berpakaian mengatur etika berpakaian perempuan Minang. Mereka wajib menutup aurat dengan tidak memperlihatkan lekuk tubuh melalui pakaian ketat, sempit, atau transparan. - Sumbang Bagaua (bergaul).
Sumbang bagi seorang perempuan dalam memilih pergaulan. Mereka tak boleh bergaul dengan laki-laki hingga melanggar norma adat dan agama. - Sumbang Karajo (pekerjaan).
Sumbang karajo adalah sumbang bagi seorang perempuan dalam memilih pekerjaan. Menurut adat, perempuan hendaknya memilih pekerjaan yang sesuai dengan fitrahnya. Misalnya, menjahit, bertenun, mengajar, dan memasak. - Sumbang kurenah (perilaku).
Sumbang kurenah adalah tingkah laku yang dianggap janggal dan mungkin bisa menyinggung perasaan orang lain. Bentuk kurenah bagi perempuan adalah berbisik-bisik di depan orang ramai, mengedipkan mata pada lawan jenis atau orang yang lebih tua, dan batuk yang dibuat-buat.
Sama halnya dengan Edukasi kato nan ampek. gelora rasa ingin tahu adik-adiknya juga tak kalah. Mereka bertanya tentang semua materi mengenai sumbang yang penulis jelaskan. Tidak hanya adik-adik perempuan, adik-adik laki-lakinya juga semangat bertanya. Harapannya setalah pembelajaran ini adik-adik perempuan bisa menjaga perilaku dan tidak melanggar sumbang duo baleh ini. Begitupun dengan adik-adik yang laki-laki, setelah mengetahui sumbang duo baleh ini. Hendaknya nanti jika melihat teman atau keluarga perempuan yang melakukan perilaku yang melanggar sumbang ini agar diingatkan.
Penulis bangga dengan diri sendiri karena bisa berbagi ilmu dengan adik-adik di sekolah ini. Semoga adik-adik dapat mengimplementasikan semua pembelajaran yang telah didapat. Budaya kita harus terus dilestarikan. Adik-adik ini lah yang akan menjadi penerus budaya kita dan akan terus berlanjut siklusnya sampai generasi seterusnya. (*)
Ket gambar: diambil dari google free access