Tanah Datar, Jurnal Minang.com. News&Web TV. Setelah sukses mengadakan pertemuan perdana dengan beberapa Ketua KAN se Tanah Datar dan praktisi hukum adat bersama Tim LBH Pusako pada Jum’at, 25 Februari 2022, LBH Pusako kembali mengundang beberapa Ketua KAN se Tanah Datar lainnya pada Jum’at, 04 Maret 2022 bertempat di Sekretariat LBH Pusako. Tujuannya untuk mengumpulkan pandangan dan pendapat para Ketua KAN guna menyatukan kesepahaman untuk menindak-lanjuti semangat untuk merealisasikan Perda Provinsi No. 07 Tahun 2018 Tentang Nagari.
Pertemuan kedua ini telah menghasilkan kesamaan pandangan dengan para Ketua KAN pada pertemuan sebelumnya (25 Februari 2022, red) yaitu untuk mendorong Pemerintah Kabupaten Tanah Datar agar bisa mengusulkan Ranperda tentang Nagari kepada DPRD Tanah Datar serta membuat Peraturan Adat Salingka Nagari.
Pertemuan kali ini dihadiri oleh 1) tokoh adat Irsal Verry Idroes Dt. Lelo Sampono, SH, MH, 2) Ketua KAN Rambatan, Bustami Dt. Malin Ameh, 3) Ketua KAN Pariangan, Sy Dt. Kayo, 4) Ketua KAN Batu Taba, Basrizal Dt. Panghulu Basa, dan 5) Ketua KAN Balai Tangah, Sy. Dt. St. Malano, dan moderator Irwan Malin Basa M.Pd serta notulen Muhammad Yuner, SH, MH.
Mengutip pandangan pakar adat Irsal Verry Idroes Dt. Lelo Sampono, SH, MH menyampaikan: ”Hakekat dari Adat itu sebenarnya budi pekerti (akhlak). Kuek bangso (nagari) karano budi, rusak budi hancua la bangso. Isi dari Adat itu adalah Aturan Adat. Aturan Adat itu terhimpun di dalam Adat Sabatang Panjang yang biasa dikenal sebagai Undang-Undang Nan 20 sebagai hukum dasar (hukum pokok), dimana turunannya disebut dengan Adat Salingka Nagari. Jadi kalau kita ingin kembali kepada tatanan kehidupan bernagari, maka silahkan merujuk kepada hukum dasar yaitu Undang-Undang Nan 20. Kesimpulannya jika kita sudah punya 1 pegangan yang sama, maka “lalok samo lalok, mimpi kito samo”. Siang nan harus dipatungkek, malam nan harus dipakalam. Kito ganggam arek, kito pagang taguah. Kita ketahui, kita pahami, dan kito amalkan”.
Selanjutnya Ketua KAN Balai Tangah, Sy. Dt. St. Malano yang lebih dikenal sebagai Datuak Podang menyampaikan pendapat bahwa untuk menunjukkan “good will” Pemkab Tanah Datar atas upaya menuju pembentukan Ranperda Nagari dan Peraturan Adat Salingka Nagari agar sebaiknya dikeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) terlebih dahulu yang dapat memuat materi tentang Tata Cara Pengelolaan Keuangan KAN, Kesejahteraan Anggota KAN serta peningkatan SDM KAN itu sendiri.
Sementara itu Ketua KAN Rambatan, Bustami Dt. Malin Ameh menyampaikan pendapat untuk penguatan struktur perangkat KAN dan keikutsertaan peran pimpinan adat dalam nagari adat serta perlunya penganggaran yang lebih baik untuk melaksanakan kegiatan para perangkat KAN.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua KAN Pariangan, Sy. Dt. Kayo perihal pendanaan operasional KAN, peningkatan SDM perangkat KAN dan tantangan kedepan KAN dan perangkatnya serta adanya Peradilan Adat sebagai sarana mediasi menyelesaikan masalah sako dan pusako serta penyelesaian masalah tindak pidana ringan (tipiring).
Pandangan akhir disampaikan oleh Ketua KAN Batu Taba, Basrizal Dt. Panghulu Basa bahwa sejak berlakunya UU No. 5 Tahun 1979 tentang Desa dan Kelurahan, maka sejak saat itu peran Ninik Mamak “terpinggirkan” dalam pemerintahan nagari. Dengan termarginalkannya peran Ninik Mamak tersebut maka Balai Adat mulai lapuk. Dengan terjadinya pemisahan urusan pemerintahan nagari dengan urusan adat sehingga tidak bisa diformulasikan bagaimana baiknya KAN betul betul terlibat didalam pemerintahan.
Selanjutnya dengan munculnya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa muncul 2 pilihan apakah itu Desa Administrasi ataukah Desa Adat. Maka muncullah perdebatan panjang di tingkat provinsi, sehingga akhirnya dipilihlah konsep Nagari. Bicara tentang Nagari, tentu bicara tentang Adat, sehingga tidak ada istilah Nagari Administrasi, yang ada adalah Nagari Adat. Maka kata kuncinya adalah “terlibatnya pemangku adat dan lembaga adat dalam urusan pemerintahan di nagari”. Itulah substansi yang termuat didalam UU No. 6 Tahun 2014 tersebut.
Dengan dikeluarkannya Perda Provinsi Sumatera Barat No. 7 Tahun 2018 Tentang Nagari tersebut menjadi Perda Desa Adat pertama di Indonesia, dimana Provinsi Bali kemudian belajar dari Sumatera Barat dan akhirnya mengeluarkan Perda Desa Adat yang kemudian dieksekusi dengan baik sehingga mereka mendapat insentif anggaran dari Pemerintah Pusat. Karena Sumatera Barat tidak mengeksekusinya, maka Sumatera Barat tidak mendapat insentif karena tidak dilanjutkan oleh Kabupaten Kabupaten untuk mengeksekusinya.
Perda Provinsi sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang Undang hanya diberikan wewenang untuk membentuk kelembagaan di Nagari dengan ditetapkan 3 kelembagaan di nagari (Pasal 5) yaitu: 1) Kerapatan Adat Nagari, 2) Pemerintah Nagari, dan 3) Peradilan Adat Nagari.
“Cara mengisinya berada di tangan Kabupaten, dituangkan di dalam Perda Kabupaten masing masing. Oleh karena itu, LBH Pusako bersama segenap unsur KAN se Tanah Datar mendorong Pemerintah Kabupaten Tanah Datar bersama DPRD Tanah Datar untuk segera membuat Peraturan Daerah tentang Nagari dan Peraturan Daerah tentang Adat Salingka Nagari” ujar Basrizal Dt. Panghulu Basa. (MI/Red.Jm).