Wawancara Eksklusif dengan Ken Setiawan; Pendiri NII Crisis Center

Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako

“…..bupati harus memperbaiki komunikasinya dengan semua elemen. Buatlah program deradikalisasi, anggarkan, dan seluruh instansi harus bersinergi.”

Selamat untuk Pemerintah Kabupaten Tanah Datar yang telah berupaya memfasilitasi kegiatan skala provinsi bertajuk Acara Cabut Bai’at Massal Mantan Anggota NII Kabupaten Tanah Datar, Kab. Solok, Kab. Solok Selatan, Kab. Agam, Kota Payakumbuh, Kab. 50 Kota, Kab. Sijunjung dan Pengucapan Sumpah Setia Kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang diselenggarakan di Gedung Nasional Maharajo Dirajo, Batusangkar pada hari Jum’at sore, 29 April 2022.

Nah terjawab sudah bahwa kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang ingin memisahkan diri (separatis) dari NKRI benar ada keberadaannya di provinsi Sumatera Barat ini, khususnya di kabupaten Tanah Datar, walau pada awalnya Pemerintah Kabupaten Tanah Datar terkesan bungkam mengomentari dan menginformasikan kepada publik. Dan bahkan beberapa tokoh (yang kurang membaca) menganggap jaringan ini tidak ada di Tanah Datar.

Kegiatan Cabut Bai’at Massal Mantan Anggota NII ini merupakan rangkaian operasi intelijen yang sebelumnya sempat menangkap terduga tokoh NII yang dianggap teroris di kabupaten Dharmasraya dan kabupaten Tanah Datar.

Tercatat 518 orang mantan anggota NII, laki-laki dan perempuan dan cukup banyak dari kalangan pemuda dan remaja baik laki-laki dan perempuan yang sebelumnya telah di bai’at menjadi anggota NII yang tersebar di 7 (tujuh) kabupaten kota. Namun dari pantauan kami juga datang rombongan mantan anggota NII dari kota Padang. Sebelumnya kegiatan cabut bai’at massal yang sama telah diikuti oleh sebanyak 363 mantan anggota NII di Dharmasraya pada Rabu, 27 April 2022.

Kegiatan Cabut Bai’at Massal dan Pengucapan Sumpah Setia kepada NKRI ini turut dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat, Kapolda Sumatera Barat, Danrem 032 Wirabaraja, Kasatgaswil Densus 88 Anti Teror, Kepala Kesbangpol Sumatera Barat, Bupati dan Wakil Bupati Tanah Datar serta jajaran Forkopimda, Ketua LKAAM dan Ketua MUI Tanah Datar, Ninik Mamak, Alim Ulama dan Tokoh Masyarakat.

Namun sebenarnya ada satu sosok yang eksklusif berkaitan dengan NII ini, yaitu seseorang bernama Ken Setiawan, Pendiri dan Direktur NII Crisis Center yang turut hadir dalam kegiatan tersebut. Agar netizen bisa mengenal sosok ini lebih lanjut, maka silahkan netizen lihat dan follow akun IG: @kensetiawan dan website: niicrisiscenter.com

Kami beruntung bisa mewawancarai beliau secara eksklusif, dan untuk itu kami ingin membagi hasil wawancara ini kepada publik Tanah Datar baik di salingka Luak Nan Tuo maupun di perantauan. Setidaknya publik bisa tercerahkan tentang apa itu NII dari mantan seorang tokoh NII dan rekruiter NII yang sudah kembali kepangkuan NKRI. Yang paling penting adalah dengan publikasi wawancara eksklusif ini diharapkan agar segenap stakeholder di Kabupaten Tanah Datar bisa bersinergi untuk menghapus jaringan NII dan menghapus ideologi NII di tengah masyarakat Tanah Datar.

Menurut Ken Setiawan, NII adalah Negara Islam Indonesia. Mendirikan Negara di dalam Negara dan dapat dikategorikan sebagai tindakan makar. Namun oleh aparat, anggota NII selama ini masih dianggap kooperatif sehingga perlu dilakukan upaya pendekatan secara persuasif berupa pembinaan, tidak (belum) perlu melakukan upaya upaya represif.

Baca Juga :  Membedah Postur Pendapatan Daerah di Zaman Era Baru: Iduik Sagan, Mati Tak Namuah?

Dengan pendekatan pembinaan ini, maka mereka (mantan anggota NII) diharapkan akan menjadi garda terdepan untuk mengkampanyekan tentang bahaya radikalisme, fokus tentang bahaya NII.

Lebih lanjut disampaikan Ken Setiawan, anggota NII tidak punya ciri ciri fisik khusus di tengah masyarakat, mereka cenderung menyembunyikan jati diri, mereka seperti virus, menjadi bunglon ditengah tengah masyarakat. Kita jangan menyalahkan aparat dan pemerintah, bahkan keluarga terdekat saja kadang kadang tidak tahu kalau salah satu kerabatnya terpapar ideologi NII.

Metode rekrutmen anggota dilakukan dengan cara pengembangan jaringan, seperti metode sistim sel mirip dengan sistim MLM. Dengan cara itu pula dilakukan pengembangan oleh aparat dan intelijen untuk mengumpulkan anggota NII dan diberi pengertian untuk sadar dan kembali ke pangkuan NKRI, sehingga acara (Cabut Bai’at Massal Mantan Anggota NII) ini bisa diselenggarakan.

Menepis anggapan sebagian masyarakat bahwa keberadaan NII ini diduga justru sebenarnya “dipelihara” oleh Negara, dengan lugas disampaikan oleh Ken Setiawan bahwa terlalu mahal harga yang dibayarkan bila tragedi kemanusiaan mengatasnamakan agama ini dipelihara Negara. Karena keberadaan NII itu kan untuk merongrong Negara. NII ini mengarah kepada kejahatan terorisme yang merupakan suatu kejahatan yang sangat berbahaya.

Terlepas dari apapun pandangan masyarakat, menurut Ken Setiawan, adalah suatu fakta bahwa ada banyak anak muda yang dibodohi dengan kedok agama. Kalau di NII memang dibolehkan untuk mengambil harta orang lain karena mereka (anggota NII) menganggap bahwa keadaan saat ini berada dalam kondisi perang, boleh mencuri, boleh merampok, dan opini yang terbentuk saat ini mereka mau melengserkan pemerintah dengan cara menunggu Negara ini chaos (kacau) dan mereka akan mengambil peluang untuk mengambil alih kekuasaan.

Lebih lanjut disampaikan Ken Setiawan bahwa gerakan NII ini sudah tersebar di seluruh Indonesia, ada di Lampung, di Sumatera Selatan, di Jawa Barat, Jawa Timur, termasuk di daerah Sulawesi dan Kalimantan.

Ken Setiawan memandang secara positif ketika Negara dan aparatnya mau merangkul mereka dan tidak mengedepankan sikap represif. Dan untuk itu diharapkan bagaimana hendaknya daerah daerah (Pimpinan Daerah :red) yang lain juga peduli kepada warganya. Karena hal ini masih bersifat faham (ideologi), jangan sampai mereka naik level menjadi aksi terorisme.

Dengan kegiatan pelepasan bai’at ini, Ken Setiawan mengharapkan mantan anggota NII ini menjadi agen agen perdamaian dan dapat menyampaikan kepada masyarakat agar jangan ikut ikutan pada kajian kajian yang anti kepada pemerintah, mengkafirkan orang lain. Boleh kritik tapi bersifat konstruktif yang membangun dan jangan sampai menyatakan bahwa Negara ini salah dan solusinya hanya Negara Islam atau khilafah. Itu adalah sikap yang salah.

Harapan Ken Setiawan agar masyarakat semakin kritis menerima informasi yang diterima. Hari ini di media sosial masih banyak hoax, jangan sampai masyarakat menjadi korban hoax dan bila turut menyebarkan hoax akan menjadi masalah.

Baca Juga :  Peringati 11 th Partai Nasdem, Puluhan Tokoh Tumpah Ruah di Kantor DPD Nasdem Tanah Datar

Dalam beragama, jika ada orang mengajarkan agama dengan akhlak dan budi pekerti, silahkan diikuti. Namun jika ada orang yang mengajarkan agama dengan hujatan, caci maki, ujaran kebencian, maka tidak usah diikuti. Agama mengajarkan umatnya menjadi damai, menjadi sejuk.

Persoalan mendasar saat ini adalah bahwa di NKRI belum ada larangan terhadap sebuah paham, kecuali larangan atas paham komunisme. Jika pemerintah mau adil, maka larang juga semua paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila, karena pada dasarnya ideologi Pancasila itu sudah final.

Menutup wawancara, secara khusus Ken Setiawan menyampaikan harapan kepada Pemerintah Daerah agar turut melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh pemuda. Bagaimanapun juga kearifan lokal ini lah yang bisa menyampaikan PESAN PESAN KEBANGSAAN kepada masyarakat.

Menyikapi fenomena paham radikal di wilayah Tanah Datar ini, Bupati selaku Kepala Daerah Kabupaten Tanah Datar, Eka Putra, SE, MM memberikan pandangan bahwa pada hakekatnya pihak kepolisian, intelijen dan sebagainya telah menjalankan fungsinya dengan baik.

Tugas kedepan adalah mengawal hal ini (penyebaran paham radikal: red) tidak berkembang lagi. Pemerintah, Alim Ulama, Ninik Mamak, Pemuda, Bundo Kandung dan semuanya harus peka. Kepala Jorong harus memantau kegiatan kegiatan yang mencurigakan, begitu juga dengan pemuda. Kalau ada hal hal yang mencurigakan agar segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.

Di lain kesempatan, Presedium Majelis Kerapatan Adat Nagari (MKAN) Batipuah X Koto Padang Panjang, Basrizal Dt. Panghulu Basa menyambut gembira dan memberikan apresiasi yang mendalam atas upaya dan langkah langkah yang diambil oleh jajaran Pemerintah khususnya Polri.

Adanya Ikrar Setia NKRI Harga Mati di Gedung Nasional Maharajo Dirajo Batusangkar menjadi bukti nyata bahwa jaringan NII benar benar nyata keberadaannya di Sumatera Barat, termasuk di wilayah Kabupaten Tanah Datar.

Bagi para pihak yang selama ini membantah dan meragukan keberadaan jaringan teroris NII ini agar segera berhenti beropini sesat yang justru akan memberi angin segar kepada kelompok anti Pancasila ini berkecambah di Ranah Minang.

Menurut Basrizal Dt. Panghulu Basa, upaya pembersihan Sumatera Barat dari gerakan NII tidak boleh berhenti dengan adanya Ikrar Setia NKRI Harga Mati ini. Semua mantan anggota jaringan NII yang berikrar haruslah SEGERA DIRANGKUL dengan cara melakukan edukasi berkelanjutan dan melaksanakan berbagai program yang bisa menghilangkan sebab sebab mereka tertarik dengan ajakan para mentor NII.

Polri dan semua elemen bangsa harus bahu membahu mengungkapkan dan merumuskan solusi kenapa semua orang yang tergiur mau bergabung dengan gerakan yang tidak pernah mati ini. Pastikan mereka semua membatalkan bai’atnya kepada NII dan segera berikrar setia kepada NKRI serta memulai “kehidupan baru” dalam pangkuan dan lindungan NKRI.

“Saya mendukung ultimatum yang disampaikan Kapolda Sumatera Barat agar bagi yang belum berikrar segera melapor paling lambat tanggal 20 Mei 2022. Bagi yang membangkang harus segera dilakukan upaya hukum yang tegas” ujar Basrizal Dt. Panghulu Basa.

Baca Juga :  PANDEMI VIRUS DAN PANDEMI BUDAYA DI MINANGKABAU

Yang berikrar saat ini nampaknya hanya “level asap”. Sebatas terpapar ideologi / paham NII atau sekedar ikut ikutan. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Sumber apinya harus ditemukan. Kalau tidak, akan muncul lagi asap asap baru yang akan membesar jadi api yang siap membakar kita semua.

Kita mendesak Pemerintah Daerah mengambil tanggung jawab sesuai tupoksinya dan menggandeng elemen masyarakat lainnya. Diharapkan Bupati dan jajarannya agar dapat memperbaiki metode berkomunikasinya dengan semua elemen termasuk dengan tokoh tokoh masyarakat.

Tim LBH Pusako turut memberikan atensi bahwa hendaknya upaya mencegah penyebaran ideologi radikal tidak berhenti sampai pencabutan bai’at saja.Untuk itu perlu dilaksanakan upaya yang sistematis dan berkelanjutan oleh Pemerintah Kabupaten melalui program DERADIKALISASI.

Deradikalisasi mengacu kepada tindakan preventif kontraterorisme atau strategi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan. Upaya untuk menetralisir paham paham radikal tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan interdisipliner, seperti pendekatan hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidikan, kemanusiaan dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi / terpapar atau terekspose paham radikal dan/atau pro kekerasan.

Hasil pengamatan Tim LBH Pusako bahwa mayoritas mantan anggota NII yang mencabut bai’atnya terdiri dari kalangan usia produktif. Malah banyak yang masih berstatus usia sekolah tingkat SLTP dan SLTA. Saat ditanya random kepada mereka, apakah tahu tujuan datang ke Gedung Nasional Maharajo Dirajo? Mereka hanya menjawab seadanya dan tertawa kecil. Patut diduga kebanyakan dari mereka terpapar ideologi yang salah, sekedar ikut ikutan saja. Namun demikian tidak boleh dipandang remeh jika mereka menemukan zona nyaman berada dalam lingkungan tersebut.

Sejatinya sebuah paham / ideologi itu bersemayam dalam otak masing-masing individu. Tidak mudah sirna begitu saja saat bai’atnya dicabut dan kemudian mengucapkan sumpah setia kepada NKRI serta menanda-tangani surat pernyataan. Apalagi jika selepas acara pencabutan bai’at itu mereka kembali kepada komunitasnya lagi. Untuk itu perlu upaya serius dan berkelanjutan untuk membina mereka dan membantu mencari solusi atas persoalan kehidupan mereka, baik itu menyangkut ekonomi, pendidikan, keadilan dan hukum, dll.

Agaknya program deradikalisasi ini perlu diwujudkan dengan program dan penganggaran yang terencana dan melibatkan segenap unsur terkait antar instansi seperti melibatkan Kesbangpol, TNI / Polri, Praktisi Hukum, Praktisi Ekonomi, Praktisi Pendidikan, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, dll.

Dengan dapat merangkul kembali mantan anggota NII tersebut dan mengantarkan mereka agar dapat berbaur normal serta mendapatkan ekonomi dan pendidikan serta keadilan yang layak, maka pada akhirnya mereka akan berbakti kepada NKRI menjadi agen perubahan (agent of change) untuk turut menyampaikan pesan pesan kebangsaan sebagaimana yang dimaksud oleh Ken Setiawan. (*)