Reportase Budaya. Oleh: Irwan Malin Basa
Banyak bajalan, banyak diliek, lamo hiduik banyak dirasai. Begitu kata kata bijak Minangkabau memberikan kiasan. Ya, ragam Minangkabau memang memiliki banyak misteri yang masih diselimuti kabut penghalang untuk mengungkapnya. Tapi selagi kita mau mengkaji, mencari dan berbagi dengan sesama, maka misteri itu akan semakin terbuka.
Salah satu informasi dan data yang saya peroleh adalah mengenai mata uang. Minangkabau rupanya memiliki mata uang tersendiri. Padahal selama ini banyak ahli ekonomi yang sudah terlanjur membuat statemen bahwa Minangkabau tidak memiliki mata uang. Mungkin mereka kurang mencari karena kurang berjalan.
Dari kecil, saya dulu sering mendengar nilai mata uang yang diucapkan oleh para orang tua di kampung saya Pariangan. Maklum orang tua saya seorang pedagang kecil di Lapau atau warung. Ada istilah sabilih, sakupang, satayia, ciek Piah, tigo tali, dll. Tapi saya sendiri waktu itu, belum pernah melihat wujud fisik mata uang Minang tersebut.
Kini, saya dikirimi oleh kawan saya seorang kolektor mata uang kuno. Rupanya benar adanya mata uang Minangkabau tersebut. Koin yang bertuliskan Arab Melayu. Bacaannya ‘satu kupang’. Saya pun tak tahu berapa nilai yang satu Kupang tersebut.
Dengan adanya foto koin ini, tentu kita tidak bisa menafikan bahwa Minangkabau memang pernah memiliki mata uang sendiri. Tetapi saya belum pernah melihat uang kertas Minangkabau.
Setidaknya informasi ini sudah membuka cakrawala kita bahwa Minangkabau memang kaya dengan ragam budaya dan peninggalan, termasuk sistem mata uang. Tugas para sejarawan dan ekonom lah untuk menggalinya lebih dalam lagi.
Semakin banyak kita berjalan, mencari dan meneliti, tentu semakin banyak pula kita mendapat informasi. Jangan sampai terlalu cepat berkesimpulan bahwa Minangkabau tidak memiliki sesuatu jika sesuatu itu belum kita lihat. Carilah, telitilah, dan berbagi lah. ($).