Siaran Pers Advokat M.Intania, SH: Sejarah SMPN 2 Batusangkar yang Terlupakan, Ini Faktanya

TANAH DATAR, 15 November 2023

Peristiwa penyegelan lahan SMPN 2 Batusangkar dan kericuhan yang terjadi pada tgl 6 dan 7 November 2023 dipandang sebagai titik kulminasi ketidakmengertian / ketidakmaupedulian Pemerintah Daerah dalam memahami sejarah panjang berdirinya SMPN 2 Tanah Datar sejak tahun 1951 hingga sekarang ini.

Untuk menyegarkan dan meluruskan fakta sejarah yang terjadi, maka Kuasa Hukum M. Intania, SH mencoba menggali informasi dan menyampaikan sejarah singkat sekolah tersebut agar tidak terjadi pembiasan/pengaburan fakta sejarah, apalagi ada upaya untuk melupakan jasa pemberi Hak Pakai dan bahkan memutar balikkan fakta sehingga sangat merugikan keluarga besar klien kami.

Untuk itu kami rangkum sejarah singkat ini agar publik Tanah Datar paham dengan fakta yang sebenarnya.

Selepas kemerdekaan RI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Pemerintah Republik Indonesia mulai berbenah untuk membangun sarana dan prasarana guna membentuk tatanan kehidupan yang layak bagi rakyatnya, termasuk dalam hal untuk sarana dan prasarana pendidikan rakyatnya. Maka dimulailah program pembangunan insfrastruktur sekolah dan pengembangannya sejalan dengan kebutuhan dunia pendidikan pada waktu itu.

Kota Batusangkar yang pada kurun waktu tersebut menjadi Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar mengalami kesulitan lahan tanah untuk pengembangan dunia pendidikan karena tanah tanah yang ada sudah ada pemiliknya sejak dahulu kala.

Tersebutlah nama mendiang Hj. NURLELA dimana warga Kampung Baru lebih mengenal sosok beliau dengan panggilan kesayangan UNIANG LELA yang memiliki tanah warisan keluarga mulai dari belakang lahan Ex Kantor/Rumah Controller (peninggalan Belanda, sekarang Kantor Perpustakaan Daerah), Lapangan Gumarang hingga samping Benteng Van der Capellen (peninggalan Belanda) terus ke jalan Bodi Caniago (Jl. Belakang Benteng) hingga ke jalan Guguk Ketitiran (dulu Jl. Koto Piliang, sekarang Jl. M. Yamin dan Jl. Soeprapto) hingga terus ke kebun di belakang SMK Progresif Batusangkar).

Mendiang Hj. Nurlela adalah wanita asli kelahiran Nagari Pagaruyung, berasal dari Suku Nan IV Tapi Tampo dan besar serta berdomisili di Kampung Baru, Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas. Rumah kediaman Hj. Nurlela (Uniang Lela) bertempat di belokan pertama dibawah SMAN 1 Batusangkar.

Bpk. dari Hj. Nurlela (Almh) bernama Zainal (Alm) yang lebih dikenal masyarakat sebagai Pak Guru Zainal. Sementara mertua dari Hj. Nurlela (Almh) dikenal orang dahulu sebagai Guru Pode (Alm). Sedangkan suami Hj. Nurlela dikenal masyarakat sebagai Pak Rustam (Alm) yang dahulu pernah bekerja sebagai Tata Usaha di SMAN 1 Batusangkar.

Jadi, keluarga Hj. Nurlela (Almh) berasal dari keluarga pendidik.

Dikarenakan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar pada waktu itu kesulitan lahan untuk membangun sekolah, dan karena ada panggilan sosial dari keluarga besar Hj. Nurlela (Almh) yang berasal dari keluarga pendidik tersebut, maka mendiang Hj. Nurlela bersedia meminjamkan sebahagian lahan yang ada untuk dibangun sarana pendidikan bernama SLTP Negeri 2 Batusangkar (sekarang bernama SMP Negeri 2 Batusangkar). Pertama kali diberi ijin membangun dengan luas sekitar + 1.000 mtr/segi dengan status HAK PAKAI pada tahun 1951 (+ 72 tahun hingga tahun 2023 ini).

Baca Juga :  Berkat Informasi Masyarakat,Polres TD Amankan Pengedar Narkoba

Seiring perkembangan jaman dan kebutuhan pengembangan dunia pendidikan maka bersedia dipinjamkan lagi sebahagian lahan untuk pembangunan Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) dan kemudian diketahui dibangun juga Sekolah Teknik (ST) disamping SMPN 2 Batusangkar itu. Baik SMEP dan ST adalah sekolah kejuruan tingkat pertama (setara sekolah menengah pertama umum).

Karena perubahan kurikulum pendidikan nasional yang mensyaratkan dihapusnya sekolah kejuruan tingkat pertama pada sekitar tahun 1970an, maka SMEP dan ST dilebur kedalam sekolah menengah pertama umum. Para guru dan siswa siswi yang ada pada waktu itu ditampung di SLTP N 1 dan SLTP N 2 Batusangkar.

Sedangkan gedung sekolah eks SMEP dan ST dikelola oleh SLTP N 2 Batusangkar sehingga dengan sendirinya luas lahan SLTP N 2 Batusangkar bertambah luas hingga menjadi + 5.160 mtr/segi.

Status pemberian Hak Pakai dengan luas tanah + 5.160 mtr/segi kepada Pemerintah Kabupaten Tanah Datar c/q Dinas Pendidikan Tanah Datar tersebut tercantum dalam uraian Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar No. 12/Pdt.G/2003/PN.BS pada halaman 19 Alinea ke-3, dimana keluarga besar mendiang Hj. Nurlela selaku TERGUGAT digugat oleh pihak lain, dimana hasil putusan PN Batusangkar pada Pokok Perkara menyatakan MENOLAK GUGATAN PENGGUGAT UNTUK SELURUHNYA atas lahan tanah yang diatasnya berdiri SLTP N 2 (sekarang bernama SMP N 2 Batusangkar) dan SDN 26 Batusangkar (sekarang bernama SDN 20 Baringin). Dengan demikian putusan PN Batusangkar itu makin menguatkan posisi hukum lahan tersebut benar adanya adalah warisan milik keluarga besar mendiang Hj. Nurlela.

Lantas kenapa Pemerintah Kabupaten Tanah Datar yang merasa menang? Karena Pemerintah Kabupaten Tanah Datar posisinya adalah turut jadi TERGUGAT. Maknanya menandakan bahwa keluarga besar mendiang Hj. Nurlela dengan Pemkab Tanah Datar sama sama digugat pihak lain dan maknanya keluarga mendiang Hj. Nurlela TIDAK BERLAWANAN sama sekali dengan pihak Pemkab Tanah Datar.

Maka sangat disayangkan penggiringan opini dari pihak pihak yang tidak paham sehingga terjadi distorsi informasi dan pemutar-balikan fakta seolah olah keluarga besar mendiang Hj. Nurlela (TERGUGAT) dinyatakan kalah melawan Pemkab Tanah Datar, dinyatakan bermusuhan dengan Pemkab Tanah Datar. Fakta sebenarnya yang bisa Kuasa Hukum M. Intania, SH sampaikan adalah:

  1. Posisi keluarga besar mendiang Hj. Nurlela dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar adalah sama sama TERGUGAT pada waktu itu.
  2. Bahwa tidak benar keluarga besar mendiang Hj. Nurlela berlawanan dengan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar.
  3. Karena putusan pengadilan menyatakan menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya, maka jelas dan terang bahwa lahan adalah milik keluarga besar mendiang Hj. Nurlela dan bangunan sekolah adalah milik Pemkab Tanah Datar c/q Dinas Pendidikan Tanah Datar.

Sudah jelas bahwa lahan (tanah) sekolah adalah milik keluarga besar mendiang Hj. Nurlela dan gedung sekolah adalah aset milik Pemkab Tanah Datar.

Lantas kenapa sekarang Pemkab Tanah Datar sekarang ini setelah berjalan + 72 tahun ingin pula mengambil lahan hak orang lain untuk disertifikatkan secara diam diam? Bukankah itu sebuah tindakan yang melawan hukum, terkesan “rakus” dan “arogan” serta melupakan fakta hukum dan fakta sejarah.

Baca Juga :  Wabup Richi Aprian Hadiri Wirid di Kubang Landai, Masyarakat Berterima Kasih

Atas niat baik dan ketulusan serta panggilan sosial keluarga besar mendiang Hj. Nurlela pada waktu itu akhirnya bersedia memberikan ijin Hak Pakai kepada Pemerintah Kabupaten Tanah Datar untuk keperluan SMPN 2 Batusangkar, dan Eks SMEP serta Eks ST hingga SMPN 2 Batusangkar berusia sekitar 72 tahun pada saat ini yang sudah banyak menghasilkan generasi terpelajar dan sukses di kemudian hari menjadi ladang ibadah bagi keluarga besar Hj. Nurlela (Almh) hingga anak cucu dan cicit. Itulah sumbang bakti keluarga besar mendiang Hj. Nurlela kepada Pemerintah Republik Indonesia c/q Pemerintah Kabupaten Tanah Datar.

Sudah banyak Kepala Daerah (Bupati) yang silih berganti memimpin Kabupaten Tanah Datar ini. Selama itu pula tidak ada masalah berarti dengan para Bupati Tanah Datar perihal perkembangan pendidikan di SMPN 2 Batusangkar, karena para Bupati Bupati sebelumnya memahami latar belakang keberadaan SMPN 2 Batusangkar tersebut dari para bawahannya yang paham dan berdedikasi tinggi serta memberikan masukan yang objektif tentang sejarah SMPN 2 Batusangkar serta lahan lainnya milik keluarga besar mendiang Hj. Nurlela.

Persoalan agak serius sempat terjadi di masa kepemimpinan Bupati Irdinansyah Tarmizi (Alm) sekitar tahun 2017 dimana SMPN 2 Batusangkar sempat digembok keluarga pemilik lahan akibat ketersinggungan atas sikap salah seorang Kepala Dinas yang tidak pada tempatnya, namun dapat dengan cepat tanggap diselesaikan oleh mendiang Irdinansyah Tarmizi atas keahlian diplomasi yang dimiliki beliau dan pendekatan yang dilakukan secara kekeluargaan.

Selama kurang dari 72 tahun tidak ada masalah besar antara Pemkab Tanah Datar dengan keluarga pemilik lahan karena azas saling menghargai dan saling menghormati. Pemkab Tanah Datar selama waktu itu mengakui keberadaan pemilik lahan, dan pemilik lahan tetap mengijinkan memakai lahannya selama dipakai untuk keperluan dunia pendidikan. Betapa harmonis dan mulia nya hubungan pada saat itu yang saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain antara Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dengan keluarga pemilik lahan.

Lantas, kenapa pada tahun 2023 ini ribut ribut menjadi masalah yang viral sampai ke tingkat nasional ? Penyebabnya karena dipicu oleh Pemkab Tanah Datar c/q Bupati Eka Putra, SE, MM itu sendiri yang ketahuan secara diam diam (tanpa kompromi dengan ahli waris) akan mensertifikatkan lahan SMPN 2 Batusangkar pada Juni 2022 lalu. Dengan sendirinya Bupati diduga kuat tidak paham sejarah (atau mendapat informasi yang salah dari orang sekelilingnya) dan tidak menganggap keberadaan pemilik lahan (dengan sendirinya TIDAK MENGAKUI PEMILIK LAHAN).

Perbuatan ‘diam diam” tersebut dianggap perbuatan pengecut dan melanggar kesepakatan tidak tertulis dengan pejabat Pimpinan Daerah sebelumnya dan patut diduga terjadi pemalsuan dokumen karena diduga kuat lahan SMPN 2 Batusangkar tersebut dimasukan dalam wilayah administrasi kenagarian Baringin, padahal fakta sejarah sejak dahulu menyebutkan bahwa SMPN 2 Batusangkar berada dalam wilayah ulayat Nagari Pagaruyung.

Baca Juga :  Pemkab Tanah Datar Belajar ke Surakarta untuk Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

Apa jadinya bila hal itu terjadi pada warga lain dimana tanahnya diserobot / dicaplok secara diam diam oleh Pemkab Tanah Datar untuk diakui secara diam diam dan dilaporkan kepada DPRD Tanah Datar bahwasanya sudah ada peningkatan nilai jumlah asset milik Pemkab Tanah Datar (namun dilakukan dengan cara cara melawan hukum?). Haruskah warga tersebut diam dan pasrah saja di saat tanahnya dicaplok oleh penguasa daerah? Haruskah Pimpinan DPRD Tanah Datar tutup mata (yang bisa diartikan menyetujui tindakan diam diam tersebut?)

Oleh karena itu, sangat wajar tanah warisan keluarga besar Hj. Nurlela (Almh) dipertahankan hingga saat ini, yang sepeninggal mendiang Hj. Nurlela diturunkan kepada anak perempuannya bernama Ir. Dewi Indah Djuita (Almh). Kemudian sepeninggal mendiang Ir. Dewi Indah Djuita pada tanggal 2 Desember 2022 maka lahan keluarga tersebut diwariskan kepada anak perempuan tertuanya bernama Purnama Olivvita.

Jika Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dibawah kepemimpinan Eka Putra, SE, MM merasa punya dasar penguasaan lahan tersebut, TINGGAL MENUNJUKKAN DOKUMEN HAK PAKAI DARI KELUARGA Hj. NURLELA kepada Kuasa Hukumnya Purnama Olivvita sehingga tidak perlu terjadi keadaan penyegelan lahan yang berbuntut kericuhan tersebut. Keadaan itu dipicu karena Pemerintah Kabupaten Tanah Datar kurang professional dan tidak transparan kepada keluarga bessar mendiang Hj. Nurlela yang notabene adalah warganya sendiri.

Kenapa Pemerintahan Tanah Datar dibawah kepemimpinan Bupati Eka Putra terkesan tidak transparan dan menutup diri? Karena patut diduga mereka melakukan cara cara tidak prosedural dan patut diduga ada penyalahgunaan wewenang (termasuk dari pihak lain) sehingga takut kedoknya terbongkar di mata hukum. Kalau merasa benar, tinggal tunjukkan saja dokumen pendukungnya kepada Klien dan Kuasa Hukum.

Jangan lupakan sejarah, jangan salahgunakan kebaikan keluarga besar mendiang Hj. Nurlela, apalagi mencoba menghapus dan memutarbalikan fakta sejarah awal mula berdiri dan berkembangnya SMPN 2 Batusangkar hingga tetap eksis sampai sekarang ini. Semuanya tak lepas dari kemurahan hati dan pengawalan keluarga besar mendiang Hj. Nurlela hingga saat ini.

Lahan sekolah yang diberi Hak Pakai tetap milik keluarga besar mendiang Hj. Nurlela, gedung gedung sekolah tetap menjadi aset milik Pemerintah Daerah, semuanya baik baik / aman aman saja kecuali bila nanti Bupati Eka Putra tetap tidak peduli dan keras kepala, maka bisa saja suatu saat nanti keluarga besar Hj. Nurlela MENCABUT STATUS HAK PAKAI ATAS SEKOLAH dan SILAHKAN PINDAHKAN sekolah sekolah tersebut ke lokasi lain milik Pemkab Tanah Datar.

Selaku orang baru di kampung, perbanyak lah belajar dan bertanya serta meminta nasehat kepada orang yang lebih tua yang mengetahui sejarah. Jangan merasa sudah menjadi orang pusat, orang kampung dipandang kecil. Ingat, orang jatuh bukan karena batu besar, justru karena kesandung kerikil kecil.

Kuasa Hukum,
Muhammad Intania, SH