Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Ketua SIAP Kabupaten Tanah Datar
Sebuah potongan lirik lagu Minang yang melankolis, “Arok Arok cameh Denai mananti,….” Begitulah kira kira perasan pimpinan partai, calon anggota legislatif dan seluruh pengurus partai menjelang Pileg 2024 digelar.
Sesuai jadwal yang sudah ditetapkan oleh KPU, tgl 29 Juli sampai 13 Desember 2022 ditentukan sebagai jadwal pendaftaran dan verifikasi partai peserta pemilu.
Partai yang akan berkompetisi sudah mulai melakukan perekrutan dan penjaringan calon calon legislator yang akan bergabung. Dari sisi kepartaian, tentu saja calon yang akan diterima adalah calon calon potensial yang diprediksi memiliki popularitas dan elektabilitas untuk mendongkrak partai itu sendiri. Dari sisi calon, memilih partai tentu dengan pertimbangan bahwa partai tersebut akan dapat menjadi ‘kendaraan” untuk mewujudkan impian dan syahwat politik mereka. Maka terjadilah “tawar menawar” untuk mensinergikan kepentingan mereka.
Nah, kali ini kami ingin mengulas dua partai di Tanah Datar yang hasil pilegnya saling bertolak belakang antara hasil pileg 2014 dengan hasil pileg 2019. Partai tersebut adalah Partai Golkar dan Partai Gerindra. Tujuan ulasan kali ini agar publik Tanah Datar semakin cerdas menilai dan memilih aneka partai politik peserta pileg tempat menitipkan harapan yang tepat di pemilu nantinya yang insya Allah akan digelar pada tanggal 14 Februari 2024.
“Baraja ka nan sudah. Ja an salah pilih kendaraan. Ibarat pai ka Jakarta naiak bus. Piliahlah bus nan karoserinya bagus dan layanan awal mulai dari beli tiket hingga selama perjalanan juga bagus. Jangan terpesona tampilan bus nan bantuaknyo raso lai karancak, tapi salamo di jalan pelayanan tidak memuaskan sehingga sampai terminal badan rangkik dan pikiran kusuik” ujar Wan Labai sok menasehati.
Partai Golkar Tanah Datar pada pileg 2014 memperoleh 8 kursi dari 35 kursi yang tersedia atau 22,86% sehingga kader Golkar didaulat menjadi Ketua DPRD TD. Ditingkat nasional 2014 Partai Golkar memperoleh 18.432.312 suara atau 14,75% suara, atau berada pada urutan ke 2 (runner up) dibawah peroleh suara PDIP, dimana pada Pilpres 2014 tersebut Partai Golkar berkoalisi dengan Partai Gerindra serta partai lainnya dalam Koalisi Merah Putih yang mengusung Prabowo-Hatta menghadapi Koalisi Indonesia Hebat yang mengusung Joko Widodo-Kalla.
Walau kita ketahui Jusuf Kalla pernah menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar, tapi Pimpinan Golkar malah berkoalisi mengusung Prabowo Hatta. Putusan DPP Golkar membukti bahwa secara nasional mereka menduduki perolehan suara nomor 2 mengalahkan perolehan suara Gerindra.
Pada pileg 2019, perolehan kursi Partai Golkar Tanah Datar terjun bebas terpangkas 50% menjadi 4 kursi saja. Dalam skala nasional, perolehan suara Partai Golkar juga turun menjadi 17.229.789 suara atau 12,31 %. Perolehan tersebut menempatkan Partai Golkar turun dari urutan 2 menjadi urutan 3 digantikan oleh Partai Gerindra. Agaknya pilihan Golkar kali ini karena berkoalisi mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin menjadi bumerang dan kehilangan suara pendukung secara nasional sebanyak 1.202.523 suara.
Kebijakan DPP Golkar pada 2019 tersebut turut menyisakan perih bagi DPD Golkar Tanah Datar karena perolehan kursi mereka di DPRD TD dari semula 8 kursi langsung terpangkas setengahnya menjadi hanya 4 kursi saja. Menyisakan masing masing 1 kursi per Dapil.
Sehingga Golkar TD hanya menyisakan 3 orang kader senior di DPRD TD ditambah kemunculan 1 kader muda dari Dapil III yang dipercaya duduk di DPRD TD mendampingi 3 seniornya. Sehingga total 4 kursi untuk Golkar TD di periode 2019-2024.
Kader muda tersebut bernama Dedi Irawan, A.Md. Sepengetahuan kami Dedi Irawan termasuk kader yang energik dan komunikatif dengan beragam elemen dan mampu menjangkau koneksitas hingga ke Pusat sehingga mampu melobi dan mendatangkan Wakil Menteri Perdagangan ke Tanah Datar bersama kader Hanura Benny Apero, A.Md. yang berbuah bantuan dana pusat milyaran untuk revitaliasi Pasar Pandai Sikek dan Pasar Sungai Tarab pada 2023 nanti.
Sedikit banyaknya terobosan yang dilakukan Dedi Irawan, A.Md ini turut mendongkrak elektabilitas Golkar Tanah Datar. Tentu saja potensi kader muda ini harus dipertahankan Golkar TD daripada beresiko kehilangan dukungan di Dapil III.
Belajar dari kondisi Pileg 2019, agaknya DPD Golkar TD harus punya strategi untuk merangkul tokoh muda lainnya yang punya visi “think out of the box” sekaligus penyegaran partai agar kembali diminati publik Tanah Datar.
Analisa berbeda kami lihat untuk partai Gerindra Tanah Datar dimana memperoleh 3 kursi pada 2014 dan meraih 6 kursi pada 2019. Kondisi tersebut sepengetahuan kami tidak lepas dari figur Prabowo yang menjadi Capres untuk kedua kalinya pada 2019. Di saat publik Tanah Datar khususnya dan Sumbar pada umumnya dihadapkan pada dua pilihan saja antara Jokowi dan Prabowo, maka pilihan terakhirlah yang dipilih.
“Prabowo Effect” ini terbukti mampu mendongkrak perolehan suara di Tanah Datar dan secara nasional, sehingga perolehan suara Gerindra menggeser peroleh suara Golkar dan menempatkan Gerindra pada posisi 2 dengan perolehan suara 17.594.839 atau 12,57%. Bisa jadi suara Golkar yang mendukung Jokowi-Amin pada waktu itu beralih kepada Gerindra. Bagaikan dapat durian runtuh, hehehehe.
Dengan perolehan kursi terbanyak di DPRD TD, maka otomatis salah satu kader Gerindra menduduki posisi Ketua DPRD mengantikan posisi Ketua DPRD sebelumnya dipegang oleh kader Golkar. Begitu juga di provinsi Sumatera Barat, Gerindra ikut berjaya pula.
Sayangnya, dalam tubuh partai Gerindra TD sudah terjadi semacam “perebutan kepentingan” dimana sebelumnya sudah ditunjuk Jonnedi (Anggota DPRD senior Gerindra TD) menjadi Ketua DPRD berdasarkan Rapat Paripurna tanggal 19 September 2019 tentang Agenda Pengumuman dan Penetapan Calon Pimpinan Definitif DPRD Masa Jabatan 2019-2024, yang beberapa hari kemudian diterima Surat dari DPP Gerindra yang mencabut SK DPP (yang mereka terbitkan sendiri sebelumnya) tertanggal 31 Agustus 2019 tentang Pimpinan DPRD dan Ketua Fraksi Partai Gerindra Tanah Datar Masa Jabatan 2019-2024, sehingga yang menjadi Ketua DPRD TD akhirnya adalah Rony Mulyadi, SE (pendatang baru kader Gerindra).
Kejadian lainnya dapat dilihat dari gonta ganti susunan pengurus Gerindra TD. Selain dinamika pergantian Ketua Gerindra TD sejak 2014, juga ada pergantian Sekretaris Gerindra TD yang sebelumnya diganti, kemudian diangkat lagi dengan orang yang sama. Agaknya hal tersebut menimbulkan turbulensi politik di internal partai dan dapat dinilai bahwa situasi Partai Gerindra Tanah Datar ini bagaikan penuh dengan dinamika dan “conflict of interest”. Tentu saja hal ini akan menjadi perhatian serius bagi publik dan pemerhati politik Tanah Datar yang akan berpengaruh bagi ketertarikan publik kepada partai ini di kemudian hari.
Memproyeksikan kondisi pileg 2024 nanti, ketertarikan publik Tanah Datar untuk memilih kedua partai ini agaknya berkaitan dengan kontestan pencalonan presiden nanti. Bilamana kontestan Capres-Cawapres tetap dua kandidat saja, maka ada peluang Partai Gerindra mendapatkan suara mayoritas, namun apabila ada 3 atau lebih Capres-Cawapres nanti, besar kemungkinan suara Gerindra akan tergerus menurun kalau tidak boleh disebut terjun bebas.
Selain itu Partai Gerindra juga harus waspada bahwa pengaruh “Prabowo Effect” saat ini sudah semakin “memudar” dan harus diimbangi dengan strategi cerdas untuk mengembalikan kepercayaan simpatisan.
Di sisi lain, bilamana DPP Golkar salah memilih koalisi sebagaimana kejadian di tahun 2019 lalu, maka dapat dipastikan pula suara Golkar akan semakin terpuruk mulai dari pusat hingga ke daerah.
Selain itu faktor ketertarikan publik Tanah Datar juga ditentukan oleh rapor yang sudah diukir kedua partai tersebut untuk Tanah Datar. Publik yang sering berinteraksi dengan lembaga DPRD Tanah Datar akan dapat menilai apakah kualitas DPRD TD dibawah pimpinan Ketua dari Gerindra lebih baik daripada sebelumnya dipimpin oleh Ketua dari Golkar. Apakah publik menilai kondisi DPRD TD sekarang sebenarnya dibawah kendali / diwarnai oleh Golkar? Silahkan simpulkan sendiri.
Akankah PKS dan Nasdem menjadi pemenang pada Pileg 2024 nanti di Tanah Datar? Dan sejauh mana peran Bupati Eka Putra yang notabene dedengkot Demokrat bisa membantu menaikkan perolehan suara Demokrat? Kita ulas pada tulisan berikutnya. (*)