Polemik Progul Satu Nagari Satu Even: Sebuah Refleksi dan Evaluasi

Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Ketua LKPH MARAWA)

Setelah sempat vakum beberapa waktu karena kesibukan penulis, kali ini penulis menyempatkan diri untuk menyampaikan pandangan / pendapat / opini penulis terkait program unggulan (Progul) 1 Nagari 1 Event (1N1E) yang penulis amati di lapangan dan WAG serta media sosial bahwa progul ini yang paling populer diviralkan dibanding 9 progul lainnya.

Secara prinsip sebenarnya tujuan progul 1N1E adalah bagus yaitu untuk melestarikan kebudayaan lokal, mengundang wisatawan baik lokal, domestik maupun manca negara, bagaimana mengajarkan kebudayaan kepada anak anak generasi penerus, meningkatkan geliat ekonomi tempatan, dll.

Mengevaluasi realisasi 1N1E ini, secara teknis pelaksanaan masih banyak dijumpai kendala kendala seperti dukungan masyarakat, masalah administrasi, perbedaan pandangan, dll. Belum semua elemen masyarakat mendukung penuh kegiatan tersebut, hanya sebatas meramai-ramaikan. Contohnya, ketika ada partisipasi diminta untuk gotong royong, cukup banyak yang tidak datang, tapi kalau dibayar, mereka akan datang. Tren gotong royong tersebut sudah ada pergeseran nilai dimana untuk saat sekarang ini tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini jika habis waktunya ½ hari untuk gotong royong, mereka akan kehilangan potensi mendapatkan nafkah yang biasa mereka kerjakan di sektor informal, oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk mengantikan hari mencari nafkahnya berupa uang pengganti. Memang esensi gotong royong itu adalah tidak dibayar, namun tidak dapat dipungkiri jika mereka goro (atas nama sosial), maka akan kehilangan potensi dapat upah kesawah / ngojek / upah bertukang, dll.

Problema kedua adalah bahwa Pemerintah Daerah menganggarkan dana hanya Rp. 50 juta untuk sebuah even dimana untuk sebuah kegiatan yang memakan waktu 2 hingga 3 hari adalah sangat sangat kecil nilainya. Fakta yang dapat disaksikan bahwa biasanya even tersebut biasanya hanya ramai pada saat pembukaan dan sedikit orang pada saat penutupan, sementara materi kegiatan selama even belum menjadi tontonan menarik bagi kebanyakan orang.

Baca Juga :  Tim dari Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar Lakukan Pendataan OPK bidang Tradisi di Tanah Datar

Selanjutnya bagi nagari yang sudah melaksanakan progul 1N1E ditahap pertama, pada tahap keduanya hanya diberi anggaran sebesar Rp. 10 juta saja. Jelas saja akan memberatkan bagi Pemerintah Nagari untuk melaksanakannya pada 1N1E tahap kedua. Hal itu tentu tidak akan sanggup dilaksanakan, kecuali jika dipaksakan dan akan mengorbankan kuantitas dan kualitas even itu sendiri.

Contohnya di Nagari Pariangan, pada pelaksanaan 1N1E tahap pertama saja menghabiskan biaya sekitar 100jutaan, untung pihak nagari sudah mencadangkan anggaran sebelumnya.

Dalam beberapa diskusi dan kajian budaya, Irwan Malin Basa memberikan pandangan bahwa jika pemerintah daerah betul betul serius dan berkomitmen untuk melestarikan budaya lokal melalui ajang 1N1E ini, seharusnya anggaran pelaksanaan even ini harus ditambah, bukan malah dikurangi.

Evaluasi lain adalah adanya klaim dari dinas terkait bahwa terjadi transaksi besar selama even tersebut sekian ratus juta dan pengunjung sekian ribu orang, apa dasar tolak ukur atau indikator penilaiannya? Sementara apa ada catatan transaksi selama even tersebut dilaporkan ke panitia? Apakah pengunjung yang masuk arena even pakai karcis? Jadi penulis beranggapan bahwa angka yang disampaikan itu hanya ditaksir taksir saja.

“Kalau sudah ditaksir taksir angkanya, sama saja diibaratkan sebagai upaya pembohongan publik (HOAX). Kalau memang tingkat kunjungan bagus dan nilai traksaksi juga bagus serta menguntungkan, kenapa pihak nagari malah pusing membuat pelaporan setelah even selesai dilaksanakan? Jadi tidak perlulah digembar gemborkan karena pencitraan tersebut tidak ada dasar terukur untuk mengklaim transaksi dan kehadiran pengunjung tersebut” guman Wan Labai sambil tersenyum kecut.

Problematika lainnya adalah mengenai mekanisme pencairan anggaran dari Pemkab Tanah Datar dimana anggaran 50 juta tersebut baru bisa dicairkan SETELAH Pemerintah Nagari dan Panitia SELESAI melaksanakan even dan membuat laporan. Faktanya adalah bahwa dalam even tersebut ada material dan jasa yang harus dibayar dimuka. Terpaksa Pemerintah Nagari / Panitia menalangi pembiayaan terlebih dahulu. Belum lagi setelah laporan selesai, dibalikin lagi dengan beragam alasan administrasi yang harus dilengkapi, apalagi jika ada “SPJ titipan” yang ditumpang tumpangkan untuk dimasukan dalam laporan tersebut.

Baca Juga :  UIN Batusangkar Kembali Kukuhkan 167 Guru Profesional Melalui PPG

Hal krusial lainnya adalah perihal keberadaan Kurator. Apa saja kriteria kurator yang ditetapkan oleh Pemkab Tanah Datar? Apakah benar seorang kurator itu pernah punya pengalaman di beberapa even besar? Sejauh mana Quality Assurancenya seorang kurator itu bisa menjamin membuat sebuah acara yang baik dan diminati banyak orang? Sementara honor untuk seorang kurator tersebut dialokasikan cukup besar.

Persoalan lain yang cukup mengganjal adalah dengan diberikannya anugerah / penghargaan bagi kategori pelaksanaan even yang paling sukses. Apa indikator penilaiannya? Yang dapat anugrah sebelumnya adalah Nagari Pangian. Dasar suksesnya apa dan dirasa tidak transparan dibanding dengan Nagari Nagari lain?

“Cara cara seperti ini dianggap belum tepat dan diduga menjadi bagian dari “pembodohan” dan pembohongan publik. Kalau kita mau fair, banyak nagari nagari lain yang lebih sukses. Kalau dilihat dari jumlah pengunjung, dirasa lebih banyak pengunjung di Pandai Sikek, dilihat dari peredaran uang dan keseragaman, dirasa lebih banyak Pandai Sikek dan Padang Magek. Jadi apa dasarnya? Janganlah semena-mena.

Hal lain yang perlu jadi atensi adalah mengenai keberlanjutan (sustainability) even tersebut. Apakah masih perlu konsep seperti sekarang ini? Secara tujuan even ini sudah baik, namun belum baik secara teknis pelaksanaan. Jika kurang baik, maka harus diperbaiki.

Jadi jika ingin sebuah even 1N1E tersebut lebih baik di periode berikutnya, maka perlu dilakukan EVALUASI TOTAL.

Lantas apa solusi untuk perbaikan teknis pelaksanaan 1N1E ini? Berikut penulis rangkum untuk disampaikan kepada stakeholder terkait perihal progul 1N1E untuk bahan pertimbangan mereka sbb:

  1. Perlu dibuatkan Petunjuk Teknis oleh Pemkab Tanah Datar untuk pelaksanaan even 1N1E sebagai pedoman baku yang setidaknya berisi petunjuk tentang tata cara pelaporan, form form isian / checklist tentang kehadiran pengunjung, transaksi per outlet, form kritik dan saran dari Panitia, Pengunjung dan Tenan.
  2. Perlu transparansi dan akuntabilitas dan segenap pelaku even.
  3. Perlu indikator penilaian yang jelas dan terukur yang dilakukan oleh pihak ketiga (independen). Bukan dilakukan sepihak oleh Pemkab Tanah Datar. Kalau tidak bisa, lebih baik tidak perlu dilakukan penilaian.
  4. Pemkab Tanah Datar harus memberikan anggaran lebih besar dan dibayarkan kepada Panitia Pelaksana setidaknya per termin. Silahkan buat Juknisnya.
  5. Agar lebih berbobot, bisa dipertimbangan even 1N1E dilakukan di tingkat Kecamatan dengan menggabungkan beberapa Nagari. Selain hemat biaya, juga hemat tenaga dan bisa menarik pengunjung domestik dan luar negeri untuk tinggal lebih lama di Tanah Datar.
  6. Even ini harus disinergikan dengan even skala nasional, maka Pejabat terkait perlu hadir mempromosikan ke tingkat nasional dan internasional.
  7. Perlu melibatkan link promosi digital dengan melibatkan kerjasama dengan jaringan manajemen hotel dan jaringan komunitas pelaku pariwisata lainnya.
Baca Juga :  Rektor UIN Batusangkar Berikan Penghargaan untuk Tiga Orang Kepala Daerah 'Peduli Pendidikan Islam'

Menurut pandangan kami, Progul 1 Nagari 1 Event ini layak dilanjutkan dengan perbaikan sistim dan perbaikan konsep.

Untuk evaluasi total lainnya, silahkan dipikirkan oleh stakeholder terkait. Kami hanya memberikan sedikit pandangan. Lagi pula bukan kapasitas kami untuk memberikan solusi lengkap, (*)