Oleh: Bagas Azwar (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas Padang)
Menurut Haris (2006: 10) pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat, yang bersifat langsung, terbuka, masal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Pemilu merupakan tonggak penting dalam kehidupan demokrasi sebuah negara.
Namun, menggali ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) dalam kebijakan publik di Sumatera Barat pada Pemilu 2024 adalah isu yang harus diperhatikan secara serius.
Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia memiliki peran penting dalam menjalankan roda pemerintahan dan pelayanan publik.
Netralitas ASN menjadi esensial untuk memastikan kebijakan publik dijalankan secara objektif, profesional, dan akuntabel, terlepas dari kepentingan politik atau pribadi.
Namun, di Sumatera Barat, isu netralitas ASN dalam kebijakan publik masih menjadi sorotan.
Berbagai laporan dan temuan menunjukkan indikasi keterlibatan ASN dalam politik praktis, baik secara terang-terangan maupun terselubung. Hal ini dikhawatirkan dapat menghambat efektivitas dan akuntabilitas kebijakan publik, serta merugikan masyarakat.
ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam aturan itu disebutkan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Bentuk-Bentuk Ketidaknetralan ASN dalam kebijakan publik di Sumatera Barat dapat dilihat dalam berbagai bentuk, antara lain:
- Mendukung salah satu kandidat dalam pemilihan kepala daerah atau jabatan politik lainnya.
- Menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi atau opini yang menguntungkan salah satu pihak politik.
- Menghadiri acara politik atau kampanye politik.
- Melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis lainnya.
- Melakukan tindakan diskriminatif dalam pelayanan publik berdasarkan afiliasi politik.
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sumatera Barat menempati rangking 8 dari 38 provinsi dalam indeks kerawanan Pemilu 2024. Pemetaan kerawanan dimaksud dirilis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Barat menindaklanjuti dua kasus terkait pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga masa kampanye Pemilu 2024.
Komisioner Bawaslu Sumbar, Muhammad Khadafi di Padang, mengatakan hingga masa kampanye Pemilu 2024 pihaknya menemukan dua kasus pelanggaran netralitas ASN dan telah ditindaklanjuti sesuai aturan.
Dari dua kasus yang ditangani Bawaslu, satu kasus di Kabupaten Pasaman Barat sudah selesai diproses dan disampaikan pada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),” ujarnya.
“Sementara satu kasus lagi di Kabupaten Agam masih proses dan belum dilimpahkan ke KASN,” ujarnya.
Dampak ketidaknetralan ASN adalah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kemudian dampak lain ketidaknetralan ASN adalah menghambat efektivitas dan akuntabilitas kebijakan publik
Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) mendatang merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Dalam menjalankan proses pilkada, harapan kita adalah adanya ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) yang terlibat.
Ketidaknetralan ASN yang terlibat pada pilkada mendatang sangat penting untuk menjaga integritas, keadilan, dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Kita berharap ASN dapat menjadi penegak aturan dan menjunjung tinggi integritas dalam pelaksanaan pilkada. Mereka harus memastikan bahwa semua peserta pilkada memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan informasi yang diperlukan. ASN juga diharapkan untuk menjaga kesetaraan dalam perlakuan terhadap calon, partai politik, dan pendukungnya, tanpa diskriminasi yang tidak adil.
Dalam mewujudkan ketidaknetralan ASN pada pilkada mendatang, perlu dilakukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak. Pemerintah, lembaga pengawas, masyarakat, dan peserta pilkada harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi netralitas ASN.
Pendidikan dan pelatihan yang kuat tentang prinsip-prinsip netralitas dan integritas perlu diberikan kepada ASN. Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran netralitas juga harus menjadi prioritas.
Dengan ASN yang netral dan independen, diharapkan pilkada mendatang dapat menjadi contoh nyata dari demokrasi yang sehat dan berkualitas. Partisipasi publik akan meningkat, keadilan dalam persaingan politik akan terjaga, dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi akan semakin kuat. (*)