Oleh : M. Haviz
Wabah Covid-19 telah menyebabkan pemerintah untuk mengambil keputusan sulit, diantaranya adalah seluruh aktivitas belajar di sekolah formal dipindahkan di rumah dengan menggunakan metode belajar dalam jaringan (online). Fenomena menarik ditemukan saat memasuki bulan ke 2 belajar dalam jaringan (online) pada masa wabah Covid-19. Fenomena tersebut adalah orang tua telah berperan sebagai guru yang mendidik dan membimbing siswa di di rumah. Dimulai dari orang tua harus membantu anak untuk membuat tugas sekolah, mencari tugas, sampai juga menyediakan sarana dan sumber belajar yang memadai agar anak bisa belajar online. Dab bahkan, orang tua tetap mengupayakan agar anak-anak tetap belajar, meskipun lingkungan belajar di rumah tidak sama dengan lingkungan belajar sekolah. Pekerjaan-pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh para Ibu, terutama para Ibu muda yang masih memiliki anak masih belajar di jenjang pendidikan dasar. Pekerjaan ini dirasa berat, apalagi jika si Ibu bukanlah seorang guru atau tidak pernah menempuh sekolah pendidikan guru. Mengapa demikian? Karena mendidik dan membimbing siswa di PAUD, TK dan SD dirasa lebih sulit dibanding siswa di SMP, SMA dan bahkan Perguruan Tinggi. Tetapi walaupun demikian, tanpa disadari para Ibu muda tersebut telah melatih diri mereka dengan kemampuan guru masa kini (baca: guru abad 21), yang disebut dengan TPACK.
Apakah TPACK itu? Apakah terdapat hubungan antara covid-19, belajar online (sebagai variabel perantara) dengan kemampuan TPACK para orang tua di Indonesia? Apakah kemampuan TPACK ibu-ibu di Indonesia meningkat dengan adanya covid-19? Tulisan ini akan mengulasnya secara ringkas.
Apakah TPACK itu?
TPACK, pertama kalinya diperkenalkan oleh Shulman (1986) dengan istilah pedagogical content knowledge (PACK). Pada tahun 2006, Mishra dan Koehler menyempurnakan PACK dengan menambahkan technological knowledge (TK) untuk mendapatkan terminologi TPACK. Secara sederhana, Technological pedagogical content knowledge (TPACK) adalah pengetahuan menggunakan teknologi untuk menerapkan metode pengajaran, untuk berbagai jenis konten materi pelajaran.
Selanjutnya, Chai et al. (2013) telah melakukan ulasan (review) terhadap 74 artikel tentang integrasi skil infomation communication and technology (ICT) dengan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK). Salah satu hasil review yang berhubungan dengan tulisan ini adalah adanya hubungan antara pengembangan penggunaan ICT dengan TPACK. Karena integrasi keduanya akan melatih dan meningkatkan kemampuan mengajar guru. Dan juga, penulis telah melakukan studi untuk membuktikan apakah pengintegrasian ICT ke dalam pembelajaran untuk meningkatkan TPACK mahasiswa calon guru (Haviz, 2018; 2019; 2020). Pada aspek inilah terhubungnya belajar dalam jaringan (online) saat wabah Covid-19 dengan peningkatan kemampuan TPACK para ibu. Bagaimana penjelasannya? Selengkapnya diulas pada bagian berikut.
Bagaimana hubungan antara belajar online dengan TPACK di saat wabah Covid-19?
Sungguh tanpa disadari oleh para orang tua (terutama oleh para ibu), mereka telah melatih kemampuan TPACK mereka dengan adanya penerapan belajar dalam jaringan (online) saat terjadinya wabah Covid-19. Meskipun pada awalnya adalah sebagai bentuk penerapan dari “power of kepepet” (baca: kondisi mendesak), tetapi lama-kelamaan menjadi suatu rutinitas sehari-hari. Bagaimana mungkin ini terjadi? Tentunya, pernyataan ini sebaiknya perlu dibuktikan dengan studi empirik dengan metodologi penelitian pendidikan yang sesuai. Misalnya, studi tersebut dilakukan untuk mengukur dan membandingkan kemampuan awal (sebelum wabah Covid-19) dengan kemampuan akhir TPACK Ibu-Ibu muda tersebut (saat berakhirnya wabah Covid-19). Sehingga diperoleh perbedaan skor (gain score) tentang kemampuan TPACK mereka. Akan tetapi, analisis yang dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang muncul saat ini, bisa dijadikan alasan untuk mendukung pernyataan tersebut.
Pertama, Jika ditelaah dengan kondisi saat ini, para ibu sudah akrab dan bahkan mahir berselancar (baca: searching atau googling) di dunia maya. Kemampuan ini berkaitan dengan pengetahuan tentang penggunaan hardware dan software information communication technology (ICT). Misalnya, pengetahuan tentang penggunan perangkat web 2.0, seperti blog, facebook, google classroom sampai ke program meeting online seperti Zoom dan Lark meeting. Para Ibu harus mencari materi pembelajaran yang sesuai untuk anak-anak mereka. Bahkan yang paling sederhana, misalnya para ibu harus membuka google untuk sekedar mencari gambar atau media yang berhubungan dengan gerakan memutus pandemi Covid-19 yang ditugaskan para guru terhadap siswa-siswa di rumah. Kegiatan-kegiatan ini memperlihatkan bahwa ada usaha yang dilakukan oleh para ibu untuk meningkatkan kemampuan Technological Knowledge (TK) dan Technological Content Knowledge (TCK) mereka.
Kedua, Jangan diragukan kemampuan para Ibu untuk mengajar anak-anak mereka. Jauh sebelum belajar online diterapkan karena Covid-19 mewabah, para Ibu sudah mahir mendidik dan mengajar anak-anak mereka. Misalnya, sejak anak dalam kandungan, para Ibu melakukan interaksi (sebagai bentuk kegiatan antara guru dan siswa) yang super-intensif dengan bayi dalam kandungannya. Setelah si anak lahir sampai anak memasuki masa usia sekolah, para ibu juga dipastikan melakukan interaksi super intensif dengan anak-anak mereka. Sang Ibu telah memiliki dan sudah menerapkan berbagai cara (baca; metode) untuk bisa menyapih, mendiamkan saat anak bayi menangis, mengajari anak belajar berjalan, menyuruh anak belajar mandi. Dan bahkan, Ibu memiliki berbagai metode untuk membujuk anak-anak mereka agar tidak menangis saat hari pertama masuk sekolah. Apalagi saat wabah Covid-19 terjadi saat ini, para ibu telah memiliki dan menerapkan pengetahuan Pedagogical Knowledge (PK) dan Pedagogical Content Knowledge (PCK). Para Ibu, mengajar anak belajar berhitung, belajar membaca, belajar menggambar ataupun sekedar menemani para anak untuk membuat poster yang berhubungan dengan pandemi Covid-19. Penjelasan-penjelasan ini bahwa para belajar online saat wabah Covid-19 telah meningkatkan kemampuan Pedagogical Knowledge (PK) dan Pedagogical Content Knowledge (PCK) para Ibu.
Ketiga, meskipun bukan menjadi keahlian mereka, para Ibu juga harus menguasai materi ajar anak-anak mereka. Karena, Ibu adalah guru anak-anak di rumah. Anak-anak akan bertanya kepada Ibu di rumah tentang materi yang mereka kurang atau tidak pahami. Sehingga, Ibu akan kembali membaca dan memahami materi ajar, yang mungkin telah tidak mereka lakukan bertahun-tahun yang lalu. Kondisi ini memaksa Ibu untuk meningkatkan kemampuan Content Knowledge (CK) mereka.
Keempat, materi ajar yang sudah dibaca dan dipelajari kembali oleh para Ibu tersebut akan diajarkan kepada anak-anak dengan berbagai metode mengajar. Kegiatan ini adalah sebagai bentuk aplikasi keterampilan Pedagogical Content Knowledge (PCK). Terkadang, para Ibu juga menggunakan berbagai teknologi dan alat belajar agar para anak memahami materi yang dijelaskannya. Kegiatan ini adalah aplikasi dari kemampuan Technological Pedagogical Knowledge (TPK). Sehingga di akhir pembelajaran, para Ibu akan menanyakan apakah anak-anak sudah memahami materi, atau Ibu akan bertanya apakah pekerjaan anak-anak mereka sudah selesai dilaksanakan. Penjelasan-penjelasan tersebut memperlihatkan adanya penggunaan keterampilan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) atau pengetahuan Teknologi konten pedagogis, yaitu pengetahuan menggunakan teknologi untuk mengimplementasikan metode pengajaran untuk berbagai jenis konten materi pelajaran.
Akhirnya, tulisan ini mengapresiasi usaha dan kemampuan tanpa sadar para Ibu yang telah melatih TPACK, sebagai kemampuan guru abad 21. Salut, untuk para orang tua, terutama para Ibu muda di Indonesia.
*Penulis adalah Dosen IAIN Batusangkar