Batusangkar, jurnalminang.com. Pada edisi 28 April dan 1 Mei 2020 sudah ditampilkan sekilas sejarah tentang Ahmad dt.Panghulu Dari yang merupakan Mursyid Tarekat Syatariyah yang terakhir di Pariangan. Edisi kali ini ditampilkan sekilas sejarah tentang H.Abdul Manan atau yang lebih dikenal dengan Angku Ampek Rangek Rajo. Data dan informasi didapatkan melalui wawancara dengan tokoh masyarakat, sejarawan, budayawan serta penelusuran melalui referensi lain dan studi manuskrip. Semoga bermanfaat.
2) H. Abdul Manan ( Angku Ampek Rangek Rajo). Beliau adalah seorang guru silat dan pengajar tarekat Saman atau Samaniyah di Pariangan. Beliau dilahirkan di Pariangan pada tahun 1867 (tidak diketahui tgl dan bulan) dan wafat pada tgl 6 Juni 1985 dalam usia 118 th. Makamnya terletak di Pariangan sekitar 50 Meter dibelakang kantor wali nagari Pariangan. Beliau berasal dari suku Pidang Laweh dengan penghulu nya Datuak Maharajo Depang. Rumah gadang beliau disamping kantor wali nagari Pariangan.
Beliau sangat terkenal ahli dalam ilmu beladiri pencak silat dan sangat disegani di masanya. Ratusan orang muridnya menjadi pendekar juga baik dari Pariangan maupun dari luar daerah. Ada juga yang menjadi guru agama. Beliau mengajarkan tarekat Samaniyah di sebuah surau dekat mesjid Ishlah Pariangan. Ciri khas do surau ini adalah ketika sholat tarawih pada bulan ramadhan. Setelah sholat tarawih selalu dilaksanakan ritual ‘ratik’ atau zikir membaca Laila haillallah dengan suara yang sangat keras. Ada jamaah yang sampai tak sadarkan diri ketika ‘ratik’ tersebut.
Beliau dikenal sangat komitmen dengan penegakan aturan adat. Siapa yang tidak mau mematuhi aturan adat beliau mau menegurnya dan kadang dengan ketegasan serta Adi argumen dengan anggota masyarakat. Tetapi di zamannya jarang sekali yang berani membantah jika beliau yang memerintahkan.
Disamping seorang pendekar dan sufi, beliau memiliki rasa pilantropi atau kedermawanan sosial yang luar biasa. Apapun pekerjaan dan kebutuhan untuk kepentingan masyarakat banyak seperbaiki mesjid, memperbaiki saluran air sawah, mendirikan sekolah dan lain sebagainya beliau selalu turun tangan dan mau berkorban secara materi dan tenaga serta fikiran. Misalnya, tanah lokasi kantor wali nagari Pariangan yang sekarang (dahulunya adalah SDN 03 Pariangan) sebagiannya adalah tanah Angku Ampek Rangek Rajo yang diberikan izin atau hak pakai untuk menempati nya pada th 1962.
Kesufian nya dalam praktek ibadah sangat luar biasa. Beliau selalu sholat berjamaah dan jadi imam di mesjid ataupun di surau nya. Kecintaan terhadap dunia nyaris sudah ditinggalkan. Sebagai penganut tarekat tentu berpegang kepada prinsip “iduik nan kadipakai, mati nan kaditompang. Darimana, sedang dimana dan mau kemana.”
Tentu rekam jejak beliau ini; pemikiran, kitab, beladiri, sejarah serta seluk beluk Tarekat Samaniyah perlu diteliti dan dikaji oleh para ahlinya. Wala bagaimanapun beliau adalah seorang ulma besar di masanya. Jadi suri tauladan bagi masyarakat. Mengapa tidak kita perhatikan? (IMB)