Opini Oleh: Kurnia Aznar Putra
(Mahasiswa Magister Ilmu Politik, Universitas Andalas)
Sejarah TKDN
Sejak diberlakukan lewat Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi salah satu pilar utama dalam strategi Indonesia untuk memperkuat industri lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor. Tujuan besar di balik kebijakan ini jelas yaitu mendorong kemandirian nasional lewat penggunaan bahan baku dan komponen dari dalam negeri dalam berbagai sektor industri.
Pernyataan Presiden RI dalam beberapa waktu terakhir, TKDN kembali jadi bahan perbincangan publik. Apalagi setelah Presiden RI terpilih Prabowo Subianto menyampaikan usulan pelonggaran aturan TKDN sebagai respons atas kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat.
Wacana ini tentu menimbulkan pertanyaan baru, masihkah TKDN menjadi kebijakan yang tepat di tengah dinamika ekonomi global?
TKDN dalam industri Handphone, Tablet, Komputer (HTK)
TKDN bukanlah konsep baru yang datang begitu saja. Ia lahir dari kebutuhan untuk memperkuat industri lokal, terutama setelah gelombang besar produk teknologi dari luar negeri membanjiri pasar nasional di akhir 2000-an.
Kala itu, Handphone, Tablet dan Komputer menjadi kebutuhan masyarakat luas, tapi hampir seluruhnya dipasok dari luar negeri. Pemerintah pun merespons dengan dua regulasi penting pada 2015. Permenperin No. 68 Tahun 2015 dan Permen Kominfo No. 27/2015, yang mengatur kewajiban TKDN minimum 20% pada perangkat komunikasi berbasis 4G/LTE dan meningkat menjadi 30% pada 2017.
Tak berhenti di situ, TKDN untuk industri HTK kemudian ditetapkan sebesar 35%. Dampaknya terasa signifikan. Tahun 2023, produksi perangkat HKT dalam negeri melonjak hingga 50 juta unit, dengan impor hanya 3,1 juta unit. Artinya, hampir 94% perangkat HKT yang beredar di Indonesia kini merupakan hasil dari produksi lokal.
Produsen dan TKDN: Dari Samsung hingga Apple
Samsung, misalnya, berhasil memenuhi TKDN hingga 40,3%. Namun tidak semua raksasa teknologi punya cerita manis yang sama. Apple, misalnya, sempat terhambat untuk memasarkan iPhone 16 di Indonesia karena belum memenuhi syarat 40% TKDN.
Baru pada Maret 2025, Apple bisa mendapatkan sertifikat TKDN usai memilih Skema 3 atau Skema Investasi Inovasi, dengan komitmen investasi sebesar 160 juta dolar AS (sekitar Rp2,6 triliun). Sedangkan, raksasa teknologi dunia Apple sempat menghadapi kendala serius untuk memasarkan iPhone 16 di Indonesia.
Pasalnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menolak memberikan izin edar karena perusahaan asal Amerika Serikat itu belum memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen.
Polemik izin penjualan Iphone 16 di Indonesia
Aturan TKDN menjadi salah satu syarat utama agar produk teknologi bisa dipasarkan di Indonesia. Kebijakan ini tak hanya berfungsi sebagai alat proteksi pasar, tapi juga sebagai skema investasi dan pengembangan inovasi industri dalam negeri.
Untuk bisa melanjutkan penjualannya, Apple akhirnya memilih untuk mengikuti Skema 3 atau Skema Investasi Inovasi, salah satu dari tiga jalur yang disediakan pemerintah untuk memenuhi syarat TKDN.
Langkah ini ditempuh dengan komitmen investasi sebesar 160 juta dolar AS atau setara Rp 2,6 triliun, yang akan digunakan untuk memperkuat ekosistem teknologi lokal, termasuk penggunaan bahan baku produksi iPhone dari dalam negeri.
Akibat proses pemenuhan TKDN tersebut, iPhone 16 yang telah diluncurkan secara global pada Oktober 2024, baru resmi terdaftar di Indonesia pada 7 Maret 2025. Setelah seluruh persyaratan administrasi dan teknis dipenuhi, iPhone 16 series akhirnya bisa mulai dipasarkan secara resmi di Indonesia pada 11 April 2025.
Meski akhirnya lolos, kasus ini menjadi pengingat bahwa aturan TKDN kini menjadi faktor krusial dalam strategi pemasaran perusahaan global di Indonesia. Pemerintah sendiri menegaskan bahwa kebijakan ini akan terus diperkuat demi mempercepat pertumbuhan industri nasional.
Apple memandang Indonesia tidak cukup ramah untuk Investasi
Perang dagang AS-China yang melibatkan tarif tinggi dan pembatasan teknologi telah memicu relokasi industri manufaktur dari China ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Keberadaan TKDN membuat perusahaan asing lebih memilih untuk berinvestasi ke negara lainnya di asia tenggara seperti Vietnam. Apple berinvestasi di Vietnam sebesar Rp256,79 triliun, jauh lebih besar dari investasi di Indonesia yang hanya Rp1,6 triliun.
Hal itu dikarenakan iklim investasi di Vietnam jauh lebih baik dibanding di Indonesia. Apple melihat bahwa dari sisi regulasi, insentif yang diberikan Vietnam lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Selain itu, kemudahan dan kepastian berinvestasi menjadi salah dua faktor penting keputusan investasi besar besaran apple di Asia Tenggara memilih negara Vietnam.
Pemerintah Harus Bijak dalam menyikapi Aturan TKDN
Kebijakan TKDN harus disertai dengan langkah-langkah tertentu agar tidak menghalangi impor yang penting serta menjaga daya saing industri dalam negeri secara berkelanjutan. Jika kebijakan TKDN diterapkan dengan terlalu ketat dan tanpa fleksibilitas, hal ini berisiko menghambat pengadaan komponen strategis yang saat ini tidak bisa diproduksi di dalam negeri.
Akibatnya, hal ini dapat mengganggu rantai pasokan dan membuat biaya produksi meningkat. Ini bisa berpotensi menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional dan lokal, apalagi jika produk lokal belum memenuhi standar kualitas serta kuantitas yang diperlukan. Pemerintah seharusnya menerapkan kebijakan TKDN yang realistis dan fleksibel, dengan mempertimbangkan kesiapan industri domestik dan kebutuhan komponen impor yang penting.
Contohnya, dapat diberikan pengecualian atau kelonggaran sementara untuk komponen yang belum tersedia di dalam negeri, sambil secara bertahap mendorong pertumbuhan kapasitas industri lokal.
Di samping itu, peningkatan TKDN harus disertai dengan investasi untuk pengembangan teknologi, pelatihan SDM, dan fasilitas manufaktur. Pemerintah harus memperkuat ekosistem inovasi dan kolaborasi antara sektor industri, dunia pendidikan, dan lembaga penelitian agar komponen lokal dapat memenuhi standar global serta kebutuhan di sektor HTK.
Harus ada insentif fiskal, kemudahan dalam perizinan, dan dukungan teknis untuk membantu pelaku industri lokal, khususnya UMKM, agar dapat berkembang dan berperan dalam rantai pasokan di sektor HTT. Sertifikasi TKDN juga perlu dipermudah dan dibuat transparan untuk meningkatkan partisipasi dari industri kecil. Mekanisme pemantauan dan evaluasi yang rutin sangat penting bagi keberhasilan implementasi agar tidak mengganggu dinamika pasar.
Pelonggaran aturan TKDN dapat dilihat sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, kebijakan ini memberikan keuntungan seperti perbaikan kualitas produk, daya tarik untuk investasi asing, serta pembukaan peluang inovasi baru.
Namun, di sisi lain, langkah tersebut bisa membahayakan industri lokal, meningkatkan ketergantungan pada teknologi luar negeri, dan menghambat kemajuan inovasi domestik. Rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia adalah menerapkan kebijakan TKDN dengan pendekatan yang lebih fleksibel tanpa memaksakan angka TKDN, mengingat kesiapan industri lokal serta kebutuhan akan komponen strategis yang diimpor.
Fokuslah pada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi komponen lokal melalui program riset dan pelatihan sumber daya manusia. Bangunlah ekosistem industri yang terintegrasi melalui kolaborasi antara pemerintah, sektor industri, dan akademisi untuk mempercepat inovasi serta pengembangan teknologi dalam negeri. (*)
Gambar: diambil dari internet free access