“BUPATIKU YANG TERSANDERA”
Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako
Tersebutlah kisah di sebuah kabupaten bernama Kabupaten Tampuruang Data. Kenapa bernama Tampuruang Data? karena secara geografis bentuk daerahnya mirip tempurung kelapa. Tapi rakyatnya–mudah-mudahan– bukan menyerupai katak dalam tempurung lho. Sebab, rakyatnya sudah banyak yang open minded dan mengenal dunia luar dengan cara kalua tampuruang (baca: merantau).
Begitu pula melalui koneksi internet, entah untuk berselancar di dunia maya, bermain medsos, atau sekedar main game online, tapi banyak juga kok yang digunakan untuk beribadah dan berbagi amal kebaikan sehingga rakyatnya berangsur cerdik juga.
Kabupaten Tampuruang Data dipimpin oleh seorang Bupati yang masih muda dari segi usia. Muda usia inilah yang dijadikan ikon untuk mengkampanyekan citra dirinya saat pemilihan kepala daerah sebagai sosok yang energik dan dinamis untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi daerahnya. Tapi, antah Iyo antah indak, nilai saja masing masing.
Kesan energik dan dinamis itu memang terbukti dilaksanakan saat akhirnya terpilih jadi Bupati. Buktinya, langsung tancap gas menghadiri begitu banyaknya acara- acara “gunting pita” dan selebrasi bahkan sampai keluar daerah sekalipun. Nan paralu acara. Barasok dapua tu.
Adakalanya Bupati dan Wakil Bupati Tampuruang Data meninggalkan daerahnya berbarengan, sebab sudah tidak khawatir lagi karena personil tim di daerahnya sudah kompeten sehingga daerahnya dapat berjalan secara auto pilot. Saking hebatnya, mungkin keberadaan Bupati dan Wakilnya memang sudah tidak diperlukan lagi kayaknya, hehehe.
“Masyarakat itu juga bisa hidup sendiri! Tak perlu seluruhnya diurus” kata “pembisik gaib” kepada Bupati ketika sedang minum kopi perai.
Namun sayangnya, semenjak tongkat komando dipegang, publik kabupaten Tampuruang Data kurang mendapatkan informasi yang jelas tentang strategi realisasi janji kampanye yang menjadi program unggulan yang pernah menjadi magnet rakyat untuk memilihnya.
“dulu, kiceknyo ado kapa Tabang perai, pabrik tempat bekerja, dan Saribu janji dan Ota nyo katiko kampanye” kicek Mak Udin di kadai kopi.
Publikpun semakin heran, kok semakin hari Bupatinya bekerja seperti mengakomodir keinginan para pendukung dan mantan tim suksesnya saja? Meresmikan pengukuhan yang nota bene orangnya dari partai pendukung dan memberi fasilitas jabatan tertentu. Baru sekali sekali diviralkan pencapaian prestasi mengatasnamakan rakyatnya.
Kalo rakyat mengkritisi, pendukungnya langsung pasang badan dan menyerang balik bahwa pengkritisi itu adalah orang yang dengki, orang yang kalah, dan mengkotakkan pengkritisi sebagai kelompok lawan. Padahal orang di sekeliling bupati itu belum tentu cerdik pula. “Ado nan baru ka balai nampaknyo.”
Mereka pasang barikade bahwa Bupatinya tidak boleh didekati oleh orang lain selain dari kelompok mereka saja. Oleh karena itu, Bupatinya harus selalu dikawal dan dikelilingi dengan alasan agar tidak dipengaruhi (baca: dibisiki) oleh orang luar selain oleh orang lingkar dalamnya saja.
Mereka menamakan dirinya penasehat sang Bupati yang punya tugas mulia untuk mengawal Bupatinya agar segala kebijakan Bupati yang keluar semuanya berasal dari hasil musyawarah dan mufakat para penasehat. Mereka petantang petenteng seolah olah dia pula yang jadi bupati.
Bilamana hasil nasehat mereka tidak berkenan di mata sang Bupati, tapi hasil nasehat tersebut berguna bagi kepentingan para penasehat, maka mereka dapat menggunakan password “titah Bundo Kanduang”. Kalau lah sampai disini, habis kartu sang Bupati. Kamari bedo dek e.
Kasihan, Bupatiku yang tersandera. Cukuplah sampai akhir tahun ini, pak. Mudah mudahan bupati Tampuruang Data bisa melepaskan diri dari sandra pembisik gaib tersebut. Jika tidak, maka “Datuak Parpatiah Jo Datuak Katumanggungan” akan bangkit kembali memperbaiki kabupaten Tampuruang Data ini. (*).