Peran Menulis dalam Pemerolehan Bahasa Kedua di Kelas

Oleh: Irwan & Asyifa Nurul Amelia
(Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UIN Batusangkar)

Artikel Review
Artikel yang ditulis oleh Linda Harklau ini menyoroti pentingnya modalitas menulis dalam pembelajaran bahasa kedua di kelas. Penulis berpendapat bahwa menulis sering diabaikan dibandingkan bahasa lisan, padahal menulis dapat memberikan pemahaman mendalam tentang pemerolehan bahasa.

Tulisan dalam artikel ini mencakup berbagai pandangan teori linguistik dan mengaitkan literasi dengan pembelajaran bahasa kedua dalam konteks pendidikan formal. Artikel bersifat analitis, dengan analisis terhadap data empiris dari ruang kelas di Amerika Serikat, serta literatur sebelumnya terkait pemerolehan bahasa dan literasi.

Poin Penting yang bisa kita ambil dari hasil riset tersebut adalah:
• Pengabaian Menulis: Penelitian cenderung berfokus pada interaksi lisan di kelas, sementara modalitas tulisan menawarkan peluang berbeda untuk belajar.
• Kontribusi Menulis dalam Literasi: Penulisan membantu siswa memahami bahasa melalui struktur sintaksis dan pengembangan kosa kata.

• Variasi Sosial dan Individual: Modalitas tulisan memberi ruang untuk belajar yang terstruktur dan fleksibel.
• Relevansi Multimodalitas: Kombinasi teks, visual, dan oral penting dalam pembelajaran bahasa.
Kelebihan:
• Menyoroti peran sentral literasi dalam konteks pembelajaran bahasa kedua.
• Mencakup perspektif historis dan teoritis secara komprehensif.
• Membawa isu penting ke dalam diskusi, seperti integrasi modalitas lisan dan tulisan.

Kelemahan:
• Kurangnya fokus pada metodologi kuantitatif.
• Tidak menyertakan data yang relevan untuk konteks di luar Amerika Serikat.
• Relevansi dengan Indonesia: Artikel ini relevan dengan konteks Indonesia karena pendidikan di Indonesia menggunakan pendekatan berbasis literasi di berbagai tingkat. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi, multimodalitas seperti teks dan media visual semakin penting.

Baca Juga :  Camat Pariangan Mulkhairi, S.Pd Berikan Motivasi untuk Peserta Workshop Kriya Batik Pariangan

Namun, tantangan seperti ketersediaan sumber daya dan pelatihan guru dalam mengintegrasikan literasi ke dalam kelas masih menjadi hambatan.
Linda Harklau dalam artikelnya menggarisbawahi pentingnya menulis dalam pemerolehan bahasa kedua. Penulis menyatakan bahwa menulis dapat berfungsi sebagai alat untuk memahami tata bahasa, memperkaya kosa kata, dan memperkuat komunikasi siswa di kelas. Pendekatan ini, menurutnya, telah diabaikan oleh penelitian yang lebih berfokus pada interaksi lisan. Artikel ini mendorong pendidik untuk mengintegrasikan menulis sebagai bagian dari strategi pembelajaran bahasa.

Menurut pendapat kami, ada beberapa poin yang kita setuju dengan pandangan ini, terutama karena menulis memungkinkan siswa untuk merefleksikan dan mengorganisasi ide mereka secara mendalam. Namun, untuk konteks Indonesia, masih perlu upaya untuk mengatasi tantangan infrastruktur dan pelatihan guru. Artikel ini sangat bermanfaat sebagai referensi untuk memperbaiki praktik pembelajaran bahasa di kelas, khususnya dalam mengintegrasikan literasi dengan pendekatan multimodalitas.

Temuan Penelitian:
• Di banyak ruang kelas, interaksi tatap muka antara siswa dan guru terbatas. Namun, siswa masih dapat memperoleh bahasa melalui tugas-tugas berbasis tulisan, seperti membaca, mencatat, dan menyusun tulisan.
• Siswa sering lebih memilih input tertulis dibandingkan input lisan karena teks memungkinkan mereka untuk meninjau ulang informasi dan belajar secara mandiri.

Kelemahan
• Konteks Penelitian yang terbatas:
Artikel ini terutama didasarkan pada konteks kelas di Amerika Serikat, yang memiliki struktur pendidikan, sumber daya, dan budaya yang berbeda dibandingkan negara-negara lain, termasuk Indonesia. Ini membatasi aplikasi langsung dari strategi yang diusulkan dalam artikel ke lingkungan pendidikan yang memiliki tantangan infrastruktur atau kurikulum berbeda.

• Minimnya Bukti Empiris Multikonteks:
Artikel menggunakan data empiris dari penelitian kelas di Amerika, tetapi tidak ada bukti dari negara lain atau konteks berbeda. Hal ini melemahkan klaim universal bahwa menulis dapat menjadi modalitas utama dalam pembelajaran bahasa kedua di semua jenis kelas.
• Kurangnya Pembahasan Tantangan Implementasi:
Artikel tidak secara eksplisit membahas potensi tantangan dalam mengadopsi pendekatan berbasis menulis di ruang kelas, seperti:
• Guru yang kurang terlatih dalam menerapkan strategi menulis.
• Ketergantungan pada modalitas lisan di lingkungan pendidikan tertentu.
• Perbedaan budaya yang mungkin memengaruhi preferensi siswa terhadap menulis.

Baca Juga :  Kasus Pidana Anak: Bagaimana Sanksi yang Tepat Menurut UU SPPA dan Sosiologi Hukum?

Kelebihan Artikel

  1. Argumen yang Berbasis Bukti: Artikel ini menggabungkan temuan dari penelitian terdahulu dengan pengamatan langsung, memberikan dasar yang kuat untuk menekankan pentingnya menulis dalam pemerolehan bahasa kedua.
  2. Konteks Literasi yang Beragam: Penulis secara komprehensif menjelaskan bagaimana literasi dapat menjadi alat pembelajaran yang efektif, terutama dalam pengembangan kosakata dan sintaksis.
  3. Kritik Terhadap Bias Linguistik Terapan: Artikel ini berhasil mengidentifikasi bias dalam penelitian linguistik terapan yang terlalu fokus pada komunikasi lisan, sehingga memberikan perspektif baru dalam pembelajaran bahasa.
    Artikel tidak banyak membahas bagaimana teknologi modern, seperti platform pembelajaran daring, dapat digunakan untuk mendukung pendekatan literasi. Padahal, teknologi dapat menjadi alat yang sangat relevan, terutama dalam pembelajaran jarak jauh.
    Kelemahan Artikel
  4. Fokus Berlebihan pada Konteks Amerika Serikat:
    • Artikel ini banyak menggunakan konteks pendidikan di sekolah menengah di Amerika Serikat, yang mungkin kurang relevan atau berbeda secara signifikan dengan sistem pendidikan di Indonesia. Misalnya, akses ke alat literasi seperti buku teks, teknologi, dan dukungan belajar tertulis mungkin lebih terbatas di beberapa wilayah Indonesia.
  5. Kurangnya Penjelasan Mengenai Implementasi Praktis:
    • Artikel ini berfokus pada pentingnya menulis, tetapi tidak memberikan panduan praktis atau contoh implementasi metode berbasis literasi dalam pengajaran bahasa kedua. Hal ini dapat menyulitkan guru untuk mengadaptasi temuan ini ke dalam kelas mereka.
  6. Kurangnya Fokus pada Variasi Budaya:
    • Budaya belajar di Indonesia mungkin lebih menekankan pembelajaran melalui ceramah dan hafalan dibandingkan literasi kritis. Artikel ini kurang membahas bagaimana menyesuaikan strategi literasi untuk konteks budaya yang berbeda.
    Hambatan Implementasi di Indonesia
  7. Keterbatasan Sumber Daya:
    • Tidak semua sekolah di Indonesia memiliki akses memadai terhadap bahan bacaan, alat tulis, atau teknologi yang mendukung pengembangan literasi. Ketergantungan pada modalitas tertulis bisa menjadi tantangan besar dalam lingkungan dengan sumber daya terbatas.
    Kesimpulan:
    Artikel ini memberikan wawasan penting tentang potensi literasi, khususnya menulis, dalam pembelajaran bahasa kedua. Namun, kelemahan dalam hal bukti empiris dan kurangnya panduan praktis membuat penerapannya menjadi tantangan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Agar strategi ini berhasil, perlu ada adaptasi berdasarkan konteks lokal, pelatihan guru yang memadai, serta dukungan infrastruktur pendidikan yang lebih baik.
    Artikel ini menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan menulis sebagai komponen utama dalam pembelajaran bahasa kedua di kelas. Penulis berargumen bahwa pengajaran berbasis literasi dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana siswa memperoleh kemampuan bahasa secara keseluruhan. Artikel ini juga mengusulkan perlunya pendekatan multimodal yang menggabungkan menulis dengan cara belajar lainnya.
Baca Juga :  1760 Mahasiswa Baru UIN Batusangkar Mulai Ikuti PBAK

Jadi, untuk pembelajaran bahasa Kedua, proses menulis tidak bisa diabaikan karena menulis memiliki beberapa manfaat dalam pemerolehan bahasa kedua. Juga, bisa membantu mengingat bentuk tulisan mulai dari kata, kalimat bahkan paragraf.

Sumber gambar: website djkn. Diakses melalui google free access