Opini  

Pengelolaan Jamkesda Tanah Datar: Pemkab “Kalah Kuat” dari BPJS Kesehatan?

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Aktivis Hukum & Pemerhati Sosial Politik)

Tulisan kali ini merupakan tulisan lanjutan yang membahas tentang Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Tanah Datar setelah tulisan sebelumnya https://jurnalminang.id/jaminan-kesehatan-publik-tanah-datar-hak-dasar-publik-yang-diabaikan/ dirilis di media online Jurnal Minang pada 11 Januari 2023 lalu.

Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada PPID Utama Pemkab Tanah Datar yang sudah menyediakan data informasi publik dalam waktu yang sudah ditetapkan menurut ketentuan UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP walaupun untuk layanan informasi perihal kesehatan kali ini terkesan pelit dan sangat disayangkan kualitasnya. Layanan menyajikan data kali ini cukup mengecewakan. Kenapa? Nanti akan terurai dalam tulisan ini. Silahkan simak sampai akhir agar netizen tidak gagal paham.

Akhirnya penulis mencoba mencari data tambahan berupa literasi di internet agar bisa menyajikan informasi publik berbasis data yang akuntabel.

Dari situs bpjs-kesehatan.go.id diketahui bahwa pada jaman pemerintahan Bupati Irdinansyah Tarmizi sudah dilaksanakan penandatanganan kerjasama BPJS Kesehatan dengan Pemkab Tanah Datar tentang Sinergi Program Optimalisasi Peran Pemkab Tanah Datar Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2017.

Lingkup perjanjian kerjasamanya adalah perihal: 1) perluasan kepesertaan JKN-KIS, 2) peningkatan kualitas pelayanan kesehatan Program JKN-KIS, 3) optimalisasi pembiayaan Program JKN-KIS, dan 4) peningkatan kolektabilitas iuran Program JKN-KIS.

Jika kita amati lingkup perjanjian kerjasama tersebut, secara umum terbaca bahwa perjanjian tersebut hanya menguntungkan BPJS secara sepihak dimana “dengan alasan amanat UU” mengarahkan pemerintah untuk “membantu” merealisasikan program BPJS Kesehatan dalam mendukung terwujudnya Universal Health Coverage (UHC) bagi penduduk daerah melalui program JKN-KIS.

Disampaikan peran serta Pemda bukan hanya dari sisi pembiayaan, namun bagaimana mengoptimalkan kualitas dan mutu pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat.

Hehehe sekilas pernyataannya terkesan oke sih, tapi sebenarnya sama aja menambah kerjaan buat Pemkab TD. Sudahlah menyediakan dana utk layanan kesehatan “yang harus dibayarkan ke BPJS dan dikelola oleh BPJS Kesehatan atas nama amanat UU”, eh disuruh pula untuk mengoptimalkan kualitas dan mutu layanan, pliss dech.

Trus kerjaan BPJS Kesehatan apa aja? Cukup jadi provider penyedia jasa asurasi kesehatan gitu? Sementara yang banyak kerja adalah staff Puskesmas, staff RS se Tanah Datar termasuk klinik dan RS Swasta yang harus mengikuti syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Kalo engga diikuti, maka diikat dengan aturan yang sudah dikemas sedemikian rupa yang bisa berujung pada diakhirinya Perjanjian Kerjasama Sama (PKS) dengan BPJS Kesehatan. Sementara Pemkab dan Klinik serta RS Swasta tidak boleh menolak dan harus ikut serta (berbalut) dalam program kesehatan nasional dengan alasan sosial.

Dihadapkan pada sebuah kondisi dilematis, provider kesehatan swasta dan asuransi kesehatan swasta tidak bisa memilih (no option) yang berakibat kondisi layanan dan mutu kesehatan yang ideal jadi sulit untuk direalisasikan ditengah masyarakat.

Seharusnya Pemerintah Pusat melalui BPJS Kesehatan memberi ruang kebebasan berbisnis dan bekerjasama asuransi kesehatan, dan terkesan tidak memaksakan kehendak dan tidak terkesan monopoli dalam penguasaan layanan asuransi kesehatan.

Baca Juga :  Menggagas Museum Danau Singkarak: Sebuah Inovasi untuk Pemda Tanah Datar

Kondisi terabaikannya layanan kesehatan untuk masyarakat ini terbukti dengan belum adanya PKS Pelayanan Kesehatan antara Pemkab Tanah Datar dengan BPJS Kesehatan. PKS yang ada hanya sebatas PKS tentang Kepesertaan yang notabene dominan menguntungkan BPJS Kesehatan semata, karena dengan adanya kerjasama kepesertaan kesehatan kepada asuransi BPJS Kesehatan, maka BPJS Kesehatan akan bisa menagih pembiayaan kepada Pemkab Tanah Datar yang dananya diambil dari alokasi dana Jamkesda yang berasal dari APBD, sementara hak hak Pemkab yang harus dipenuhi sebagai sebuah kewajiban oleh BPJS Kesehatan belum diketahui oleh publik.

Menurut PPID Utama dalam surat jawabannya kepada penulis bahwa ada PKS antara Pemkab Tanah Datar dengan BPJS Kesehatan dalam pengelolaan dana Jamkesda untuk tahun 2021 dan 2022, sementara menurut informasi dari Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tanah Datar dalam WA nya menyampaikan bahwa TIDAK ADA PKS tentang Pelayanan dan Pengelolaan Keuangan antara BPJS Kesehatan dengan Pemkab Tanah Datar.

Jadi sebenarnya yang memberikan informasi hoax siapa ? Makanya PPID Utama dalam hal ini jangan pelit memberikan informasi publik, agar publik tidak salah pengertian.

Ada beberapa data yang tidak bisa diberikan oleh PPID Utama kepada penulis, yaitu berupa data:

  1. Total Peserta KIS Kabupaten Taanh Datar Tahun 2022 dan total peserta KIS yang berobat jalan dan rawat inap di periode tahun 2022,
  2. Rekapitulasi total peserta jumlah peserta KIS yang berobat jalan perbulan untuk tahun 2021 dan 2022,
  3. Rekapitulasi total peserta jumlah peserta KIS yang dirawat perbulan untuk tahun 2021 dan 2022,
  4. Rekapitulasi jumlah kematian peserta KIS perbulan untuk tahun 2021 dan 2022,
  5. Tabel / grafik 10 jenis penyakit yang dominan di derita peserta KIS selama berobat jalan untuk tahun 2021 dan 2022,
  6. Tabel / grafik 10 jenis penyakit yang dominan di derita peserta KIS yang dirawat inap untuk tahun 2021 dan 2022,
  7. Apa peran BPJS Kesehatan dalam membantu mengatasi pandemi Covid-19 di Tanah Datar?, dan
  8. Apakah Dinas Kesehatan secara regular meminta laporan kepada BPJS Kesehatan tentang jumlah peserta KIS yang berobat / dirawat, jumlah premi yang dibayarkan versus jumlah biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan kepada mitranya, Grafik jumlah penykit dominan dan metode antisipasi, dll.

Data tersebut diatas tidak bisa diberikan Dinas Kesehatan melalui PPID Utama dengan alasan dokumen tersebut dikuasai oleh Badan Publik lain.

Poinnya bukan dalam hal penguasaan dokumen semata, poin lainnya menyiratkan bahwa selama ini Pemkab Tanah Datar melalui Dinas Kesehatan terkesan tidak memiliki data data dasar dari mitra kesehatannya (BPJS Kesehatan) untuk dijadikan bahan kajian strategis pemerintah guna menentukan arah kebijakan kesehatan Tanah Datar dari tahun ke tahun!

Hal ini juga mengindikasikan bahwa Pemkab Tanah Datar hanya sebagai juru bayar tagihan kesehatan BPJS Kesehatan semata.

Ketiadaan Pemkab Tanah Data menguasai data kesehatan dari mitranya juga mengindikasikan kurangnya koordinasi inter instansi dan kurangnya “authority power” Pemkab Tanah Datar kepada BPJS Kesehatan. Namun jika statemen ini dianggap tidak benar, silahkan dibantah oleh Pemkab Tanah Datar berbasis data.

Baca Juga :  ANTARA MUDIK, PULANG KAMPUNG DAN MUDIAK DI MINANGKABAU

Masak data biasa diatas aja engga bisa dimintakan oleh Dinas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan? Kok kesannya gimana gitu? Lagian yang fatal, selama ini kok Dinas Kesehatan seperti engga punya data sendiri?

Coba kalo penulis nanya tentang pengunaan dan penyaluran dana Covid-19 tahun 2021 dn 2022, waahhh bisa repot nih Dinas Kesehatan karena diduga ada masalah penyimpangan dan sudah jadi atensi LSM dan pihak berwenang. Benerrr engga yaa… ?

Ondee… ba a la ko. Tolonglah ini jadi perhatian Pak Bupati Eka Putra untuk mensukseskan program layanan kesehatan masyarakat berbasis kualitas mutu layanan. Tidak semata mata hanya memenuhi peningkatan jumlah kapitasi peserta saja. Minta jugalah kewajiban BPJS Kesehatan untuk melakukan upaya peningkatan kualitas dan mutu layanan. Tanya juga tuh apa kontribusi dana Corporate Social Responsibility (CSR) BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun kepada masyarakat Tanah Datar. Apa kontribusi BJPS Kesehatan terhadap pendidikan kesehatan masyarakat ?

Sebenarnya bukan kewajiban penulis untuk memberikan saran dan solusi kepada Pemerintah Tanah Datar. Karena memang itulah tugas pemerintah untuk mencarikan solusi atas persoalan kemasyarakatan. Namun karena itikat baik dari penulis, untuk kemajuan Tanah Datar, ijinkan penulis menyampaikan saran dan pendapat. Mohon jangan dinilai pula penulis sok pintar atau sok tunjuk ajari Pemkab Tanah Datar, sebagai berikut:

  1. Sudah saatnya Pemkab Tanah Datar beserta DPRD Tanah Datar mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jamkesda yang diantaranya berisi kewajiban kewajiban mitra pengelola dana Jamkesda kepada Pemkab Tanah Datar.

Eksekutif dan Legislatif harus menunjukkan peran dominasinya dibanding BPJS Kesehatan / Asuransi swasta lainnya atas nama memberikan perlindungan kesehatan dan peningkatan kualitas mutu dan layanan kesehatan masyarakatnya.

  1. Pemkab Tanah Datar harus melibatkan peran Pentahelix dalam proses penyelenggaraan dan pengawasan pengelolaan Jamkesda ini.

Mitra kesehatan Pemkab Tanah Datar, khususnya BPJS Kesehatan harus rutin memberikan data dan grafik perihal peserta kesehatan yang dicover dari dana Jamkesda, baik itu berupa penyediaan data turn over peserta tiap bulan, jumlah peserta yang mendapat layanan rawat jalan dan rawat inap, angka kematian, angka penyakit yang dominan, rekap tagihan per mitra kesehatan, rekap kegiatan BPJS Kesehatan dalam kaitan membantu mensukseskan program Pemerintahan Era Baru dibidang kesehatan dan sosial, dll.

  1. Pemkab Tanah Datar c/q Dinas Kesehatan harus punya tim verifikator dan tim audit atas kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Masak iya ngebayar tagihan dari BPJS Kesehatan saja jika tidak diverifikasi nilai tagihan, administrasi tagihan, kelayakan tagihan, dll ? Kalau tagihannya bodong gimana?

Sementara BPJS Kesehatan aja punya tim verifikator untuk meneliti keabsahan dan kebenaran tagihan dari mitra mitranya. Masak Dinas Kesehatan terkesan tutup mata saja atas tagihan BPJS Kesehatan kepada Pemkab Tanah Datar ?

  1. Dinas Kesehatan harus lebih proaktif lagi mendapatkan data kesehatan untuk disajikan kepada Bupati dan DPRD. Data minimal yang harus disajikan adalah total ketersediaan mitra kesehatan Kabupaten Tanah Datar seperti total posyandu, total puskesmas, total dokter praktik, klinik swasta, RS Swasta dll. Juga total pertumbuhan dan penutupan klinik / RS Swasta serta sebab sebabnya, total investasi dibidang kesehatan, total SDM dibidang kesehatan, dll untuk jadi bahan analisa Bupati dan DPRD Tanah Datar guna menentukan kebiakan strategis di bidang kesehatan selanjutnya.
Baca Juga :  Analisis Kenakalan Remaja, Narkoba & Upaya Pencegahannya

Lihat tuh ada sebuah Klinik Swasta yang sedang bermasalah dengan BPJS Swasta karena dugaan tuduhan Fraud. Ada juga sebuah RS di Dobok, Lima Kaum yang sudah tidak diperpanjang kerjasamanya oleh BPJS Kesehatan.
Ada engga jadi atensi serius Dinas Kesehatan? Gimana Pemkab Tanah Datar harus bisa melindungi unit bisnis kesehatan swasta sekaligus memberikan pengawasan dan pembinaan.

Salah memberi data / data diberikan asal jadi kepada pimpinan akan dapat berakibat salahnya pengambilan keputusan / kebijakan.

Contoh sederhana, dari tahun ke tahun ada peningkatan tagihan dari BPJS Kesehatan kepada Pemkab Tanah Datar sbb: tagihan tahun 2020 sebesar 21,3 milyaran, tagihan tahun 2021 sebesar Rp. 24 milyaran, dan tagihan tahun 2022 sebesar Rp. 25,1 milyaran. Untuk itu harus dikaji dan diteliti apakah relevan dengan kenaikan jumlah peserta JKN-KIS, relevan dengan angka tagihan rawat jalan dan rawat inap, dipetakan nagari dan kecamatan mana yang banyak penyakit tertentu yang perlu ditanggulangi untuk menekan angka pesakitan, dll.

“Jadi dianalisa dong tagihan yang ada, jangan hanya jadi juru bayar semata” ujar Wan Labai yang buru buru menghabiskan rokok kreteknya karena jadwal sahur hampir habis.

  1. Pemkab Tanah Datar harus berani membuat 1 (satu) KAMPUNG PERCONTOHAN dimana seluruh masyarakatnya dijamin kesehatannya oleh Pemkab Tanah Datar terlepas dari BPJS Kesehatan.

Dinas Kesehatan bersama perangkat nagari bisa menjadi fasilitor jasa layanan kesehatan masyarakat yang mencover penuh jaminan kesehatan masyarakat berbasis layanan penuh.

Nanti direview tingkat kepuasan masyarakat disana, apa lebih nyaman dilayani oleh Pemerintah, atau tetap (nantinya) lebih memilih jasa BPJS Kesehatan yang harus mengikuti aneka prosedur prosedur berjenjang yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum mendapat layanan kesehatan .

Konsep ini dapat menjadi penentu kebijakan Pemkab Tanah Datar ke depannya, apakah nantinya layanan kesehatan masyarakat dikelola murni oleh Pemkab c/q Dinas Kesehatan yang memang punya tangggung jawab kesehatan kepada masyarakatnya, atau tetap memilih mitra ketiga jasa pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan atau Asuransi Swasta lainnya demi untuk memenuhi azas peningkatan mutu layanan kesehatan masyarakat.

Semoga tulisan kali ini menjadi masukan berharga bagi Bupati Tanah Datar dan Pimpinan DPRD Tanah Datar perihal pengelolaan kesehatan masyarakat agar mutu layanan kesehatan masyarakat Tanah Datar benar benar lebih baik lagi. Bukan sekedar lips service belaka.

Jika Pemkab Tanah Datar sanggup membuat terobosan yang signifikan terhadap peningkatan layanan kesehatan masyarakat Tanah Datar, maka dipastikan akan turut berkontribusi menambah simpati masyarakat untuk lanjut ke periode berikutnya.

Mumpung kita di tahun politik, hehehe.