Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pengamat Sosial Politik)
Petuah Minangkabau sudah menyebutkan, “sawah bapamatang, ladang bamintalak”. Artinya, ada batas antara suatu tempat dengan tempat lain. Kini, petuah itu sepertinya kurang dihiraukan. Mengapa?
Pemerintah Kabupaten Tanah Datar melalui surat No. 500.12.18.1 / 947 / Kominfo-2023 tanggal 29 Desember 2023 pada poin 2 (dua) menyampaikan bahwa Pemkab Tanah Datar BELUM MELAKUKAN penegasan dan penetapan batas nagari pada wilayah nagari sebagaimana dimaksud dalam Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 sehingga kondisi yang ada di Nagari adalah kondisi apa yang ada saat ini.
Ketiadaan belum melakukan upaya untuk melaksanakan Permendagri No. 45 Tahun 2016 yang sudah dikeluarkan dan disahkan sejak pertengahan tahun 2016 tersebut (sudah berjalan 6,5 tahun lebih) tentu saja menjadi pertanyaan besar bagi kalangan intelektual, ninik mamak, lembaga adat dan pemerhati sosial politik di Luhak Nan Tuo ini. Ada apa ini? Kenapa seolah didiamkan? Padahal ada banyak sengketa wilayah Kabupaten Tanah Datar seperti sengketa wilayah batas nagari antara Nagari Malalo dengan Nagari Sumpur, sengketa wilayah nagari Simawang dengan nagari di kabupaten Solok, sengketa tapal batas Lintau dengan Lipat Kain, Provinsi Riau, dll.
Kenapa hal ini tidak menjadi atensi Kepala Daerah? Apa Kepala Daerah tidak menganggap penting, atau anak buahnya yang tidak memberitahukan kepada Kepala Daerah bahwa ada Permendagri yang harus ditindaklanjuti dan diselesaikan sesegera mungkin. Kemana fungsi pengawasan Pimpinan DPRD Tanah Datar selama ini?
Padahal jika Bupati paham, sudah jelas pedoman yang diberikan Permendagri tersebut. Bahkan sudah diberi pedoman tentang tata cara pembentukan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Nagari (Tim PPB Nagari) tingkat kabupaten yang diketuai oleh Bupati / Wakil Bupati (Pasal 7), tata cara penetapan, penegasan dan pengesahan batas nagari (Bab V), hingga pendanaan yang bisa bersumber dari APBD Kabupaten (Pasal 22 butir c).
“Alih alih sibuk pencitraan untuk Pileg dan Pilkada 2024, jadi seolah “tutup mata” dengan tugas krusial yang harus diselesaikan dalam rangka kewajiban daerah untuk melaksanakan peraturan yang lebih tinggi. Atau “pura pura lupa” saja selama publik tidak mengkritik pemerintah?” gumam Wan Labai penuh tanda tanya.
Percepatan penyelesaian batas nagari harus ditangani sesegera mungkin karena menyangkut kewajiban pemerintah daerah untuk merealisasikan amanat Permendagri. Selain itu, batas nagari memiliki kaitan dengan kewenangan nagari itu sendiri, baik menyangkut administrasi nagari, luas nagari, potensi nagari, fasilitas yang dimiliki nagari, dan harga diri anak nagari itu sendiri. Selain itu juga menyangkut optimalisasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APBNag) dan banyak kaitan lainnya seperti wacana untuk pemekaran nagari.
Jadi isu penegasan dan penetapan batas nagari ini merupakan isu yang sensitif karena menyangkut harkat dan martabat para ninik mamak / penghulu, paga kaum, bundo kandung dan lain lain antar masing masing nagari. Apa jadinya jika wilayah ulayat suatu nagari A misalnya, masuk kedalam wilayah administrasi nagari B? Tentu akan bisa memicu sengketa / konflik horizontal nantinya.
Contoh: Pengurusan tanah yang berada di wilayah ulayat Nagari Pagaruyung (Kec. Tanjung Emas) tapi secara administrasi pemerintahan berada dalam wilayah administrasi Nagari Baringin (Kec. Lima Kaum). Padahal diketahui bersama bahwa hal hal berkenaan dengan adat, maka berlakulah ketentuan hukum adat salingka nagari. Jadi, jika ada masyarakat Nagari Pagaruyung yang tanahnya berada dalam wilayah ulayat nagari Pagaruyung, maka sudah seharusnya mengurus hal hal berkenaan pertanahnya di KAN Pagaruyung.
Ketidakpedulian atau ketidakseriusan Pemkab Tanah Datar mengabaikan penetapan batas nagari ini akan menjadi tanggung jawab Pemkab Tanah Datar bilamana nanti banyak muncul sengketa akibat “menetapkan area abu abu” dan ketidak- transparanan Pemkab Tanah Datar menunjukan bukti yuridis berkenaan penegasan dan penetapan batas nagari dan batas wilayah ulayat nagari (wilayah kesatuan masyarakat adat nagari). Tentu semua bisa menimbulkan gesekan dan berpotensi terjadi konflik horizontal antar masyarakat nagari bila tidak ditangani secara serius dan professional oleh Pemerintah Nagari, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten.
Pengertian Wilayah Ulayat Nagari TIDAK SAMA dengan Tanah Ulayat Nagari. Wilayah Ulayat Nagari lebih menitik beratkan pada batas teritori berlakunya hukum adat / kewenangan hukum adat di nagari tersebut. Kewenangannya mutlak berada di tangan para pemangku adat di Nagari tersebut dan tidak bisa diintervensi oleh perangkat adat nagari lain. Maka dikenallah istilah Adat Salingka Nagari yang berlaku untuk masyarakat hukum adat di nagari tersebut.
Jadi, jika misalnya Pemkab Tanah Datar tidak tegas menetapkan Rumah Sakit Ali Hanafiah secara fakta yuridis berada di wilayah administrasi Nagari Baringin Kec. Lima Kaum yang juga berada di wilayah ulayat nagari Baringin, atau tidak tegas menyatakan bahwa Lapangan Pacu Kuda Dang Tuanku Bukit Gombak berada di wilayah ulayat nagari apa dan wilayah administrasi nagari apa, maka hal ini sama saja dengan menciptakan kondisi “bagaikan api di dalam sekam”.
Belum tegasnya Pemkab Tanah Datar menetapkan batas nagari seharusnya sudah bisa diambil contoh saat terjadi konflik antara anak nagari Sumpur dengan anak nagari Malalo pada tahun 2020 lalu. Seandainya Pemkab Tanah Datar sudah menindaklanjuti Permendagri No. 45 Tahun 2016 itu, maka bisa jadi kerusuhan tersebut tidak akan terjadi.
Agaknya ini menjadi tanggung jawab moral Pimpinan Daerah dan Pimpinan DPRD untuk memberi prioritas menindaklanjuti Permendagri No. 45 Tahun 2016 yang sudah berjalan lebih dari 6,5 tahun ini. Jika masih diabaikan, maka menjadi catatan bagi intelektual Tanah Datar akan tanggung jawab moral para stake holder Tanah Datar dalam menangani isu sensitif ini.
“Bisa bisa para calon legislatif inkumben tidak dipercaya lagi untuk diberi amanah karena ada tugas dari Permendagri yang mereka “diamkan”, sementara tugas itu menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang telah memberi amanah kepada mereka” gumam Wan Labai serasa menghisap kretek merahnya.
Semoga saja isu ‘belum menindaklanjuti’ Permendagri No. 45 Tahun 2016 ini tidak dijadikan komoditas politik dalam pileg dan pilkada 2024 ini. Dan semoga saja kondisi belum menindaklanjuti Permendagri tersebut tidak dikaitkan dengan Ranperda Inisiatif DPRD Tanah Datar tentang Hutan Adat dan Ranperda tentang Kampung Adat Minang yang katanya sudah diluncurkan sejak beberapa tahun lalu namun tak kunjung jadi Perda.
Adalah tanggung jawab kerja dan tanggung jawab moral Kepala Daerah untuk melaksanakan Permendagri No. 45 Tahun 2016. Jika fungsi pengawasan Wakil Rakyat di DPRD Tanah Datar dirasa mandul, maka lebih baik rakyat langsung yang mengingatkan Pimpinan Daerah untuk melaksanakan tugasnya.
Dan untuk mencegah timbulnya konflik horizontal, maka Pimpinan Daerah harus bisa merangkul semua komponen masyarakat yang biasa disebut dengan nama Pentahelix. (*)