Naskah Oendang-Oendang dan Limbago Koleksi Universitas Leiden

Oleh: Pramono
(Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
& MANASSA Komisariat Sumbar)

Naskah yang akan dibincangkan ini adalah naskah Minangkabau yang tersimpan di Perpustakaan Leiden. Naskah yang diberi judul “Oendang-oendang adat Lembaga: Tambo Minangkabau; and other texts” ini dapat diunduh secara gratis di situs perpustakaan tersebut, yakni melalui talian: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/.

Syukurnya, khalayak luas dapat membaca alih aksaranya saat ini melalui talian: https://press.perpusnas.go.id/.
Naskah-naskah tambo, adat, dan undang-undang Minangkabau menurut Edwar Djamaris (1991), tersebar di berbagai tempat di luar Sumatera Barat.

Ia mencatat seluruhnya ditemukan sebanyak 47 naskah yang tersebar di berbagai tempat. Masing-masingnya tersimpan di Museum Nasional (sekarang koleksi naskahnya dipindahkan ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) sebanyak 31 naskah, di perpustakaan KITLV Leiden (sekarang menjadi koleksi Perpustakaan Universitas Leiden) sebanyak 3 naskah, di perpustakaan SOAS Universitas London 1 naskah, dan di perpustakaan RAS London 2 naskah.

Salah satu naskah yang disebutkan oleh Edwar Djamaris adalah manuskrip MAL 6810. yang akan kita bahas ini. Naskah ini berisi asal usul orang Minangkabau beserta adat dan lembaganya. Teksnya dimulai dengan silsilah raja-raja Minangkabau yang turun dari Iskandar Zulkarnain, kemudian kepada Sri Maharaja Diraja, hingga kepada Datuk Parpatih Sabatang dan Datuk Katomanggungan, dan sebaran wilayahnya.

Teks kemudian dilanjutkan dengan cerita asal-usul orang Minangkabau dan sejarah kerjaan-kerajaan di Minangkabau. Bagian selanjutnya merupakan teks undang-undang di Minangkabau.

Menarik sisebutkan bahwa, di dalam manuskrip MAL 6810 disebutkan istilah mudda’i (pendakwa) dan mudda’i ‘alaihi (yang didakwa). Kedua istilah ini barangkali sudah sangat jarang didengar pada masa sekarang. Ditambah lagi, implementasi undang-undang Minangkabau yang sangat langka di tengah-tengah masyarakat masa kini.

Manuskrip MAL 6810 ini ditulis pada tahun 1856 di Sekolah Melayu di Solok. Informasi ini ditemukan pada kolofon naskahnya yang tertulis: “Tamat al-kalam pada 6 hari Ahad di dalam sekolah Melayu di tanah Solok pada hari bulan Juli tahun seribu delapan ratus lima puluh enam 1856”.
Kolofon ini sekaligus memberi informasi sangat penting bagi peneliti sejarah bahwa pernah ada sekolah di Solok yang aktif dalam kegiatan penulisan manuskrip di Minangkabau pada menjelang akhir abad ke-19.

Baca Juga :  Peran Media Masa dalam Memerangi Korupsi di Birokrasi Politik

Selama ini, scriptorium Minangkabau hanya diketahui surau dan rumah gadang. Harapannya, semoga informasi ini dapat memancing sejarawan atau disiplin lain untuk melakukan riset lanjutan.
Dari segi isi sangat jelas bahwa teks tambo ini tidak dibuat atas pengaruh atau permintaan kolonial. Salah satu cirinya adalah dengan penyebutan istilah “Ulando setan” di dalam naskah ini, seperti dalam kutipan berikut ini.

Maka tiba di atas perahu maka didapatinya daulat yang dipertuan dalam ketikanya Cati Bilang Pandai itulah daulat yang dipertuan dengan seorang saja itulah nan bernama Sultan Sri Maharaja Diraja, maka pikirlah Cati Bilang Pandai maka dilihatlah emas Jati-Jati maka diperbuatlah mangkuto singgasana. Setelah itu maka mangkuto sudah tukang berbunuh tidak boleh ditiru lai, maka heranlah raja nan berdua itu maka serentaklah daulat yang dipertuan berlayar yang bernama Sulatan Sri Maharaja Dipang ialah nan turun ke benua Cina ialah nan berkuda emas akan kerajaannya melompat ke udara, nan seorang kembali ke tanah Rum ialah nan memakai coki tanda adat kepada Prancis dan Inggris dan Ulando setan. Inilah orang nan memerintahkan raja Rum ialah enam puluh ribu nan lalu ke tanah, maka raja Rum itu jua nan memberi makan orang isi Makkah dan Madinah.

Naskah setebal 378 dengan aksara Jawi berbahasa Melayu-Minangkabau ini menambah perbendaharaan teks tambo dan undang-undang serta lembaga Minangkabau. Dengan adanya alih aksara yang sudah tersedia, diharapkan dapat secara luas menjadi sumber referensi khazanah keminangkabauan. Baik naskah dan alih aksaranya sudah tersedia secara daring dan gratis. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita tidak membacanya.