Oleh: Sowatul Islah. (Mahasiswa Sastra Minangkabau FIB Universitas Andalas Padang)
Migrasi di Indonesia bukan sekadar karena faktor geografis atau perpindahan fisik semata, melainkan telah menjadi tradisi yang melibatkan faktor ekonomi, sosial, dan kultural yang mendalam. Mayoritas orang di berbagai provinsi akan pindah ke daerah lain ketika mereka dewasa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan standar hidup yang mencirikan migrasi sebagai perpindahan tempat tinggal seseorang atau kelompok secara tidak terbatas relatif permanen (untuk jangka waktu tertentu).
Mereka melalui perjalanan dengan durasi tertentu dengan menempuh jarak tertentu pula. Mereka menempuh jarak minimum tertentu antara dua unit geografis dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya.
Salah satu pola migrasi yang membentuk sebuah budaya dikenal sebagai penyebab utama orang berpindah untuk meraih kesuksesan yang membutuhkan keberanian untuk memancarkan kepercayaan diri yang lebih besar. Dengan demikian, dalam sebuah kebiasaan kebiasaan, ada alasan yang memotivasi individu untuk meninggalkan tempat kelahiran mereka. Kebiasaan bermigrasi tidak terbatas pada hanya demi pencapaian pribadi, namun juga sebagai bentuk memajukan kampung halaman.
Singkatnya, menjelaskan bagaimana jenis budaya sebuah struktur sosial akan dihasilkan dari tindakan struktur masyarakat. Masyarakat Minangkabau telah lama dikenal sebagai sebuah komunitas. Kebiasaan ini telah berkembang dan berubah menjadi semacam kewajiban bagi mereka yang mulai beranjak dewasa. Oleh karena itu, nilai-nilai yang termasuk dalam budaya Minang yang menjadi bagian dari para perantau surat cinta kepada kampung halaman.
Hal ini diungkapkan dalam petuah Minang sebagai berikut:
Sayang jo anak dilacuik,
Sayang jo kampuang ditinggakan.
Ujan ameh di nagari urang
Ujan batu di nagari awak
Kampuang nan jauah dibantu juo.
Pernyataan di atas menunjukkan bagaimana masyarakat Minangkabau berpikir merantau adalah sebuah langkah dalam upaya untuk merekonstruksi kampung halaman.
Menyadari tujuan tersebut, selanjutnya masyarakat Minangkabau yang tinggal di perantauan memiliki dorongan yang lebih besar untuk memperbaiki kehidupan mereka sendiri. Dengan demikian tidak mengherankan jika hubungan dalam masyarakat Minangkabau sangat kuat. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika orang Minangkabau tersebar di seluruh Indonesia bahkan hingga ke luar negeri.
Kekayaan orang Minang banyak diraih ketika mereka berada di perantauan dan bahkan membuat rumah mereka di tempat lain. Mereka sudah lama merantau ke berbagai daerah di Jawa, Sulawesi, Semenanjung Malaysia dan daerah lainnya. Aspek yang melatarbelakangi masyarakat Minangkabau untuk merantau diataranya adalah
Aspek Ekonomi. Sudah tidak menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang komersial.
Secara umum, komunitas bisnis yang berasal dari Minang tersebar di seluruh penjuru daerah. Pada kenyataannya ada signifikansi yang lebih dalam, yaitu alasan ekonomi sebagai salah satu penjelasan bagi kebiasaan orang Minang untuk Maota telah diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Hal ini tidak mungkin dipungkiri, kecuali dari membudayakan komunikasi interpersonal. Praktik budaya ini sering kali menjadi metode pengajaran yang berhasil.
Orang Minang mahir dalam bercakap-cakap, tawar-menawar, berdebat, ceramah, diskusi, dan debat. Lebih jauh lagi, kebiasaan ini telah terbukti melahirkan banyak pemimpin bisnis, jurnalis, intelektual politisi, intelektual, dan budayawan baik di dalam maupun luar negeri.
Aspek Pendidikan yang mendorong orang Minangkabau untuk pindah ke tempat lain.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kemudian muncul tokoh-tokoh bangsa yang terhormat dari Minangkabau seperti, Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, Sutan Syahrir dan Buya Hamka. Sikap selalu ingin tahu tentang fondasi peradaban Minangkabau adalah ideologi “alam takambang jadi guru“. Ideologi ini menurut teori, orang Minangkabau harus bisa menerima wawasan dan informasi dari apa yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.
Makna merantau bagi masyarakat Minangkabau memiliki dimensi yang kompleks dan mendalam. Tradisi merantau bukan hanya sekadar perpindahan fisik, tetapi juga membawa makna sosial, ekonomi, dan budaya yang kuat. Merantau secara kultural merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Minangkabau. Hakikat merantau sebetulnya bukan hanya mengenai bagaimana cara memperbaiki kehidupan pribadi, akan tetapi juga adalah bentuk tanggung jawab sosial seseorang terhadap keluarga dan kampung halamannya. (*)