Mensertifikatkan Ulayat Berarti Menghilanglahkan Hak Anak Cucu Yang Akan Lahir Bedok Siang

Tanah Datar, Jurnal Minang.
Diakui atau tidak oleh nagara hukum adat akan tetap eksis pada 19 lingkaran hukum adat di lndonesia. Karena hukum adat itu merupakan aturan hidup yang lahir dari kebiasaan. Hukum adat itu tidak sama yang satu dengan yang lainnya apalagi dengan hukum adat Minangabau.

Hal itu dikatakankan Sts.Dt.Rajo lndo, S.H, M.H, atas acara sosialisasi pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat di Minangkabau pada aula kantor Bupati Ta nah Datar, Sumatera Barat oleh staf khusus kementerian ATR/BPN Rezka Oktoberia dari bidang Reforma Agraria, Juma’at (9-5/ 2025) lalu.

Atas inti dari acara itu, menurut dosen hukum adat Minangkabau Sts.Dt.Rajo lndo, itu corak hukum adat Minangkabau berbeda dengan hukum adat 18 daerah lain. Adat Minangkabau memakai sistem Matrilineal atau hukum ibu, karena itu setiap anak yang lahir memakai suku lbunya. Setiap anak dari lbu itu punya hak atas tanah Ulayat Kaumnya. Bahkan anak cucu orang Minangkabau yang akan lahir punya Hak atas tanah Ulayat lainnya.

Kata Panghulu Adat itu, bahwa Arsitektur Hukum adat Minangkabau yang Sijatang Sutan Balun yang bergelar Dt.Parpa tiah Sabatang jo si St.Palito Basa yang bergelar Dt.Katumangguangan menetapkan 4 (empat) kelompok tanah Ulayat dan tanah Ulayat itu adalah Pusako Tinggi Sbb;
1). Ulayat Kaum, yang Ulayat Kaum itu adalah harta Tuo atau harta urang Tuo. Tanah ini dikuasai dan dijaga oleh Tungganai, yang Tungganai itu menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung No.217 tgl 12 Desember 1970 sebutanya Mamak Kepala Waris (MKW). Kendati yang menjaga dan menguasai MKW, namun hasilnya diperioritas kan bagi Kaum lbu/Bundokanduang di Minangkabau.

2).Tanah Ulayat Suku dan itu adalah harta Pusako Tinggi Pasukuan. Semua anak pasukuan berhak atas tanah Ulayat Suku itu. Yang menjaga dan memeliharanya Datuak kapalo Suku. Hasilnya diperuntukan bagi seluruh Panghulu Pasukuan bahkan jumlah hasil tanah itu secara terbuka diumumkan kepada anggota Pasukuan. Karena anggota Pasukuan juga diberikan hak untuk menikmatinya, walaupun ala kadar nya dan memang begitu aturannya.

Baca Juga :  Kita Sudah Merdeka, Bagaimana dalam Pilkada Tanah Datar?


3). Tanah Ulayat Nagari; adalah Pusako Tinggi Nagari. Kesemua Panghulu dalam Nagari berhak atas hasil tanah itu, namun yang memelihara dan menjaga tanah Ulayat Nagari itu adalah Datuok atau Panghulu Adat dalam Nagari dibawah naungan datuok Pucuak/datuok Tuo. Hasilnya kalau ada diumumkan secara transparan. Karena sebagian dari hasil tanah itu juga diberikan untuk dinikmati 45 anak Nagari seba gai mana hasil pasar serikat “C” Batuangkar.

4). Tanah Ulayat Rajo; dikuasai oleh Rajo. Namun yang memelihara dan menjaga tanah Ulayat Rajo tersebut adalah pembesar pembesar kerajaan. Hasilnya dipergunakan untuk kesejahteraan warga kerajaan dan tidak tertutup juga diberikan kepada anak Nagari.

Ke- 4 tanah Ulayat itu di dalam hukum adat Minangkabau statusnya harta Pusako Tinggi. Atas harta Pusako tinggi itu dalam hukum adat Minangkabau tidak ada disebutkan pemilikinya. Milik si “A” atau dimiliki si “B” tanah Ulayat itu tidak ada sama sekali dibunyikan. Karena yang diberikan oleh hukum adat Minangkabau atas tanah Ulayat itu hanya Hak menguasai, hak menggarap dan hak menikmati hasil dari tanah Ulayat itu.

Sebab tanah Ulayat itu adalah tanah “Tuo” atau tanah urang Tuo yang hakikat nya menurut hukum adat Minangkabau bukan untuk dimiliki oleh seseorang atau oleh sekelompok orang. Melainkan adalah harta bersama/komunal. Oleh sebab itu Agar “Jalan indak dialieh urang lalu, cupak indak dipapek urang manggaleh”, adat indak diubah urang datang, perlu diketahui oleh anak Minangkabau, seru koordinator Pusat kajian informasi strategis (Pakis) itu.

Sebab status tanah Ulayat itu “Lah tarang nan bak bulan, lah siang nan bak hari, lah ba-Suluoh mato hari, lah bagalanggang mato urang banyak atau sudah jelas. Bahwa tanah Ulayat itu adalah tanah orang Tuo. Maka tanah Ulayat itu tidak dapat dibagi-bagi apalagi diperuntukan, disertifikatkan sebagai sala satu anak janjang atau anak tangga untuk bisa dipindah tangankan kepada pihak lain pada waktu nya, ungkap penulis buku “Seluk Beluk Hu kum Adat Minangkabau” tersebut.

Baca Juga :  Ulayat Membuka Peluang Besar Bagi Investor Untuk Bertanam Investasinya

Pemindahan Hak itu dalam bahasa hukum juga disebut melakukan perbuatan hukum. Pemindahan Hak tanah Ulayat itu menjadi hak milik (HM) seseorang/sekelompok orang secara hukum dapat menghilangkan Hak anak cucu orang Minangkabau yang akan lahir besok siang. Namun menurut koordinator pusat kajian informa si strategis (Pakis) itu sekedar untuk pengadministrasian saja tidak apa-apa, jelasnya. (Red/Jm)