Mengenal Rokok Daun Enau & Daun Tarusan: Sebuah Budaya Merokok di Minangkabau

Oleh: Irwan Malin Basa (Dosen UIN Batusangkar & TACB di Kab. Tanah Datar)

Belum ada satupun catatan akademik yang terpercaya yang menyebutkan kapan pertama kali orang Minang merokok. Tapi yang jelas, semenjak zaman dahulu, tradisi merokok sudah diwarisi oleh orang Minang secara turun temurun. Bagaimana bentuk rokok nya?

Ya, sebelum rokok ada, orang Minang sudah maisok (merokok) yang terbuat dari daun enau dan tembakau. Daun enau tersebut diambil dari batang enau, lalu dikikis agar halus dan baru dijemur sampai kering. Kemudian diambil tembakau yang sudah kering dan digulung dengan daun enau tersebut.

Sementara di daerah pesisir yang tidak ada pohon enau, masyarakat pesisir memanfaatkan daun Nipah sebagai rokoknya yang juga diisi dengan tembakau. Daun ini yang paling terkenal berasal daerah Terusan (Pesisir Selatan) sehingga disebut daun Tarusan. Tembakau nya pun ada dua macam yang terkenal yaitu tembakau Payakumbuh dan tembakau Padang. Beda kedua tembakau tersebut adalah tembakau Payakumbuh memiliki irisan yang halus sedangkan tembakau Padang berbentuk bongkahan kecil.

Dulu, baik laki laki maupun perempuan di Minangkabau suka merokok. Ketika ada acara adat misalnya, rokok adalah sebuah keharusan. Anak anak pun jika merokok pada saat acara itu dibiarkan saja. Malahan ada di beberapa daerah, para tetua membuatku rokok untuk anak anak dan menyuruh anak anak tersebut mencoba nya. Namun untuk anak anak tidak menggunakan tembakau melainkan hanya daun saja yang digulung.

Ukuran daun ini biasanya sekitar 10cm s/d 15cm. Sedangkan tembakau nya dikira saja secukupnya. Tidak terlalu padat isinya. Jika terlalu padat, susah untuk dihirup. Sedangkan daun Tarusan, lebih susah membuatnya menjadi rokok karena harus dilipat lipat terlebih dahulu, dan dibuang pula kulit ari nya, baru bisa digulung.

Baca Juga :  Kegiatan 'Satu Nagari Satu Even' di Pagaruyung Dibuka oleh Bupati Tanah Datar

Aroma yang dikeluarkan oleh tembakau dan daun enau ini cukup semerbak dan menempel aromanya pada kain. Sementara tembakaunya juga sering membuat kain berlobang jika bara api tembakan tersebut jatuh ke permukaan kain.

Ada mamangan tercipta karena merokok daun Tarusan ini. Bunyinya: maisok daun Tarusan, kok indak dihiruik api padam, kok dihiruik pipi tacukam. Begitu gambaran merokok daun Tarusan ini.

Harga daun enau maupun daun Tarusan dan tembakau pada masa dahulu cukup murah dan mudah didapat di warung warung atau pasar tradisional.

Rokok dari daun enau ini juga dijadikan sebuah kelengkapan isi carano sebagai sesembahan. Ketika ingin membicarakan sesuatu atau bermaksud mengundang seseorang, biasanya digunakan juga rokok daun enau sebagai pembuka kata.

Kini, setelah gencarnya pabrik rokok dengan segala jenis rokoknya maka daun enau dan daun Tarusan semakin terlupakan. Masyarakat lebih memilih rokok pabrikan yang sudah siap saji dan harga murah untuk melepaskan candu merokoknya.

Posisi daun enau pun sudah tergantikan oleh rokok. Malahan jika ada masih ada masyarakat yang merokok daun enau dianggap kampungan dan tidak punya duit untuk membeli rokok.

Kini, rokok tidak hanya sebatas candu saja tetapi juga sebuah gengsi. Artinya, jika rokok yang Anda hisap itu mahal harganya, maka gengsi Anda akan semakin tinggi di mata orang lain karena Anda dianggap orang yang berduit. (*)