Oleh: Irwan Malin Basa
Proses Pilkada serentak sudah dimulai meskipun pendaftaran Bacalon akan dibuka nanti pada tgl 4 sd 6 September 2020 jika tidak ada perubahan. Lobi lobi politik untuk mendapatkan surat dukungan dari parpol sudah hampir selesai. Banyak Bacalonbup mulai tergeletak karena tidak berhasil mendapatkan rekomendasi dari partai. Mereka tiarap dan meratapi kegagalan serta tidak lupa mencari kambing hitam. Tunggu pilkada berikutnya lima tahun lagi.
Kini, di Tanah Datar setidaknya akan ada tiga pasangan calon yang akan berlaga nanti meskipun tidak tertutup kemungkinan bisa menjadi empat pasang jika partai politik bersepakat. Selama ini yang sering dihitung oleh konsultan politik, pengamat politik dan timses serta politikus “kelas lapau” sekalipun adalah siapa yang akan menang. Namun, dengan paradigma pilkada di masa Milenial ini dan situasi covid-19 kita coba menebak siapa yang akan kalah. Beda memang.
Pertama, yang akan kalah adalah yang tidak menguasai strategi kampanye yang tepat. Strategi pemenangan harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Mengapa? Karena situasinya memang berbeda dengan pilkada sebelumnya. Masyarakat kita butuh sentuhan langsung untuk kebutuhan hidupnya bukan janji janji kosong semata. Masyarakat sudah lama terhimpit kesulitan kehidupan. Harus ada solusi nyata, bukan retorika politik. Masyarakat sudah mulai cerdas dan tidak gampang terbuai omong kosong politisi.
Kedua, yang akan kalah adalah yang salah merekrut tim sukses. Keberhasilan Paslon tidak terlepas dari kinerja tim sukses karena mereka ujung tombak di lapangan. Trust atau kepercayaan terhadap tim sukses harus dibangun. Jika ini tidak berjalan baik maka hanya tim sukses yang akan “sukses” sementara Paslon tidak sukses. Masyarakat sudah memiliki stigma tersendiri terhadap pelaku politik praktis di berbagai nagari dan kecamatan. Semua informasi negatif harus dikounter.
Ketiga, Paslon yang akan kalah adalah yang tidak memiliki dan atau tidak menguasai media informasi. Penguasaan media sosial dan media online sangat penting. Informasi akan disebarluaskan secara masif melalui jaringan internet dan langsung sampai ke pribadi pribadi seseorang yang memiliki handphone berjaringan android. Di tengah situasi covid-19 ini tidak dibolehkan mengumpulkan orang dalam jumlah banyak. Hanya media sosial yang akan membantu.
Menurut hitungan saya, jumlah partisipasi pemilih tidak akan lebih dari 70 % dari seluruh jumlah DPT. Ini adalah tantangan bagi penyelenggara Pemilu di Tanah Datar. KPU beserta jajarannya misalnya, tidak cukup hanya berciloteh di radio saja untuk mensosialisasikan Pilkada. Buatlah kegiatan yang betul betul melibatkan masyarakat langsung. Jangan jadikan masyarakat sebagai objek politik saja tetapi jadikan mereka subjek politik.
Kunci terakhirnya tentu anggaran atau dana baik untuk paslon yang akan berlaga maupun bagi penyelenggara pemilu untuk bergerak. Jujur, ungkapan umum “No Free Lunch” atau tidak ada makan siang yang gratis akan berlaku. Kalau semuanya hanya dibungkus dengan slogan “demi Tanah Datar kedepan” maka Paslon yang mengusung slogan tersebut akan KALAH. Kita buktikan!