Pagaruyung, Jurnal Minang.
Sidang perkara pidana pemilu dengan terdakwa Maulidia Siska,S.Sos (43th) dilanjutkan hari ini, Senin, 18 November 2024 pagi dan disambung pada sore pukul 16.00 WIB dengan agenda Tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas keberatan (Eksepsi) Penasehat Hukum Terdakwa.
Sidang yang dipimpin Wakil Ketua PN Batusangkar Syufrinaldi,SH sebagai Hakim Ketua dan Hakim Anggota Erwin,SH dan Apriyeni ,SH berlangsung dengan tertib.
Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan pasal 156 KUHAP menjelaskan ada 3 macam keberatan, keberatan yang disampaikan ada relevansi bahwa setelah membaca eksepsi dari penasehat hukum terdakwa Maulidia Siska,S.Sos yang disampaikan penasehat hukum Dr.Suharizal, Setrianis,SH,MH, Marisa Jemmy SH,MH, dan Winda Adelia,SH.
Eksepsi yang disampaikan sudah masuk pokok perkara. Jaksa Penuntut Umum menganggap kuasa hukum tidak memahami sehingga keliru menafsirkan makna
Pejabat hingga Aparat Hukum Bisa Dipidana Jika Melanggar Netralitas Pilkada pejabat daerah dan TNI/Polri dapat disanksi pidana jika melanggar netralitas.
“Menyatakan ketentuan norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walkota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588), sebagaimana undang-undangnya telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilhan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71,
Sesuai dengan PP No 1 tahun 2020, UU No 6 tahun 2020 Bahwa Presiden sesuai dengan kewenangannya berhak mengeluarkan PP setelah mendapatkan persetujuan legislatif maka dari itu bahwa kesimpulan tidak cermat adalah keliru karena sudah ada nama lengkap,tindak pidana yang dimaksud adalah masuk dakwaan berkaitan dengan pokok perkara tidak dapat disebutkan tidak cermat jika locus delicti hanya alternatif..
Berdasarkan kesimpulan diatas Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menolak esepsi penasehat hukum agar melanjutkan sidang ke pokok perkara, Selasa 19/11-2024 pukul 10.00 WIB dengan menghadirkan saksi saksi dari Penasehat Hukum maupun dari Jaksa Penuntut Umum.
Dalam kesempatan tersebut Majelis Hakim meminta kepada Penasehat Hukum terdakwa dan JPU agar besok sidang perkara pidana pemilu dilanjutkan pukul 10,00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi. (Kasdi Ray/Red.Jm)