Oleh: Sts. Dt.Rajo Indo
Pada tulisan yang lalu kita menukilkan tentang ketentuan Sako jo Pusako. Kesimpulan dari tulisan terdahulu itu adalah “Sako tetap Pusako baranjak”. Artinya, yang Sako atau gelar Panghulu adat tidak boleh berpindah dari suatu Kaum ke Kaum yang lain, kecuali dipinjamkan untuk merealisir tugas dan kewenangan Kaum pemilik gelar Panghulu Adat itu. Sementara Pusako karena sesuatu hal yang tidak bisa dihindari dapat berpindah dari suatu Kaum kepada Kaum lain.
Justru ketentuan Sako jo Pusako itu sudah jelas maka untuk berikutnya kita sajikan pula tentang kedudukan Sako jo Pusako itu. Apa itu Sako dan apa itu Pusako sudah terang benderang bagi kita. Namun sekarang bagaimana kedudukan Sako jo Pusako itu.
Di dalam hidup dan kehidupan Sako jo Pusako mendasari segala ketentuan adat Minangkabau. Bertolak dari ketentuan adat yang berlaku se-alam Minangkabau atau disebut itu adat nan sabatang panjang. Adat nan sabatang panjang itu berlaku pada 677 Nagari di Minangkabau telah menepatkan sbb;
A). Kedudukan Sako jo Pusako terletak pado garih nan bapahek menyatu bagaikan nyawa dengan badan. Bahwa dalam pelaksanaanya dapat dikategorikan menjadi empat 1.Bapakai artinya sedang dipakai karena ada laki-laki dan padusi/perempuan nan kandung. Ke-2. Balipek. Balipek gelar Panghulu adat itu untuk sementara walaupun anggota Kaum yang laki-laki dan yang perempuan cukup. Akan tetapi karena belum didapat kata sepa kat untuk mambangkik batang tarandam itu.
Yang ketiga disebut di dalam adat “Tataruah/Tagantuang“. Gelar Panghulu adat yang tataruah itu disebabkan tidak ada laki-laki dari Kaum pemilik gelar itu nan kanduang.
Sedang kan yang ke-empat Putuih. Maksudnya habis generasi laki-laki dan generasi perempuan dari Kaum pemilik gelar itu. Yang ada hanya generasi nan batali adat saja yang masih utuh di dalam adat disebut simpang balahan dan atau kuduang karatan.
Adapun Pusako dapat dan boleh berpindah dari suatu Kaum kepada Kaum lain menu rut urutannya. Dari nan batali darah kepada nan batali adat, dari nan batali adat kepada nan batali ayie dari nan batali ayie kepada nan batali buek/buatan.
Kedudukan Sako jo Pusako ini perlu dipelihara serta dijaga dengan sebaik-baiknya oleh generasi pelanjut sebagai penerima tongkat estafet. Hal tersebut adalah kewajiban secara berkesinambungan, karena menjaga martabat Kaum dengan memelihara Sako jo Pusako Sako telah merupakan hal yang turun temurun secara jawek bajawek.
Sako turun temurun disandang oleh laki-laki dan Pusako jawek bajawek diutamakan bagi perempuan menikmatinya. Kedudukan ini indak lakang dek paneh indak lapuak dek hujan. Kedudukan tersebut menurut barih jo balabeh telah diingatkan oleh orang tua-tua dulunya. Karena itu sekali-kali jangan mama hek di luar garis, begitupun mangabuang di luar ukuran.
Di dalam adat yang melanggar disamping akan dimakan sumpah akan dapat hukuman dari masyarakat banyak. Jika yang melanggar ketentuan adat seorang Panghulu adat maka gelar yang sedang disandangnya itu diruruikan dari dirinya. Kendatipun ketentuan hukum adat ini tidak diakui oleh negara yang hukum adat ini tetap eksis. (*)