Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pengamat Sosial Politik)
“Ombak gadang, udang mati tasapik, Aia gadang, banto barayun”. Begitulah tamsil Minang untuk menggambarkan kondisi Eka Putra, SE, MM dalam percaturan politik Tanah Datar pasca Idul Fitri 1445 H ini. Buktinya, Suherman mulai malasak (agresif), Richi Aprian meskipun tenang tetapi tetap mengeluarkan hawa panas. Seperti api di dalam sekam.
Kenapa tidak, alih alih Idul Fitri ini jadi ajang saling memaafkan dan silaturahmi, malah tensi politik semakin tinggi dipicu oleh para parakai politik dan para pendukung Eka Putra yang sangat mudah tersulut emosionalnya. Setidaknya hal tersebut dapat dibaca pada lalu lintas komunikasi di media sosial WhatsApp dan Facebook serta di lapau lapau dan di beragam pertemuan silaturahim.
Selain itu, bagi netizen yang arif dan bijak dapat menyimak manuver manuver para bakal calon bupati (Bacabup) dan bakal calon wakil bupati (Bacawabup) yang mengunjungi para tokoh politik dan tokoh masyarakat berbungkus silaturahim Idul Fitri.
Sebut saja misalnya pertemuan Suherman dengan Anton Yondra, Ketua DPD Partai Golkar Tanah Datar, pertemuan Indra Gunalan, Ketua Partai PKB Tanah Datar dan pertemuan Richi Aprian dengan Surya Tri Harto. Sementara belum terbaca oleh publik pertemuan antara Eka Putra dengan Bacawabup lainnya. Entah sengaja dijaga kerahasiaannya, entah memang tidak ada yang minat untuk mendampingi Eka Putra pada Pilkada November 2024 mendatang mengingat rekam jejak “perlakuan kontroversial” Eka Putra pada wakilnya selama ini. Ngeri ngeri sedap!
Penulis yang turut menyimak konstalasi politik Tanah Datar menjadi tertarik untuk menyampaikan pendapat / pandangan dari perspektif penulis melalui media online Jurnal Minang. Daripada berdebat ala kusia bendi di media sosial, lebih baik menyalurkannya melalui karya tulis jurnalistik yang dapat diinok manuangkan oleh para netizen Luhak Nan Tuo, baik di Salingka Luhak Nan Tuo maupun diperantauan.
Yang masih menjadi trending topic publik saat ini adalah Richi Aprian dan Suherman, sehingga nama Eka Putra hanya jadi “pelengkap penderita” di lalu lintas dinamika politik Tanah Datar.
Richi Aprian dirumorkan sebagai Ketua DPD Partai NasDem yang sedang menghadapi masalah dengan internal pengurus partai, sehingga akan menyulitkannya untuk maju sebagai Calon Bupati Tanah Datar yang diusung Partai NasDem. Sedangkan Suherman “diposisikan” sebagai Calon Bupati Tanah Datar yang akan mengisi posisi Ketua DPD Partai NasDem Tanah Datar sekaligus akan diusung oleh internal pengurus partai NasDem itu sendiri.
Pengkondisian (positioning) seperti hal diatas menjadikan konstelasi politik semakin dinamis dan menjadi keuntungan tersendiri bagi para Parakai Politik untuk mendapatkan sekedar “uang rokok” atau “uang pengganti pulsa” atau bahkan “uang pambali susu anak”
Penulis melihat dari perspektif berbeda bahwa ada kesamaan antara Richi Aprian dengan Suherman, yaitu sama sama sudah mendeklarasikan diri sebagai Bakal Calon Bupati (Bacabup). Artinya, mereka berdua sama sama siap berkontestasi menjadi Calon Bupati (Cabup) walau apapun kendaraan politiknya nanti.
Bisa jadi Richi Aprian tetap menjadi Cabup dari Partai NasDem, atau bisa jadi diusung dari partai lain. Demikian juga Suherman, bisa jadi diusung dari Partai NasDem, atau bisa jadi diusung dari partai lain. Sepertinya tidak ada beban bagi mereka berdua untuk pindah partai.
Bisa jadi juga jika keduanya tidak memakai kendaraan politik Partai NasDem Tanah Datar sama sekali, sehingga Partai NasDem Tanah Datar bisa bisa gigit jari ditinggalkan kader partai potensialnya. Hal itu lumrah kok di percaturan dunia politik, hehehe.
Kesamaan lain antara Richi Aprian dan Suherman adalah sama sama menjadi rival untuk menumbangkan Eka Putra selaku petahana / Bupati inkumben. Inilah yang membuat panik pendukung Eka Putra. Kenapa? Kalaupun berhasil mendorong perpecahan di internal Partai NasDem guna menyingkirkan Richi Aprian dari jabatan Ketua DPD Partai NasDem Tanah Datar, toh Richi Aprian akan semakin mantap untuk melaju menuju kursi TD 1 melalui partai lainnya, dan memuluskan langkah Suherman juga untuk menuju kursi TD 1 yang sama. Dengan demikian besar kemungkinan 2 kubu baru akan muncul, yaitu kubu Richi Aprian dan kubu Suherman, apa pun partai pengusungnya nanti. Duaarrr… babak baru rivalitas melawan Eka Putra hadir menjepit posisi inkumben!.
Jika hal itu terjadi, maka mengingatkan netizen dengan taktik perang menjepit musuh ala Jenderal Soedirman yang dikenal dengan nama taktik Supit Urang. Sebuah siasat perang dengan melakukan pendobrakan dari dua sisi berlawanan sehingga menjepit posisi musuh untuk kemudian dihancurkan!.
Akankah hal itu terjadi? Bisa saja! Dengan teori kemungkinan dari perspektif penulis sebagai berikut:
- Richi Aprian cukup dilirik oleh beberapa Ketua Partai Tingkat Provinsi. Namun demikian sosok Richi Aprian sudah pasti dipertahankan oleh Ketua DPW Partai NasDem Sumbar. Jika skenario terburuk terjadi dimana rekomendasi Ketua DPW NasDem Sumbar ditolak oleh DPP Nasdem sehingga Richi Aprian tidak dapat mandat dari DPP NasDem, maka memudahkan seorang Richi Aprian untuk diusung oleh partai lain selain oleh partai Demokrat dan partai Gerindra.
- Suherman juga terbaca sudah melakukan lobi lobi yang semakin intens lintas partai. Maknanya, jika Suherman tidak diusung Partai NasDem, maka Suherman pun siap berlabuh dipartai manapun yang sudah dilobi.
Dinamika politik Tanah Datar akan terguncang hebat manakala Partai Golkar akhirnya mengusung Suherman menjadi Cabup. Lengkap sudah strategi Golkar untuk menghabisi karir politik inkumben. Tinggal sedikit “polesan” Golkar yang sudah sangat berpengalaman di dunia politik untuk mengantarkan Suherman menjadi TD 1.
Selain menjadi partai pemenang di DPRD Tanah Datar 2024 yang memastikan Ketua DPD Golkar Tanah Datar menjadi Ketua DPRD Tanah Datar 2024 terpilih, maka tinggal selangkah lagi untuk menjadikan kader Golkar menjadi TD 1. Jika hal itu tercapai, maka DPRD Tanah Datar dan Pemkab Tanah Datar “dikuasai” oleh partai kuning ini.
Dan… selamat jalan untuk Eka Putra. Selamat kembali ke Jakarta. Mudah mudahan bisa menjadi wakil menteri bersama AHY, setidaknya menjadi staf khusus. Namun akan lebih terhormat pulang ke Jakarta sebelum kalah dalam Pilkada nanti. Masyarakat Tanah Datar akan mengenang seorang Eka Putra yang legowo meskipun di puncak karir sebagai bupati di daerah. Sebab, Jika pulang setelah kalah, namanya melarikan diri atau menghilang. (*)
Salam Perubahan