Istri Wabup Tanah Datar Dimutasi, Sangsi atau “Kesewenang Wenangan?”

Opini Oleh: Dr.Inoki Ulma Tiara, .S.Sos, M.Pd

Mutasi Aparatur sipil Negara (ASN) adalah sesuatu yang biasa saja di setiap tingkatan pemerintahan termasuk di pemerintahan daerah kabupaten Tanah Datar. Mutasi ASN Kabupaten Tanah Datar menjadi seksi untuk diperbincangkan karena salah satu yang dimutasi adalah istri wakil bupati Tanah Datar yaitu Patty Rizal Fathony, ST, M.SI dari Pengawas Koperasi Ahli Muda di Dinas Koperindag dipindahkan dengan jabatan yang sama ke Sekretariat Daerah dan ditugaskan pada Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam.

Keseksian fakta mutasi ini mendapatkan tanggapan beragam dari berbagai kalangan, tetapi yang menyatakan secara terbuka dengan menulis opini di salah satu media online Jurnal Minang.com adalah Muhammad Intania, SH (2023) dengan judul “Sisi Lain Mutasi Istri Wakil Bupati: Apakah Sinyal “Genderang Perang” Ditabuh?”

Dalam opini tersebut Intania berasumsi atau menduga bahwa mutasi ini disebabkan oleh (1) show the power (mempertontonkan kekuasaan) (2) tindakan pemimpin arogan, (3) kelemahan penguasaan literasi hukum dan minimnya kesadaran konstitusional, (4) mutasi Patty Rizal dampak dari kurang harmonisnya hubungan bupati dan wakil bupati Tanah Datar sehingga tidak ada komunikasi dalam mutasi, khususnya istri sang wakil bupati.

Di sisi lain, Intania (2023) menyampaikan bahwa pemerintah daerah berwenang melakukan mutasi mempunyai jawaban dalam Petikan Surat Keputusan Bupati Tanah Datar No: 800.1.3.1/2101/BKPSDM-2023 tertanggal 08 Agustus 2023 tentang Pemindahan Pegawai Negeri Sipil Antar Perangkat Daerah Di Lingkungan Pemerintah Daerah, dimana dasar pemindahan tersebut “memperhatikan Pertimbangan Tim Penilai Kinerja Nomor: 133/12/TPK-2023 tanggal 07 Agustus 2023”, maka keluarlah Surat Keputusan Bupati Tanah Datar No: 800.1.3.1/2101/BKPSDM-2023 pada keesokan harinya.

Maknanya adalah bahwa Tim Penilai Kinerja dibawah komando Sekda telah melakukan penilaian kinerja PNS atas nama Patty Rizal Fathony, ST, M.SI (mungkin termasuk PNS lainnya) dan merekomendasikan kepada Bupati untuk memindahkan PNS tersebut.

Baca Juga :  Bupati Tanah Datar Diberi Penghargaan Oleh Mentri Pertanian RI

Dua tafsiran yang berbeda dalam satu fakta mengingatkan kita pada pernyataan yang disampaikan oleh ahli hukum dari Universitas Gaja Mada sekaligus Wakil Mentri Hukum dan HAM Prof Dr. Edward Omar Sharif Hiareij atau dikenal sebagai Prof.Eddy menyatakan “fakta adalah netral tergantung siapa yang membaca fakta dan menafsirkannya”.

Tafsiran Muhammad Intania yang dianggap “tidak suka” dengan PEMDA Tanah Datar akan menafsirkan pemerintah daerah salah atau tidak tepat melakukan mutasi sedangkan pemerintah Tanah Datar menafsirkan sebagai pihak pengambil keputusan melakukannya dengan segala pertimbangan berdasarkan aturan dan administrasi yang berlaku pada ASN.

Pertanyaan besarnya, manakah kebenaran yang harus kita percayai sebagai orang diluar, asumsi-asumsi Intania atau keputusan dari Pemerintah Daerah Tanah Datar? Penyampain Prof.Eddy harus ditambahkan bahwa asumsi-asumsi atau penafsiran dari sebuah fakta tidak bisa berdiri sendiri. Sebaliknya, harus didukung oleh fakta dan dalil-dalil yang berhubungan. Fakta yang berhubungan dengan mutasi Patty Rizal berawal dari pemberitaan “Istri Salah Satu Pimpinan Daerah di Tanah Datar Yang Juga Seorang ASN Diduga Sering Bolos Kerja, Kepala Dinas Tidak Berani Menegur” yang ditulis Joni Hermanto (2023).

Dalam pemberitaan tersebut bahwa (1) mengambil absen diantar supir lalu pergi meninggalkan kantor, (2) kepala dinas tidak berani menegur karena istri dari pimpinan, (3) Pernyataan sekretaris Koperindag Tanah Datar, Poppy bahwa sejak dilantik tanggal 6 Maret 2023 Patty Rizal tidak pernah masuk kantor, (4) hukuman bagi ASN (ringan, sedang, dan berat).

Pemegang kekuasaan tertinggi di kabupaten Tanah Datar adalah bupati. Maka bupati harus tegas dan adil ketika ada ASN melakukan kesalahan walaupun istri wabupnya. Di Minangkabau digambarkan “tibo dimato indak di piciangkan, tibo di talinggo indak pakakkan, diparuik indak kampihkan atau tidak tutup mata, tidak tutup telinga dan perut tidak dikempiskan. Artinya kita harus berlaku adil, siapapun yang bersalah harus dikasih sanksi, walaupun dia istri wabub sekalipun.

Baca Juga :  Pilkada: Masa Tenang yang Meresahkan

Maka langkah yang diambil bupati harus diapresiasi atau dihormati karena ketegasan dan keadilannya dalam pengambilan keputusan sehingga menjadi shock therapy bagi ASN lainnya di Kabupaten Tanah Datar untuk berprilaku sesuai aturan dan bekerja secara maksimal.

Secara politik elektoral, jika langkah atau keputusan pemerintah daerah dianggap salah oleh masyarakat maka yang diuntungkan secara politik adalah wabub karena masyarakat cenderung bersimpati terhadap orang-orang baik yang terzalimi. pertanyaannya, apakah mutasi istri wabub adalah bentuk KEZALIMAN atau SANGSI dari kesalahan yang dilakukan?

Pada akhirnya setiap orang mungkin bisa bersembunyi dari kesalahan yang diperbuatnya namun tidak bisa lari dari ingatannya ketika melakukan kesalahan tersebut dan bermain sandiwara, tetapi kebenaran akan mencari jalannya sendiri untuk mengungkap kebenaran dibalik sandiwara tersebut. (*)

Ilustrasi gambar: diakses dari google (free access)